Cantik, cerdas dan mandiri. Itulah gambaran seorang Amara, gadis yang telah menjadi yatim piatu sejak kecil. Amara yang seorang perawat harus dihadapkan pada seorang pria tempramental dan gangguan kejiwaan akibat kecelakaan yang menimpanya.
Sanggupkah Amara menghadapi pria itu? Bagaimanakah cara Amara merawatnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SHIRLI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Balas dendam
"Astagfirullah! Apa yang telah kulakukan?" Dimas terlonjak terkejut. Ia sontak menarik dari dari tubuh Amara hingga terduduk di ranjang. Matanya pun terarah pada jarum suntik yang masih ia pegang. Entah mengapa ia merasa ngilu oleh benda itu, hingga seketika melemparnya ke sembarang arah dengan ekspresi jijik.
Dimas mendesah pelan lalu mengurut kepalanya yang kini terasa normal, seolah-olah sebelumnya tak terjadi apa-apa. Padahal sebelumnya ia merasa seperti benda berat tak kasat mata bertubi-tubi mengajar kepalanya. Dan sekarang mendadak hilang dengan sendirinya. Benar-benar membingungkan.
Meskipun sudah mulai terbiasa, tapi tetap saja hal ini membuatnya frustasi. Dimas benar-benar merasa lelah. Ia benar-benar benci situasi semacam ini.
Ia lantas mendongak dan sejenak memejamkan mata. Berusaha membuang perasaan tak nyaman yang merasuki pikiran. Tangannya bergerak mengusap wajahnya dengan kasar. Sesaat kemudian ia tersentak kala menyadari jika Amara masih terbaring di sana.
Dimas beringsut mendekati Amara. Ia terdiam selagi memindai secara keseluruhan tubuh yang tergeletak tanpa daya itu dengan seksama. Wajah yang tampak lelah itu terlelap dalam tidur dengan kening yang masih berkerut. Seolah-olah menyimpan rasa cemas yang teramat, dibalik sikap tenang serta senyum manis yang selalu tersungging dari bibir ranumnya.
Entah mengapa batinnya trenyuh. Tiba-tiba Dimas merasakan sesal yang dalam menatap wajah polos tanpa dosa itu lunglai akibat ulahnya. Namun bagaimanapun juga ia hanya manusia biasa yang tak luput dari salah dan dosa. Seperti hal nya dengan kejadian ini, semuanya terjadi begitu saja di luar kendalinya.
Naluri Dimas hanya berupaya menyelamatkan dirinya dari dari ancaman suntikan paksa yang selalu Amara berikan untuk membuatnya hilang kesadaran. Dimas sangat membenci hal itu. Ia tak menyukai tubuh berlama-lama terbaring di aras ranjang tanpa melakukan apa-apa.
Dimas mengangkat kedua telapak tangannya hingga setinggi dada dan memperhatikannya secara bergantian. Tangan yang telah ia pergunakan untuk menyakiti seorang gadis tanpa belas kasihan hingga berulang-ulang.
Dimas bahkan bisa mengingat dengan jelas pernah menggigit tangan Amara, meremas lengannya, mencakar bahkan memukul. Andai saja gadis itu tak berhasil menghindar, mungkin kepalanya sudah berkali-kali terluka akibat ia selalu refleks melemparkan benda. Dengan tangan ini pula ia telah merusakkan banyak barang, memecahkan peralatan makan serta apapun yang berada di dekatnya.
Tangan yang dulu bahkan selalu ia pergunakan dengan kelembutan kini tiba-tiba bergerak sendiri tanpa terkendali menyakiti siapapun yang berada di dekatnya. Yang mencoba mengusik ketenangan dalam kesunyiannya yang nyaman.
Namun saat kembali teringat akan Amara yang tiba-tiba datang merusak suasana hatinya. Berada di sisi dan mengganggu ketentramannya. Memaksanya menerima keberadaan gadis itu.
Amara telah memaksanya menelan obat pahit yang tidak ia suka. Melarangnya melakukan hal yang ia suka dengan menyuntikkan obat penenang secara paksa, membuat Dimas hanya bisa tergolek tak berdaya dalam tidur tanpa bisa melakukan apa-apa. Hal itu membuatnya merasa kesal hingga menaruh rasa dendam dan menimbulkan rasa benci dihatinya begitu dalam.
Seringai meremehkan muncul dari sudut bibir Dimas manakala dirinya merasa menang. Ibarat senjata yang memakan tuannya, Amara pun tumbang oleh obat yang dia racik sendiri. Gadis itu benar-benar pasrah tanpa perlawanan jika saja Dimas berkeinginan melakukan apapun terhadapnya.
Sungguh dengan keadaannya yang seperti ini Dimas bebas melakukan apapun terhadap Amara seperti yang ia inginkan selama ini. Dalam diamnya ternyata Dimas mengatur siasat balas dendam. Dan hal itu sungguh tak terbaca oleh Amara.
Akan tetapi, lagi-lagi Dimas tak kuasa melancarkan aksi balas dendamnya. Hatinya melembut seketika menatap wajah sesejuk embun di pagi hari itu tenggelam dalam tidurnya yang nyaman.
Rasa iba kembali bergemuruh di dada. Meronta-ronta dan meneriakkan alarm peringatan untuk tidak menyentuhnya.
* * *
Tubuh ramping di bawah selimut yang semalaman terpejam itu mulai menunjukkan pergerakannya. Menggeliat untuk merentangkan otot-otot tubuh yang kaku. Bergolek ke kanan dan ke kiri sambil memeluk bantal guling yang berada di sisi. Ia sudah terjaga, tapi matanya masih terasa berat untuk terbuka.
Tapi suara adzan yang berkumandang memaksa gadis itu untuk bangun seperti biasa. Mengingat kewajiban yang harus ia dirikan, serta tanggung jawab besar yang ia pikul di pundak.
Amara mengerjap untuk menyesuaikan cahaya yang menerobos masuk menyapa manik hitamnya yang masih ngantuk. Tangannya bergerak menutup mulutnya yang ternganga lebar saat menguap. Menatap langit-langit kamar yang berbeda, ia mengedarkan pandangan ke sekeliling dan mengamati setiap sudut ruangan yang dirasa familiar olehnya. Ada yang salah di sini. Ini bukan kamarnya.
Apa! Aku d**i mana! Terperanjat, tubuh Amara melenting bangun dari pembaringan. Matanya sibuk memperhatikan sekitar. Desain ruangan serta ranjang yang sedang ia tempati. Jelas sekali ini bukan sprei yang terpasang di ranjangnya kemarin.
Ia suka motif bunga-bunga yang cantik. Tapi mengapa berubah menjadi gambar harimau yang menunjukkan taring? Lalu di mana sprei motif bunga-bungaku?
Berusaha mengingat-ingat, pikirannya pun melompat kembali pada pada kejadian semalam, dimana Dimas berhasil menyuntikkan obat penenang itu pada tubuhnya.
Amara terperanjat dan langsung membungkam mulutnya yang ternganga. Jika semalaman aku tertidur di sini, lantas apa yang telah terjadi pada ku selama aku tak sadarkan diri? batin Amara bertanya-tanya cemas. Ia kemudian menundukkan kepala, mengamati dirinya sendiri yang masih lengkap dengan balutan seragam perawatnya seperti kemarin lengkap dengan jilbab. Itu membuatnya bernapas lega.
"Sudah bangun, lo!"
Bersambung
kasih bonus dong 😘😘😘
😨😨