"Jasku ini sangat mahal! Bagaimana bisa kamu menyentuhnya sesuka hatimu? Apa orangtuamu tidak mengajarimu sopan santun?" bentak seorang pria.
"Namaku Quinn! Aku berusia 6 tahun. Tolong, berikan aku pekerjaan! Aku akan bekerja dengan baik!" Quinn, bocah berusia 6 tahun itu melebarkan senyumnya.
"Apa? Ha-ha-ha! Memangnya kau bisa apa, Bocah?"
"Menemukan bug di perusahaanmu mungkin?" tawar Quenn.
"Apa? Kau seorang hacker? Apa kau sedang bermain, Nak?" Suara gelak tawa dari pria itu terdengar lantang. "Baiklah. Namaku Luca. Berapa uang yang kau inginkan?"
Sebuah pertemuan yang tidak sengaja. Membuka tabir rahasia yang telah tersimpan selama 7 tahun lamanya. Bagaimana kisah Quinn si gadis kecil menggemaskan itu? Lantas siapa ibu dari Quinn? Juga seperti apa kontribusi dari Quinn untuk Luca?
Simak kisah ini hanya di Putri CEO tersembunyi!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sisca Nasty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sensitif
Quinn melirik ke arah Tiffany yang sejak pagi bermuram durja. Gadis kecil itu menatap Tiffany penuh dengan selidik. Quinn dipaksa untuk sadar. Apabila Tiffany memang sedang tidak baik-baik saja. Gadis itu menarik napas dalam-dalam. Kemudian menghembuskannya dengan perlahan.
"Mom, apakah semalam terjadi sesuatu?" Quinn bertanya dengan hati-hati. Gadis kecil itu meneguk ludahnya sendiri tatkala melihat perubahan ekspresi di wajah Tiffany.
"Selesaikan sarapanmu." Tiffany berbicara dengan nada yang ketus. Wanita itu bahkan tidak mengalihkan pandangan mata dari semangkuk bubur ayam yang dibeli oleh Tiffany sendiri.
Quinn meneguk ludahnya lagi. Gadis kecil itu pun menundukkan kepalanya. Ia tahu pasti terjadi sesuatu ketika ia tidak sengaja tertidur semalam.
"Sekarang aku semakin yakin. Jika Mommy dan Paman Luca sedang tidak baik-baik saja. Yaaah, padahal kemarin baru saja Mommy dan Paman Luca berbaikan. Entah apa yang terjadi saat aku tidur. Sehingga Mommy pagi ini terlihat emosi," gumam Quinn dalam hati.
Tiffany merenung. Wanita itu sangat kesal dengan kejadian semalam. Terlebih saat Dante tiba-tiba memaksa masuk dan terus meminta maaf kepadanya. Tiffany menghela napas panjang. Ia menjadi tidak selera setelah mengingat kejadian kemarin.
"Mommy, kau mau kemana?" Quinn bertanya ketika Tiffany sudah mengemasi semangkuk bubur ayamnya.
"Mommy sudah kenyang," sahut Tiffany.
"Tapi, selama ini Mommy kan selalu mengajari Quinn untuk menghabiskan makanan. Kita tidak boleh membuangnya karena makanan itu nantinya akan meminta tanggung jawab kita setelah kita sudah mati." Pernyataan Quinn sangat tepat sasaran. Sungguh Tiffany terasa tertohok di ulu hatinya.
Kali ini Tiffany memilih duduk kembali. Kemudian Tiffany mulai menyantap semangkuk bubur ayam kesukaannya. Hanya saja moodnya yang buruk membuat Tiffany kehilangan selera makannya.
"Seharusnya aku ingat jika Quinn ada di sini. Mengapa aku sampai lepas kendali? Jangan sampai Quinn tahu dan khawatir kalau Dante kemarin datang ke sini. Quinn sangat pintar. Memang aku sebaiknya tidak melamun." Tiffany membatin dalam hati.
"Quinn, setelah pulang sekolah nanti. Kau ingin pergi kemana?" tanya Tiffany.
Quinn mengangkat kepalanya. Ia bingung karena Tiffany tiba-tiba saja memiliki pertanyaan itu. Quinn meneguk segelas susu. Kemudian ia menatap Tiffany dengan tatapan mata yang tajam.
"Aku tidak ingin pergi kemana-mana, Mom. Jadi, Mommy bisa pergi bekerja dengan hati yang lapang. Sebab, Quinn akan mengerjakan tugas sekolah di rumah." Jawaban Quinn akhirnya membuat Tiffany memandang Quinn dengan haru.
Tiffany tahu kalau Quinn tidak ingin membuatnya khawatir. Akan tetapi Tiffany tidak bisa berbuat apa-apa. Karena Tiffany juga harus bekerja paruh waktu. Wanita itu sudah bertekad akan mengambil banyak pekerjaan jika ia mendapatkan tawaran.
"Kau yakin Quinn? Mommy bisa mengambil libur untuk mengajakmu pergi. Jadi katakan saja kau ingin pergi ke mana. Mommy berjanji akan mengabulkan setiap keinginanmu." Tiffany tetap merayu Quinn. Supaya Quinn mempercayai dirinya dan mengatakan keinginannya.
Tiffany tahu kalau Quinn memang pengertian. Akan tetapi Tiffany juga sadar kalau Quinn tetap saja membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari dirinya. Untuk itulah mengapa Tiffany ingin agar Quinn mengatakan dengan jujur keinginannya.
Quinn menggelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa, Mom. Aku tidak ingin apapun. Asalkan Mommy bisa bekerja sewajarnya dan segera pulang setelah menyelesaikan pekerjaan. Karena jika Mommy pulang terlambat Itu akan membuatku berpikir terlalu banyak."
Tiffany pun tak ayal terharu mendengar kata-kata Quinn. Wanita itu menutup mulutnya lantaran terkejut. Tanpa diduga ternyata Quinn sangat pintar dalam memahami situasi.
"Tapi Mommy memiliki banyak waktu untukmu. Tidak apa-apa jika sekali-kali kita juga bersenang-senang. Bukankah Setiap anak Pasti sangat ingin bersenang-senang? Apa kau berbeda dengan anak kebanyakan?" Tiffany bertanya dengan kata-kata yang menyentil sudut hati Quinn.
"Baiklah. Bagaimana kalau kita pergi ketika hari Minggu? Hari Sabtu Mommy pasti masih mengambil pekerjaan. Biasanya pekerjaan yang diambil ketika akhir pekan memiliki bayaran yang lebih tinggi dari hari biasanya. Jadi mari kita bersenang-senang ketika hari minggu tiba." Quinn berbicara sambil tersenyum.
Bocah kecil itu ingin menenangkan perasaan gelisah Tiffany. Meskipun tidak mengerti mengapa Tiffany bisa sampai gelisah dan sangat sensitif seperti ini. Pasalnya kemarin malam Quinn memilih untuk tidur terlebih dahulu.
"Sudah selesai?" tanya Tiffany.
Quinn melirik mangkuknya yang sudah kosong. Gadis kecil itu menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Tiffany pun segera membersihkan meja makan. Meskipun cat meja makan itu memudar, tapi Tiffany terlihat tidak pernah berubah. Wanita itu tetap bersikap sama seperti sebelumnya.
"Ambil tasmu. Dan kita akan berangkat sekarang." Tiffany segera membersihkan mangkok kotor itu.
"Aku sudah siap, Mom!" Quinn berseru dengan lantang. Gadis kecil itu sudah kembali di hadapan Tiffany.
"Ayo." Tiffany tetap tidak tersenyum seperti biasa. Sejenak, Quinn mematung. Ia bahkan tidak menyambut uluran tangan dari Tiffany.
"Quinn, kenapa kau melihat mommy seperti itu? Apa hari ini penampilan mommy sangat aneh?" Tiffany mencoba untuk mengingat. Jelas ia tidak menggunakan bedak yang lain. Ia juga sudah memastikan bahwa penampilannya sama seperti hari biasa.
"Apa Mommy mendapatkan masalah? Mommy semalam tidak tidur dengan nyenyak ya? Mengapa aku melihat ada kantung gelap di bawah mata Mommy?" Quinn memberondong Tiffany dengan banyak pertanyaan.
Mendengar pernyataan dari Quinn, Tiffany terkejut. Rupanya ia telah gagal dalam menyembunyikan kegelisahannya dari Quinn. Wanita itu pun menghela napas panjang.
"Ya, seharusnya aku sadar kalau Quinn sedikit berbeda dari anak kebanyakan. Sepertinya mustahil menyembunyikan masalahku padanya. Hanya saja, aku berharap Quinn tidak akan mencari tahu apa masalah yang aku hadapi. Ya, semoga saja." Tiffany membatin resah.
"Mom?" panggil Quinn tak sabar.
Tiffany tersenyum. "Bukan apa-apa. Ayo, kita pergi. Sebelum kau benar-benar terlambat karena kita terlalu banyak membuang waktu."
"Oke."
Quinn tidak banyak berbicara lagi. Gadis kecil itu mulai mengikuti langkah kaki Tiffany yang berjalan meninggalkan rumah mereka. Keduanya bergegas mencari angkutan umum untuk bisa sampai di sekolah Quinn.
Sekitar 15 menit akhirnya mereka berdua sampai di sekolah Quinn. Sedikit lebih lambat dari biasanya. Lantaran mereka berdua cukup lama mendapatkan angkutan umum.
"Quinn, ingat apa yang mommy bilang. Kau jangan pergi dari sekolah ini apapun yang terjadi. Dan kalau ada orang yang ingin mengajakmu jalan-jalan, maka abaikan saja. Siapa yang tahu mereka orang jahat. Kau ingat apa pesan mommy?" Tiffany memberikan pesan peringatan pada Quinn. Supaya gadis kecil itu waspada dengan orang-orang yang ada di sekitarnya.
"Ya, Mom. Tapi, di belakang Mommy ada orang jahat yang Mommy katakan." Quinn menunjuk seseorang yang ada di belakang Tiffany.
Sontak saja Tiffany membalikkan badannya. Kedua mata Tiffany membulat. Saat ia mengenali sosok laki-laki yang bertubuh kekar. Jelas-jelas baru saja Tiffany membahas orang jahat itu. Dante berdiri mematung tatkala ia melihat Tiffany mulai memasang waspada.
"Dante! Untuk apa lagi kau datang?" bentak Tiffany.
"Tiffany, aku datang ingin mengajakmu berbicara. Maukah kau ikut denganku sebentar? Mumpung laki-laki sialan itu tidak ada di sini. Aku tidak mabuk. Jadi, ayo kita berbicara dengan santai."
Emakmu kudu diksh paham Quinn babehmu udh jujur sampe malu loh 🤣🤣🤣🙈🙈🙈