NovelToon NovelToon
REINKARNASI BERANDALAN

REINKARNASI BERANDALAN

Status: tamat
Genre:Kebangkitan pecundang / Action / Time Travel / Romansa / Reinkarnasi / Mengubah Takdir / Tamat
Popularitas:266
Nilai: 5
Nama Author: andremnm

Arya Satria (30), seorang pecundang yang hidup dalam penyesalan, mendapati dirinya didorong jatuh dari atap oleh anggota sindikat kriminal brutal bernama Naga Hitam (NH). Saat kematian di depan mata, ia justru "melompat waktu" kembali ke tubuh remajanya, 12 tahun yang lalu. Arya kembali ke titik waktu genting: enam bulan sebelum Maya, cinta pertamanya, tewas dalam insiden kebakaran yang ternyata adalah pembunuhan terencana NH. Demi mengubah takdir tragis itu, Arya harus berjuang sebagai Reinkarnasi Berandalan. Ia harus menggunakan pengetahuan dewasanya untuk naik ke puncak geng SMA lokal, Garis Depan, menghadapi pertarungan brutal, pengkhianatan dari dalam, dan memutus rantai kekuasaan Naga Hitam di masa lalu. Ini adalah kesempatan kedua Arya. Mampukah ia, sang pengecut di masa depan, menjadi pahlawan di masa lalu, dan menyelamatkan Maya sebelum detik terakhirnya tiba?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon andremnm, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 26. balapan menuju kota serang...

Lokomotif Tua itu meraung, melaju dengan kecepatan maksimal yang diizinkan oleh rel yang lapuk. Setelah mengisi bahan bakar di Stasiun Tiga, Dion mendorong tuas throttle ke batas, mengabaikan getaran dan derit roda yang mengancam. Mereka tidak punya pilihan; setiap detik yang terbuang berarti peluang Arya untuk bertahan hidup berkurang.

Dion: (Berteriak di tengah kebisingan, matanya fokus pada rel di depan) "Kita mencapai kecepatan 60 kilometer per jam, Maya! Relnya tidak akan bertahan! Kita harus melambat!"

Maya: (Berlutut di samping Arya, wajahnya pucat karena kekhawatiran) "Tidak, Dion! Terus! Arya tidak merespons suntikan pereda nyeri! Dia butuh rumah sakit! Kita harus mencapai Serang dalam waktu kurang dari dua jam!"

Arya terbaring dalam keadaan koma, tubuhnya gemetar hebat karena demam. Maya telah menuangkan sisa air minum ke kain dan mengompres dahi dan leher Arya, upaya sia-sia untuk menurunkan suhu tubuhnya.

Maya:"Dion, aku tidak tahu banyak tentang medis, tapi demam ini bisa membunuh sel otaknya. Dia harus segera mendapatkan penanganan. Jangan khawatirkan relnya. Khawatirkan napas Arya."

Dion melihat ke belakang, melihat ekspresi putus asa Maya. Ia kembali fokus pada rel. Ia tahu ia harus menggunakan kecerdasannya, bukan hanya nalurinya.

Dion: "Baik. Aku akan memecahkan masalah ini secara teknis! Maya, berikan aku semua minyak pelumas yang tersisa! Aku akan menuangkannya ke rel yang bengkok di depan kita! Itu akan mengurangi gesekan dan risiko tergelincir!"

Maya segera memberikan botol minyak yang mereka gunakan sebelumnya. Dion, dengan risiko besar, membuka jendela kabin dan dengan hati-hati menuangkan minyak itu ke rel yang melaju di bawah mereka.

Dion: "Itu akan membeli kita beberapa menit kecepatan lagi! Tapi kita harus memikirkan pintu masuk ke Kota Serang! Jika kita masuk melalui jalur kereta utama, Naga Hitam akan menunggu di sana!"

Arya: (Gumam lemah, berhalusinasi) "Jalur... pengalihan... ke pelabuhan... Serang... Dermaga Beta-7... kuncinya... kotak... perak..."

Maya: "Pelabuhan Serang! Tentu saja! Komandan Jaya tidak akan mengira kita mengambil jalur pelabuhan! Dion, apakah ada jalur kereta yang bercabang menuju pelabuhan di peta itu?"

Dion merobek peta tua itu dan membentangkannya.

Dion: "Ya! Ada! Jalur kereta lama menuju pelabuhan yang hanya digunakan untuk kargo! Tapi itu ada di tikungan terakhir sebelum Serang. Dan itu tidak terlihat di peta resmi modern. Ini adalah jalur yang Arya kenal!"

Maya: "Bagus! Kita gunakan itu! Tapi bagaimana cara mengaktifkan sakelar relnya?"

Dion: "Rel itu pasti dikunci secara manual. Kita harus melompat dari kereta yang bergerak, mengaktifkan sakelar rel, dan melompat kembali! Aku akan melakukannya!"

Maya: "Tidak! Aku yang akan melompat. Aku lebih ringan dan lebih cepat. Kau harus menjaga kereta dan Arya. Aku akan mengaktifkan relnya!"

Maya kembali ke Arya. Ia meremas tangan Arya.

Maya: "Kita hampir sampai, Arya. Tinggal satu manuver terakhir. Kita akan sampai di Serang."

Saat ia menyentuh dahi Arya, ia merasakan sesuatu yang dingin dan logam di bawah jaket Arya.

Maya membuka jaket Arya yang basah oleh keringat. Di bawah kemejanya, Arya menggunakan pita perekat untuk menahan sesuatu: sebuah kotak perak kecil dengan tombol merah.

Maya: "Apa ini? Kotak perak..."

Itu adalah kotak perak yang Arya sebutkan dalam halusinasi terakhirnya!

Dion: (Berteriak) "Maya! Jangan sentuh tombol itu! Itu terlihat seperti... detonator atau beacon darurat!"

Maya: (Mengambil kotak itu, to the point) "Arya bilang Dermaga Beta-7, kunci kotak perak. Ini pasti kuncinya! Tapi tombol ini..."

Maya melihat ke luar. Garis cakrawala mulai menunjukkan bayangan kota. Serang sudah dekat.

Dion: "Aku melihat tikungan terakhir, Maya! Sakelar rel pelabuhan ada di sana! Bersiaplah melompat!"

Mereka tidak punya waktu untuk memikirkan fungsi kotak perak itu. Mereka hanya harus mencapai Dermaga Beta-7.

Lokomotif Hantu itu melaju kencang, decitan logamnya memecah keheningan fajar. Dion berjuang di ruang masinis, matanya terpaku pada rel yang kabur.

Dion: (Berteriak) "Aku melihatnya! Tikungan terakhir! Sakelar rel ada di sana, di sisi kiri! Terlihat berkarat parah! Maya, bersiaplah!"

Maya: (Mengikat kotak perak misterius itu erat-erat ke sabuknya) "Aku tidak peduli seberapa berkaratnya. Aku akan membukanya. Dion, perlambat kereta sebisamu, tapi jangan sampai berhenti! Jika kita berhenti, kita tidak akan pernah bisa bergerak lagi!"

Dion: "Remnya hampir tidak berfungsi! Aku akan mencoba membalikkan thrust mesin dieselnya sedikit! Bersiaplah untuk guncangan!"

Lokomotif itu berdecit hebat, melambat dari 60 km/jam menjadi 20 km/jam yang masih sangat berbahaya. Getarannya begitu kuat hingga membuat Arya mengerang lemah di lantai.

Maya: (Menatap Arya yang terbaring) "Aku akan kembali, Arya. Bertahanlah."

Dion: "Sekarang, Maya! Lompat!"

Maya melompat dari kabin lokomotif yang bergerak. Dia mendarat dengan keras di kerikil dan rumput liar di samping rel. Bahunya terbentur tanah, dan rasa sakit yang tajam menusuknya, tapi dia mengabaikannya. Dia berguling dan segera bangkit.

Maya: (Berlari ke tuas) "Dion! Terus bergerak pelan! Jangan berhenti!"

Dia mencapai tuas sakelar rel. Itu adalah tuas besi besar yang tertanam di beton, tertutup karat tebal dan lumut yang mengeras selama puluhan tahun.

Maya: "Ini macet!"

Dia menarik dengan seluruh kekuatannya. Tuas itu tidak bergerak satu sentimeter pun.

Di dalam kabin, Dion mati-matian menjaga lokomotif agar bergerak sangat pelan, hampir merayap, tetapi tidak berhenti.

Dion: (Melihat Maya berjuang dari kabin) "Apa maksudmu macet?! Arya bilang kuncinya ada di lokomotif!"

Maya: (Melihat tuas) "Bukan kunci mekanis! Ini macet karena karat! Aku butuh pengungkit!"

Maya melihat sekeliling. Tidak ada apa-apa selain batu. Dia menggunakan pisau serbaguna yang diberikan Surya, mencoba mencongkel karat di celah tuas, tetapi itu sia-sia.

Lokomotif sudah hampir melewatinya.

Dion: (Panik) "Maya! Kita kehabisan waktu! Aku tidak bisa memperlambat lagi! Di belakangku, aku melihat debu di kejauhan! Mereka mungkin mengejar kita dengan kendaraan darat!"

Kepanikan memberi Maya ide gila. Dia melihat senapan tua Surya yang tergantung di bahunya.

Maya: (Berteriak) "Dion! Mundur sedikit! Beri aku ruang!"

Dion: "Aku tidak bisa mundur! Aku hanya bisa maju!"

Maya: "Baiklah!"

Maya mengarahkan senapan itu ke mekanisme engsel tuas.

Maya: Maafkan aku, Surya. Aku butuh ini.

DOR!

Maya menembak tepat ke engsel yang berkarat. Suara tembakan itu memecah keheningan. Tembakan itu menghancurkan sebagian karat yang mengunci, tetapi tuas itu masih diam.

Dion: "Maya! Kereta sudah di ujung!"

Maya berteriak frustrasi. Dia membuang senapan itu, dan dengan sisa kekuatan terakhir, dia menendang tuas itu dengan kakinya.

KRAAAKK!

Suara logam yang patah dan berkarat terdengar. Tuas itu bergerak! Rel di depan mereka bergeser dengan suara memekakkan telinga, membuka jalur tersembunyi menuju pelabuhan yang ditumbuhi rumput liar.

Dion: "Berhasil! Kereta harus bergerak! Maya! Lari!"

Dion mulai menambah kecepatan lokomotif. Maya berlari di samping rel yang tidak rata, mengejar kabin yang bergerak.

Maya: "Aku tidak bisa mengejarmu!"

Dion: "Kau harus! Lompat!"

Dion menjulurkan tangannya. Maya melompat, meraih tangan Dion. Dia terayun, kakinya hampir tersangkut di bawah roda, tapi Dion menariknya dengan kekuatan putus asa.

Maya terlempar ke lantai kabin, terengah-engah dan berlumuran lumpur. Lokomotif itu kini sepenuhnya berada di jalur baru, tersembunyi oleh gudang-gudang tua pelabuhan.

Dion: (Terengah-engah) "Kita... berhasil."

Maya tidak menjawab. Dia langsung merangkak ke Arya.

Maya: "Arya! Arya! Kita berhasil!"

Arya tidak merespons. Napasnya sangat dangkal.

Maya: (Menekan dadanya pelan) "Bernapaslah! Kumohon, bernapas!"

Arya batuk dengan keras, mengeluarkan napas yang tersengal-sengal. Dia masih hidup, tetapi nyaris.

Dion: (Menunjuk ke depan, melalui semak belukar) "Maya. Lihat. Dermaga Beta-7. Kita sampai."

Di depan mereka, jalur rel itu berakhir di sebuah dermaga tua yang hancur, menghadap ke laut lepas.

SKREEEEEETCH!

Lokomotif Tua itu berhenti dengan derit logam yang memekakkan telinga. Roda-rodanya terkunci di ujung rel yang buntu, tepat di tepi Dermaga Beta-7. Di depan mereka, lautan luas terbentang, diselimuti kabut pagi yang tipis. Dermaga itu sendiri sepi—hanya ada tumpukan peti kargo berkarat, gudang-gudang kosong yang lapuk, dan bau garam serta ikan mati.

Dion: (Melihat sekeliling, putus asa) "Kita berhasil. Kita di dermaga. Tapi... di sini tidak ada apa-apa, Maya! Hanya gudang tua dan laut! Di mana kontaknya?"

Maya: (Segera berlutut di samping Arya, napasnya tersengal) "Dia tidak punya waktu! Dion, kita harus membawanya keluar dari sini! Di mana kontaknya? Arya bilang ada kontak!"

Arya terbaring diam, wajahnya pucat pasi di bawah lapisan keringat dan kotoran. Napasnya nyaris tak terdengar.

Dion: "Kontaknya... Arya bilang... 'Dermaga Beta-7... kuncinya... kotak... perak'..."

Mata Dion tertuju pada kotak perak kecil yang masih terikat erat di sabuk Maya, yang dia ambil dari Arya.

Dion: "Itu dia, Maya! Kotak itu! Itu bukan kunci biasa! Itu pasti semacam beacon (penanda suar)!"

Maya meraih kotak perak itu. Benda itu dingin di tangannya yang gemetar. Hanya ada satu tombol—tombol merah bundar di tengahnya.

Maya: "Jika ini beacon, itu bisa memanggil teman... atau musuh. Komandan Jaya dan militer mungkin melacak frekuensi ini."

Dion: "Kita tidak punya pilihan! Lihat dia!" Dion menunjuk Arya. "Dia akan mati dalam hitungan menit! Tekan tombol itu, Maya!"

Maya menatap tombol merah itu. Ini adalah pertaruhan terakhir mereka, didasarkan pada gumaman seorang pria yang sedang sekarat.

Maya: (Mengambil napas dalam-dalam) "Baik. Atas nama masa depan."

Maya menekan tombol merah itu dengan kuat.

...Hening.

Tidak ada lampu yang menyala. Tidak ada suara alarm.

Dion: "Tidak terjadi apa-apa. Mungkin rusak. Mungkin baterainya habis. Ya Tuhan, Maya, mungkin kita terlambat..."

Maya: (Menutup matanya, berkonsentrasi) "Tunggu. Dengar."

Dari kotak perak itu, terdengar suara ping frekuensi sangat tinggi, nyaris tak terdengar oleh telinga manusia, yang berlangsung selama tiga detik, lalu berhenti.

Mereka menunggu dalam keheningan yang menyiksa. Satu menit. Dua menit. Satu-satunya suara adalah deburan ombak di bawah dermaga dan napas Arya yang semakin dangkal.

Tiba-tiba, Dion menunjuk ke laut.

Dion: "Maya... Lihat!"

Sebuah speedboat (perahu cepat) berwarna hitam pekat, tanpa lampu, membelah kabut pagi dengan kecepatan tinggi, bergerak lurus ke arah Dermaga Beta-7.

Dion: "Itu... teman atau musuh?"

Speedboat itu melambat, mesin gandanya menderu, dan merapat ke dermaga dengan manuver yang sangat presisi. Seorang wanita tegap dengan rambut pendek dan pakaian taktikal hitam melompat ke dermaga, mengikat tali dengan cepat. Dia tidak membawa senjata yang terlihat, tetapi gerakannya memancarkan otoritas dan bahaya.

Wanita: (Menatap Lokomotif Tua dengan takjub, lalu beralih ke Dion dan Maya) "Kalian terlambat dua hari. Dan kalian membuat banyak keributan. Di mana dia?"

Maya: (Lega bercampur bingung) "Di dalam! Di kabin! Dia tertembak! Dia kritis!"

Wanita itu—Rani—bergegas melewati mereka, melompat ke kabin lokomotif. Dia melihat Arya terbaring di lantai.

Rani: (Mengumpat pelan) "Sialan, Arya! Kau selalu membuat kekacauan besar."

Rani segera berlutut, mengeluarkan auto-injector (suntikan otomatis) canggih dari rompinya dan menusukkannya ke paha Arya.

Rani: "Ini stimulan militer dan penstabil sel. Ini akan memberinya waktu, tapi tidak banyak. Bawa dia ke kapal! Sekarang!"

Dion: "Siapa kau?"

Rani: sambil membantu mengangkat Arya) "Aku 'Kontak' yang dia sebut. Namaku Rani. Aku yang akan menyebarkan Daftar Hitam ke seluruh jaringan internasional. Sekarang, angkat teman kalian! Kita tidak punya waktu. Militer sudah menutup semua akses keluar Serang! Kita harus lewat laut!"

Dion dan Maya segera memanggul Arya, membawanya menuruni lokomotif dan ke speedboat. Rani memotong tali, menyalakan mesin ganda kapal.

Rani: "Selamat datang di Serang, anak-anak. Pertarungan baru saja dimulai."

Speedboat itu melesat menjauh dari dermaga, meninggalkan Lokomotif Hantu yang berkarat sebagai monumen pelarian mereka, tepat saat sirene polisi dan militer mulai terdengar sayup-sayup di kejauhan Kota Serang.

1
Calliope
Duh, hati jadi bahagia setelah selesai baca karya ini!
andremnm: makasih🙏🙏
total 1 replies
Deqku
Aku jatuh cinta dengan ceritamu, tolong update sekarang juga!
andremnm: makasih ya
total 1 replies
tae Yeon
Terlalu emosional, sampai menangis.
andremnm: makasih 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!