Setan apa yang telah merasuki suamiku. Dengan teganya ia bermain dibelakangku. Terlebih didalam kamar yang sering aku dan suamiku memadu kasih.
Aku buka perlahan knop pintu itu. Dan untungnya tidak terkunci. Perlahan aku melangkah. Namun aku dikejutkan dengan dua sosok manusia yang sedang berada dalam satu selimut. Aku mendekat. Aku tarik rambut perempuan itu. Tak peduli ia merasakan kesakitan atas perlakuanku.
Dan sejak saat itu. Aku Ajeng Shafanina akan membalaskan atas luka yang mereka torehkan kedalam hatiku. Dan aku akan buktikan bahwa aku pun bisa tanpanya. Tanpa seorang Yudha Mahardika, suami yang tak tau diri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faza Nihaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kepanikan Yudha
Yudha kembali ke kantor dan masih menduduki kursi CEO.
Ia kali ini akan memberikan yang terbaik untuk perusahaan itu supaya dapat kepercayaan lagi dari sahabatnya.
Setelah usai mengerjakan beberapa berkas, tepat di jam makan siang, ia menemui Pak Herman selaku bendahara di perusahaan itu.
Herman sudah menunggu kedatangan Yudha di ruangan miliknya.
"Cepetan masuk." titah Herman saat Yudha terlihat membukakan pintu.
Yudha pun masuk dan langsung menutup pintunya, namun Abian melihatnya dan ia segera mendekat ke arah pintu itu.
"Ngapain Yudha masuk ke ruangan Herman?" Apa Herman juga terlibat? Kalau iya, kenapa sekarang dikantor ini banyak sekali yang berkhianat." gumam Abian.
"Aku harus lakukan sesuatu." Abian pun mengetuk pintu itu dan langsung dibuka oleh Herman.
"Pak Abian." sapa Herman sambil mengangguk sopan. "Mari silakan masuk." titahnya.
"Abian pun masuk dan menoleh ke arah kiri.
"Lho, ada kamu juga disini?" tanya Abian. Dan Yudha tersenyum sambil mendekat kearah Abian.
"Aku kesini karena ingin meminta berkas- berkas hasil pengeluaran dan pendapatan bulan-bulan yang telah lalu." papar Abian, membuat Yudha dilanda kecemasan. Begitu juga Herman.
Selang beberapa menit, Herman tak juga mengambilnya.
"Kenapa kamu diam saja? Berkas itu masih ada kan?" tanya Abian menoleh pada Herman.
"Ad,,, ada Pak, sebentar saya ambilkan dulu." kata Herman.
Setelah mengambil berkas-berkas yang diminta, Herman pun dengan segera memberikannya pada Abian.
"Permisi." kata Abian yang langsung keluar dari ruangan itu sambil membawa berkas yang ia minta.
"Mampus kita." ujar Herman sambil duduk dengan lemas.
"Kenapa sekarang jadi begini sih? Padahal aku sangat percaya sama kamu." omel Yudha.
"Aku juga gak tau kenapa Pak Abian bisa tau." jawab Herman.
"Itu karena kecerobohan kamu sendiri." timpal Yudha.
"Kenapa harus aku yang selalu di salahkan? Sementara kamu adalah dalang dari semuanya. Kalau saja kamu tak meminta aku melakukan kecurangan, maka aku pun tak akan terseret kasus seperti ini." papar Herman tak terima karena terus dipojokkan.
"Arrghhhh." Yudha mengacak rambutnya dengan kasar, sambil mengepalkan tangannya.
"Sudahlah, untuk apa kita saling menyalahkan, lebih baik kita pasrah saja karena memang kita bersalah." ujar Herman yang mendapat tatapan tajam dari Yudha.
"Pasrah kamu bilang? Semudah itu? No! Aku tidak mau hidup di penjara. Apa kata orang nanti, seorang Yudha Mahardika yang duduk di kursi CEO harus mendekam didalam penjara. Sekali lagi No! Aku tidak mau." papar Yudha sambil melangkah ke arah jendela. "Atau." ucap Yudha lalu menoleh ke belakang.
"Atau?" tanya Herman penasaran.
"Hanya kamu yang terlibat, kita bisa membuat sabotase dan hanya kamu yang akan terlibat. Dan jika kamu dipenjara, aku akan berusaha membebaskan kamu dengan meminta bantuan para pengacara. Aku jamin pasti akan berhasil." kata Yudha sambil tersenyum.
"Kamu gila? Hah? Setelah apa yang sudah aku lakukan untuk kamu? Kamu berbuat seperti itu padaku?" Herman menggelengkan kepalanya.
"Tapi kamu menikmatinya kan?" tanya Yudha.
"Aku gak nyangka kamu akan sejahat itu Yudha. Pantesan Ajeng langsung meninggalkan kamu. Karena memang kamu orang yang gak tahu diri." cecar Herman.
"Jangan bawa-bawa masalah rumahtanggaku" bentak Yudha.
"Kenapa? Karena memang itu kan kenyataannya?" mata Herman melotot dan rahangnya mengeras.
"Kamu berani sama aku?" Yudha tak kalah tajam juga tatapannya.
"Kenapa harus takut? Katakan, apa alasanku harus takut pada lelaki sepertimu." bentak Herman.
Namun Yudha langsung melayangkan tinjunya tepat di samping mulut Herman sehingga sedikit mengeluarkan darah.
Herman pun mengusap bagian yang terkena pukulan lalu iya lihat ada darah di jari telunjuknya.
"Kurang ajar." kata Herman dan langsung membalas pukulan itu tepat mengenai hidung Yudha.
Sehingga perkelahianpun tak terelakkan. Setelah sekian menit. Darman dan Dibyo pun membuka pintu itu dan terkejut melihat dua lelaki yang sedang berkelahi tersebut.
Dua satpam itu pun memisahkan mereka berdua.
"Apa yang kalian lakukan? Kenapa berkelahi disini? Kalau ingin berkelahi sana diluar jangan disini." omel Darman.
Sementara itu Yudha dan Herman sambil memegang bagian tubuhnya yang terkena pukulan dengan napas tersengal-sengal.
"Saya kesini ada tugas dari Pak Abian, kalau kalian berdua ditunggu diruangannya sekarang juga." papar Darman membuat Yudha dan Herman kaget seketika. Kenapa secepat itu.
Sementara itu Ajeng dan Luthfan berbincang mengenai rancangan baju yang diberikan customer. Karena ada customer yang memesan sesuai keinginannya, dan Ajeng tentu meminta bantuan pada Luthfan karena ia belum begitu mahir dan masih tahap belajar.
Meskipun begitu. Ajeng selalu belajar membuat pola baju untuknya ataupun untuk putrinya dan kemudian dibuat dengan tangan sendiri.
Hasna tiba-tiba datang. Dan melihat mereka berdua tengah berbicara serius.
"Semoga niatku benar menjodohkan kalian berdua." gumamnya sambil tersenyum.
Setelah usai. Ajeng dan Luthfan baru menyadari ada Hasna disana.
"Hasna." sapa Ajeng menoleh. "Sejak kapan kamu ada disitu?"
"Sejak dari tadi. Uppss." jawab Hasna sambil kedua tangannya menutup mulutnya.
"Ehh suka nguping ya sekarang." kekeh Ajeng berdiri dan mendekat ke arah Hasna. "Ayo duduk." titah Ajeng.
Mereka berdua pun duduk dihadapan Luthfan.
"Pak designer sehat?" sapa Hasna sambil mengulurkan tangan kanannya.
"Alhamdulillaahh sehat." jawab Luthfan dengan membalas uluran tangan Hasna.
"Sudah cukup kan?" tanya Luthfan menoleh pada Ajeng. "Kalau begitu aku pamit ya."
"Buru-buru banget, aku kayak pengganggu nih jadinya." canda Hasna.
"Kok ngomong gitu sih Na? Ya nggak lah." jawab Ajeng.
"Ajeng benar, karena saya juga ada urusan lain." kata Luthfan.
Akhirnya Luthfan pun berpamitan pada mereka berdua. Lalu melangkah keluar.
"Kamu kenapa Na? Aku lihat dari tadi wajahmu kelihatan beda gak seperti biasanya." tanya Ajeng menatap wajah sahabatnya.
"Masa sih? Perasaan biasa aja deh."
"Beneran, kamu seperti tengah merasakan ... Jatuh cinta." ujar Ajeng.
"Entahlah, karena memang akhir-akhir ini aku sering kepikiran pada lelaki yang gak sengaja bertemu dengannya." jelas Hasna sambil membayangkan pertemuan pertamanya dengan Abian.
"Serius? Siapa namanya?" tanya Ajeng antusias.
"Nah ... Sayangnya aku gak tau siapa dia. Tapi yang pasti kita bertemu di kantor mantan suami kamu saat aku mengantar barang pesanan kesana." papar Hasna.
"Wahh siapa ya? Karena aku juga gak tau banyak tentang para karyawan disana." jawab Ajeng.
"Sepertinya dia bukan seorang karyawan, dia seperti orang yang sangat penting."
"Duuhh aku jadi penasaran nih siapa orang itu."
"Do'akan saja aku bisa berjodoh dengannya." kata Hasna tersenyum.
"Aamiiin." jawab Ajeng.
'Siapa ya lelaki itu? Apa dia Herman? Atau Ghaisan?' ucap Ajeng dalam hati. Ia tak ingat sedikitpun pada Abian.
y nma jua lg kesel y bu..
nasib yudha jd apes setelah pisah sma
istri ...
kmu lambat..quien jua suka sma kmu ..
bersukur sdh lepas dri suami mu...