Ini novel klasik, ya ...
"Puncak ilmu pedang tertinggi itu bukan terletak ketika kau bisa membelah rambut menjadi tujuh bagian tanpa banyak bergerak. Melainkan terletak saat kau bisa menyatu bersama dengan pedang itu sendiri. Pedang adalah aku, dan aku adalah pedang,"
###
Novel ini menceritakan tentang perjalanan seorang pemuda yang merupakan anak dari pendekar tersohor dalam dunia persilatan.
Pemuda yang dimaksud itu bernama Zhang Fei. Ia adalah anak tunggal dari Zhang Xin. Dalam dunia persilatan, ia mempunyai julukan si Pedang Kilat. Alasan kenapa Zhang Xin diberi julukan seperti itu, tak lain adalah karena ilmu pedangnya sudah mencapai tahap yang sangat tinggi.
Menurut kabar yang tersiar, kalau pedangnya sudah bergerak, maka kecepatannya bisa lebih cepat daripada sambaran kilat.
Sayang sekali, si Pedang Kilat bersama isterinya harus tewas dalam sebuah pertarungan sengit yang melibatkan banyak tokoh-tokoh besar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nnot Senssei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tujuh Jurus Pedang Dewa dan Pedang Raja Dewa
Ternyata pemuda tampan yang sudah melakukan pembantaian kepada anggota Partai Panji Hitam itu tak lain adalah Zhang Fei. Anak dari si Pedang Kilat Zhang Xin.
Siapa sangka, dalam waktu lima tahun saja, ia sudah menjelma menjadi pendekar muda dengan kemampuan sangat tinggi. Ilmu pedangnya tidak boleh diremehkan lagi.
Perlu diketahui, selama lima tahun belakangan ini, Lima Siluman Tanpa Ampun telah melatih Zhang Fei dengan sungguh-sungguh.
Setiap hari, mereka selalu mendidik anak itu dengan didikan keras dan tidak main-main. Dari pagi sampai malam hari, ia tidak diberi waktu untuk istirahat. Kecuali hanya sedikit.
Hal itu dilakukan bukan karena Lima Siluman Tanpa Ampun tega atau tidak mempunyai belas kasihan, melainkan karena demi kebaikan Zhang Fei sendiri.
Mereka sengaja mendidiknya dengan keras. Dengan tujuan agar nantinya, ia bisa terbiasa menghadapi kehidupan yang jauh lebih keras ini.
Alhasil, usaha yang mereka lakukan selama lima tahun pun tidak sia-sia. Zhang Fei telah tumbuh menjadi pendekar muda pilih tanding.
Di usianya yang baru dua puluh tahun, ternyata ia sudah mampu menguasai ilmu pedang yang luar biasa.
Asal tahu saja, dulu, kotak kayu yang dibawa oleh si Telapak Tangan Kematian itu tak lain berisikan sebuah kitab dan juga satu batang pedang pusaka.
Keduanya sudah berpasangan sehingga tidak bisa dipisahkan.
Isi dari kitab itu merupakan rangkaian dari Tujuh Jurus Pedang Dewa. Sedangkan pedangnya sendiri bernama Pedang Raja Dewa!
Pasangan benda pusaka itu, konon dulunya digunakan oleh leluhur Keluarga Zhang yang telah menjelma menjadi seorang Dewa Pedang.
Menurut catatan dari kitab tersebut, si pemilik telah mencapai puncak dari ilmu pedang. Ia telah berhasil menyatu dengan pedangnya, sehingga di kolong langit sudah tidak ada tandingan lagi.
Dari catatan cerita itu saja, siapa pun sudah bisa membayangkan betapa hebat dan tingginya ilmu pedang orang tersebut.
Zhang Fei sendiri tidak tahu siapakah nama leluhurnya yang telah berhasil mencapai tahap Dewa Pedang tersebut.
Hanya saja, diam-diam dia sudah bersumpah kepada diri sendiri. Suatu saat nanti, ia yakin bisa lebih hebat dari leluhurnya tersebut.
Selama lima tahun itu, ia terus berlatih ilmu pedang tanpa mengenal kata lelah. Bahkan selama itu pula, dia tidak pernah pergi ke dunia ramai.
Yang melakukan dan menyiapkan semua kebutuhan pokoknya adalah Lima Siluman Tanpa Ampun.
Mereka membagi tugasnya masing-masing. Contohnya, yang satu bertugas untuk menyiapkan makan, yang satu bertugas melatih Zhang Fei. Begitu seterusnya sampai lima tahun pun telah berlalu.
Selama waktu itu, banyak perubahan yang terjadi di antara enam orang tersebut. Yang mengalami perubahan total bukan hanya Zhang Fei saja.
Malah Lima Siluman Tanpa Ampun, secara resmi juga telah mengubah haluan mereka. Yang tadinya memilih berada di aliran hitam, sekarang telah berada di aliran putih.
Karenanya, orang-orang itu juga sudah mengubah sebutan mereka. Sekarang tidak ada lagi Lima Siluman Tanpa Ampun. Yang ada adalah Lima Malaikat Putih.
Perubahan seperti itu sebenarnya bisa terjadi kepada siapa saja. Karena di dalam hidup, setiap manusia mempunyai hak untuk berubah. Setiap manusia juga berhak memilih jalan hidupnya masing-masing.
Setelah dirasa bekalnya cukup, Lima Siluman Tanpa Ampun akhirnya memutuskan untuk kembali ke dunia ramai bersama Zhang Fei yang telah diangkat menjadi murid.
Sayangnya, betapa terkejutnya guru dan murid itu ketika mereka mengetahui bagaimana kondisi negeri Tionggoan saat ini.
Semua yang mereka saksikan dan rasakan pada saat lima tahun silam, sekarang sudah tidak ada lagi.
Kekecewaan dan kesedihan menyelimuti benak mereka. Hanya saja, orang-orang tersebut tidak mau memperlihatkan itu semua.
Justru karena hal itu, mereka sudah bertekad untuk mengembalikan kedamaian dan ketenteraman yang dulu menyelimuti negerinya.
Maka dari itu, begitu turun gunung, guru dan murid tersebut memutuskan untuk berpencar dan akan bertemu dalam waktu satu bulan berikutnya.
Kalau dihitung, sekarang Zhang Fei dan Lima Malaikat Putih baru seminggu turun gunung. Siapa nyana, baru sebentar saja, ternyata mereka sudah terlibat dalam pertempuran dan masalah yang tidak berujung pangkal.
Seperti sekarang contohnya!
Zhang Fei pun tidak mengira kalau ia akan bertemu dengan anggota Partai Panji Hitam secepat ini.
Sementara itu, suasana di halaman Perguruan Sabuk Biru masih hening. Orang-orang yang masih hidup, sekarang sama-sama membungkam mulutnya.
"Heh, gendut. Di mana markas cabang Partai Panji Hitam yang terdapat di kota kecil ini?" tanya Zhang Fei setelah ia terdiam cukup lama.
Si gendut yang dimaksud tentunya adalah pemimpin tadi. Betapa marah dan panas hatinya ketika ia mendengar panggilan kurang ajar itu.
Hanya saja, karena sekarang dia sudah tahu betapa tingginya ilmu Zhang Fei, mau tak mau ia harus bisa menahan dirinya.
"Untuk apa kau menanyakan hal ini?" ia bertanya balik.
Walaupun ada rasa takut di hatinya, tapi sebagai seorang pemimpin rombongan, dia pun harus tetap bisa menjaga wibawanya.
"Aku akan berkunjung ke sana," jawab Zhang Fei tanpa tedeng aling-aling.
"Kau belum pantas untuk tahu di mana markas cabang kami," jawabnya seraya tersenyum dingin.
"Hemm. Sepertinya kau sudah bosan hidup," tukas pemuda itu seraya memandang tajam.
"Jangan sombong, anak muda. Kau mungkin bisa mengalahkan anak buahku, tapi belum tentu sanggup membunuhku,"
"Kau ingin mencobanya?"
"Kenapa tidak? Bukankah sudah aku katakan, bahwa aku ingin merobek mulut busukmu itu?"
"Baik. Cabut golokmu,"
Zhang Fei sudah tidak bisa menahan diri. Apalagi pihak lawan sudah menantangnya secara terang-terangan.
Bagaimanapun juga, sifat berangasan kelima gurunya, secara tidak langsung telah menempel di dalam dirinya sendiri.
Sringg!!!
Golok yang panjang dan besar sudah dicabut. Kilauan senjata itu merona di bawah pancaran sinar mentari pagi.
Setelah melakukan persiapan untuk sesaat, pemimpin itu langsung melancarkan serangan pertamanya.
Ia melompat ke depan seraya memberikan bacokan golok yang mengincar ke semua titik.
Zhang Fei masih berdiri dengan tenang. Walaupun serangan lawan bisa dibilang berbahaya, tapi kalau bagi dia sendiri, hal itu masih belum cukup.
Trangg!!!
Adu senjata terjadi. Disusul kemudian dengan serangan balasan yang diberikan oleh anak muda itu.
Ia mulai menyerang tanpa henti. Pertarungan sengit dalam pertarungan langsung tercipta. Namun hal itu hanya mampu berjalan beberapa saat saja.
Karena ternyata, si gendut tidak jauh berbeda dengan anak buahnya. Ilmu yang ia kuasai masih terhitung kelas rendah. Bahkan mungkin hampir setara dengan anak buahnya sendiri.
Yang membuatnya bernyali, tak lain adalah karena jabatan yang disandang olehnya.
Bayangkan saja, hanya dalam waktu delapan jurus, Zhang Fei bahkan sudah bisa mengalahkan pemimpin gendut itu dengan telak.
Golok besar miliknya patah menjadi dua bagian. Sedangkan dia sendiri sekarang sedang terduduk di tanah dengan keadaan lemas tak bertenaga.
"Di mana markas cabangmu?" tanya anak muda itu lagi.
Seraya berkata demikian, ia juga menodongkan pedangnya tepat di depan leher.
tidak asik...
sebut saja netral gitu thor
wkwkwk
ceritanya gak menarik lagi
klo sama pendekar yg baru turun gunung aja udah keok, pantasnya hanya berpangkat komandan