Clara yang tak tau apa-apa.. malah terjebak pada malam panas dengan seorang pria yang tak dikenalnya akibat dari jebakan seseorang. Dan dihadapkan pada kenyataan jika dirinya tengah hamil akibat malam panas pada malam itu.
Akankah clara mempertahankan kehamilannya itu, atau malah sebaliknya? Dan siapakah pria yang telah menghamilinya? Dan siapa yang telah menciptakan konspirasi tersebut?
Yuk simak kisah clara disini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Shine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
"Bagaimana?"
Yang dijawab gelengan oleh sang asisten.
"Terus kau hubungi," perintah tuan Arkhana.
"Baik, Tuan." dan dengan segera asisten Leo kembali menekan tombol memanggil untuk nomor yang sama, yaitu 'Ink streaks'.
Entah sudah keberapa kali asisten Leo menghubungi Ink streaks ini, tapi hasilnya tetap sama, hanya suara operator saja yang terdengar.
Tiba-tiba terdengar dering ponsel milik tuan Arkhana, yang nomornya hanya diketahui oleh keluarganya saja. Yang namun beberapa tahun ini terpaksa ia berikan pada orang luar yang notabene adalah ibu dari anaknya, Bella. Dan kini bertambah satu nomor lagi, milik Clara.
("......")
"Apa?!!! Bagaimana bisa?!" tuan Arkhana berucap dengan nada tinggi namun terselip kepanikan.
(".......")
"Dimana?"
("........")
"Kenapa dibawa ke sana?! Kenapa tidak__"
(".......")
"Baiklah, aku segera ke sana." ucap tuan Arkhana dan sambungan telepon pun terputus.
"Ada apa, Tuan?" tanya asisten Leo karena melihat sang tuan dengan wajah yang tak seperti biasanya, seperti ada kecemasan didalamnya.
"Kita ke rumah sakit umum sekarang," ucap tuan Arkhana. "Dan segera hubungi Bella untuk segera menyusul ke sana," lanjutnya seraya melangkah menuju arah pintu keluar ruangannya di Davidson Corp.
"Rumah sakit umum? Ada apa sebenarnya??" gumam asisten Leo.
"LEO..!!! CEPAT!!!" teriak tuan Arkhana dari luar ruangannya karena tak juga mendapati sang asisten di belakangnya.
Buru-buru asisten Leo menyusul tuan Arkhana setelah mendengar teriakannya, tak lupa sambil menscorl ponselnya untuk mencari nomor Bella dan menghubunginya.
***
Sementara Clara yang berada di perusahaan perhiasan Sierra pearl juga sedang menerima telepon yang membuatnya juga panik.
"Tapi apa Bibi yakin Arsen tidak sedang makan kacang? Atau tak sengaja memakan makanan yang mengandung kacang, gitu?!"
("Tidak Nona, saya yakin bukan karena itu. Karena tuan muda Arsen hanya terus saja bersin-bersin.. Tapi badannya tidak panas. Nona, sudah dulu.. Kita sudah sampai di rumah sakit umum.")
"Baiklah, saya akan usahakan secepatnya untuk tiba di sana," ucap Clara dengan lesu seraya matanya melirik kertas yang berserak di atas meja kerjanya, dan panggilan suara pun terputus.
"Hah... Aku harus segera menyelesaikan ini semua," gumamnya seraya berjalan kembali ke meja kerjanya dan duduk di kursinya.
Beberapa saat kemudian...
"Huuuft... Tidak, aku tidak bisa melakukan ini sekarang," ucapnya seraya bangkit dari duduknya, karena pikirannya saat ini sedang terbagi dan lebih condong ke arah sang anak yang saat ini pasti sedang menunggunya di rumah sakit.
Clara pun segera keluar dari ruangannya, dan tak sengaja berpapasan dengan Bella yang juga baru saja keluar dari ruangannya. Karena kebetulan... Ah tidak, Clara lah yang menginginkannya untuk ruangannya bersebelahan dengan ruangan Bella, membuatnya menghelakan nafas, karena ini takkan mudah baginya untuk bisa secepatnya keluar dari perusahaan.
"Mau kemana kau?"
"Ada keperluan," jawab Clara singkat.
"Enak saja! Kau fikir ini perusahaan mu?! Seenaknya saja main ingin pergi-pergi saja,"
Mendengar perkataan Bella, membuat Clara yang tadinya menatap ke arah lain seketika langsung menatap tepat di mata Bella dengan tatapan yang tajam, yang membuat Bella langsung memalingkan wajahnya.
Namun perkataan Clara tak sesuai dengan tatapan yang diberikannya pada Bella.
"Saya mohon izinkan saya pergi..., saya berjanji besok saya akan membuat dua desain.. Tidak, tiga, tiga desain. Besok aku akan membuat tiga desain."
Bella pun kembali menatap Clara, dan ternyata benar.. Clara saat ini seperti kucing yang tengah memohon pertolongan, dengan muka mengiba. Dan jangan lupa, kedua tangan yang disatukan di depan dai, itu membuat Bella tersenyum puas melihatnya.
"Sepertinya Clara mulai takut kepada ku," ucapnya dalam hati.
"Baiklah, tapi ingat janjimu. Besok, kau harus membuat tiga desain sekaligus," ucap Bella dengan bangga.
"Tentu, terimakasih Nona Bella. Saya permisi," ucap Clara dan langsung pergi meninggalkan Bella sendiri.
"Kurasa... Dia sudah tau dimana posisinya," ucap Bella, dan langsung pergi saat mengingat jika dirinya harus segera ke rumah sakit. "Ck, menyusahkan saja."
***
"Bibi Ester."
"Iya Tuan muda.. Kenapa? Apa ada yang terasa sakit?"
"Tidak, aku tidak apa-apa. Tapi...."
"Tapi kenapa, Tuan muda?"
"Aku lapar... Bisakah Bibi membelikan ku makanan?"
"Tapi, Tuan muda__"
"Bibi, apa Bibi Ester mau jika aku makin sakit karena kelaparan?" sela Airlen dengan mimik yang dibuat sedih.
"Jika kita menunggu nyonya dulu bagaimana? Soalnya Tuan muda tidak ada yang menjaga.." tutur bibi Ester karena merasa tak nyaman jika tuan mudanya ditinggal sendirian.
"Aku tak apa Bibi..., aku tak akan kemana-mana. Please... Aku lapar sekali.. Hatcih!" rengek Airlen disertai bersin-bersin yang terkadang masih mengusiknya.
"Emm... Baiklah, bibi keluar sebentar. Tapi Tuan muda benar..? Tak apa kan jika bibi tinggal sendiri?" ucap bibi Ester ragu.
Airlen segera mengangguk dan berucap, "Cepatlah Bibi... Aku sudah sangat sangat kelaparan. Hatcih!"
"Baiklah, bibi keluar sebentar."
Dan saat bibi Ester pergi, Airlen pun juga turun dari tempat istirahatnya di rumah sakit untuk memastikan jika bibi Ester benar-benar pergi. Dan setelahnya langsung mengambil sesuatu yang ia sembunyikan sedari dari Villa, yaitu gedget milik Arsen juga topi serta masker.
Airlen segera menghubungi nomornya sendiri yang dirinya beri nama 'Airlen Handsome'.
"Arsen, apa di sana ada orang? Hatcih! Hatcih!" ucapnya setelah panggilannya diangkat diseberang sana dan yang di ikuti bersin-bersin karena ulahnya sendiri
("Tak ada. Cepatlah sebelum semua orang kembali. Di ruang VIP nomor 117,") ucap Arsen dengan suara yang tersendat-sendat.
"Arsen, kau serius tidak apa-apa?" tanya Airlen yang tiba-tiba cemas mendengar suara Arsen yang seperti itu.
("Cepatlah Airlen.")
"Baiklah, aku segera ke sana," ucap Airlen dan segera keluar dari ruang rawatnya.
"Semoga saja bibi Ester tidak cepat kembalinya," gumamnya sembari mengendap-endap memastikan tak orang yang akan ke ruangannya itu.
Setelah beberapa saat bertanya pada setiap orang yang ditemui, barulah Airlen menemukan ruangan yang disebutkan Arsen. Airlen pun segera masuk, setelah sebelumnya melihat kanan kirinya untuk memastikan jika tidak ada orang yang dikenalnya.
Deg!
***
"Sebenarnya apa yang terjadi dengan cucu saya, Dok?" tanya Granny Aerin.
"Cucu Anda mengalami alergi," ucap dokter yang menangani Arsen.
"Alergi?? Alergi apa Dok? Seingat saya, cucu saya tidak pernah ada riwayat alergi?!"
"Cucu Anda mengalami alergi kacang."
"Kacang??? Tapi itu justru adalah cemilan kesukaannya, Dok," sanggah Granny Aerin.
"Nyonya.., alergi tidak harus sedari lahir. Alergi bisa kapan saja dan pada siapa saja. Bisa saja hari ini tidak, tapi besoknya iya," ucap dokter menjelaskan.
"Benarkah?"
"Betul, nyonya. Ini hasil Lab cucu Anda," ucap dokter seraya menyerahkan sebuah Map berisi hasil laboratorium Arsen. "Tapi jika Anda masih ragu, Anda bisa memeriksakan cucu Anda pada rumah sakit lain," lanjutnya.
"Tentu saja aku akan memeriksakan cucu ku ke rumah sakit lain, yang lebih bagus tentunya dari sini. Entah mengapa Airlen justru meminta di bawa ke rumah sakit ini. Ada-ada saja dia," batin Granny Aerin.
"Baiklah, Dokter... Kalau begitu saya permisi. Terimakasih," ucap Granny Aerin seraya mengulurkan tangannya di hadapan dokter tersebut.
"Sama-sama, Nyonya," balas dokter tersebut dengan menyambut uluran tangan dari Granny Aerin.
***