Kisah ini adalah kelanjutan dari Novel Bopo Kembar Desa Banyu Alas.
Di sini, Author akan lebih banyak membahas tentang Arjuna Jati Manggala, putra dari Arsha dan Raina yang memiliki Batu Panca Warna.
Batu Panca Warna sendiri di percaya memiliki sesuatu yang istimewa. 'Penanda' Bopo ini, barulah di turunkan pada Arjuna setelah ratusan tahun lamanya. Jadi, Arjuna adalah pemegang Batu Panca Warna yang kedua.
Author juga akan membahas kehidupan Sashi, Kakak Angkat Arjuna dan juga dua sepupu Arjuna yaitu si kembar, Naradipta dan Naladhipa.
Beberapa karakter pun akan ada yang Author hilangkan demi bisa mendapatkan fokus cerita.
Agar bisa mengerti alurnya, silahkan baca terlebih dahulu Novel Cinta Ugal - Ugalan Mas Kades dan juga Novel Bopo Kembar Desa Banyu Alas bagi pembaca yang belum membaca kedua Novel tersebut.
Happy Reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Gagak
Arjuna membopong tubuh Sashi yang masih lemas, setelah mengambil tas Sashi di ruang sekretariat OSIS, mereka pun segera menuju ke depan.
"Duh lupa kalo gerbangnya di kunci." Kata Arjuna.
"Kalo hape Mbak Aci gak mati, Mbak Aci punya nomor hape Pak Satpam." Lirih Sashi.
"Mbak Aci tau rumah Pak Satpam?" Tanya Arjuna yang di jawab anggukan oleh Sashi. Sashi pun memberi arahan letak rumah Pak Satpam yang berada tak jauh dari sekolah.
"Yaudah, aku kesana dulu sebentar. Mbak Aci jangan pingsan lagi, ya. Itu di pegangin yang bener bathuk (dahi) yang sobek." Pesan Arjuna yang di jawab anggukan oleh Sashi.
Arjuna kembali memanggil 'anak buahnya' sebelum beranjak meninggalkan Sashi yang duduk di Pos Satpam.
"Aduh, kok ya Gagak sama Burhan (Burung Hantu) to yang dateng." Gerutu Arjuna saat melihat dua burung itu bertengger di salah satu bagian pagar yang tak jauh dari tempat Sashi duduk.
"Cepetan, Dek." Lirih Sashi.
"Iya - iya, Mbak. Mbak Aci di jagain Gagak sama Burhan gak apa - apa, ya. Tak tinggal sebentar." Ujar Arjuna sambil memanjat pagar.
"Iya gak apa - apa. Asal gak gigit." Jawab Sashi.
"Gak gigit sih, tapi biasanya bawa demit karo memedi." Gurau Arjuna yang kemudian melajukan motornya.
"Asem tenan Juna ik! " Omel Sashi yang tiba - tiba merinding.
Tak butuh waktu lama, Arjuna sudah kembali dengan Pak Satpam yang juga mengekor dengan mengendarai motornya. Satpam itu segera membuka kunci gerbang dan melihat kondisi Sashi yang duduk di Pos Satpam.
"Astaghfirullah, Mbak Sashi masih di dalam? Maaf ya, Mbak, Bapak gak cek ruangan satu persatu karena buru - buru, ada tamu. Bapak kira sudah pulang dan lupa ngasih kunci gudang juga sekretariat OSIS ke Bapak." Kata Pak Satpam yang memang mengenal Sashi.
"Iya gak apa - apa, Pak. Aku juga minta maaf karena gak ngasih kabar kalo aku masih di dalam." Jawab Sashi.
"Ini bisa naik motor sama Mas Arjuna? Kuat, Mbak? Atau mau Bapak pinjamkan mobil ke tetangga Bapak?" Tawar Pak Satpam.
"Gak usah, Pak, terima kasih. Aku pulang sama Arjuna aja." Jawab Sashi.
Arjuna kemudian membantu Sashi berdiri dan memapahnya menuju ke motor karena Sashi tak mau di gendong. Keduanya pun segera pulang setelah berpamitan pada Pak Satpam.
"Mbak, masih kuat?" Tanya Arjuna pada Sashi yang bersandar di punggungnya.
"Masih kok, Jun." Jawab Sashi.
"Jangan pingsan lho, Mbak. Aku gak bawa tali buat ngencang (ngikat) Mbak Aci." Kata Arjuna yang menyesal karena tidak mengendarai mobil saja saat menjemput Sashi tadi. Padahal Ayahnya sudah pulang.
"Emange aku sapi, tok Kencang. (Emangnya aku sapi, kamu ikat.)" Gerutu Sashi sambil mencubit pinggang Arjuna.
"Jun, itu kok peliharaanmu ngikutin terus to?" Tanya Sashi saat melirik ke belakang dan melihat si Gagak dan Si Burhan yang masih terbang mengikuti mereka.
"Sengaja, tak suruh ngawasin Mbak Aci. Siapa tau nanti di gondol demit. (di culik hantu.)" Kekeh Arjuna.
"Diikutin Gagak gini, rasanya kok kayak udah mau pindah alam aja." Ujar Sashi kemudian.
"Ngawur banget ngomongnya Mbak Aci ini." Omel Arjuna.
Kini ia yang menjadi takut, tangannya pun kini memegangi tangan Sashi yang melingkar di perutnya. Arjuna pun menambah kecepatan motor yang ia kendarai agar segera sampai di rumah.
"Ayah... Ibu..." Seru Arjuna saat sampai di rumah. Mendengar suara Arjuna yang berteriak - teriak, membuat Arsha dan Raina berlari menghampiri.
"Astaghfirullah, Nok!" Seru Arsha yang langsung menghampiri dan menggendong putrinya.
"Ya Allah, Mbak Aci kenapa, Nang?" Tanya Raina yang turut panik saat melihat seragam dan kerudung putih Sashi yang berubah merah karena darah.
"Kejatuhan alat Marching Band di gudang tadi Bu." Jawab Arjuna yang mengekor pada Ayah dan Ibunya menuju ke rumah Aksa.
"Ra... Saira... Tolong Sashi, Ra." Seru Arsha yang membuat penghuni rumah Aksa berlarian ke teras samping rumah.
"Ya Allah! Kenapa, Mas? Denok kenapa?" Tanya Aksa panik. Sementara Saira langsung putar badan untuk mengambil tas berisi perlengkapannya tanpa bertanya lebih dulu.
"Mbak Aci kenapa? Kok berdarah - darah?" Tanya Nala yang juga panik.
"Ini tidurin di sini, Yah." Kata Dipta yang datang dengan membawa bantal dan karpet kecil. Arsha pun membaringkan Sashi di sana sambil menunggu Saira yang sedang menyiapkan peralatan.
"Ini kenapa kok Mbaknya bisa kayak gini?" Tanya Aksa lagi yang tadi belum mendapat jawaban dari Sashi maupun Arjuna.
"Kejatuhan alat marching Band tadi, Po." Jawab Arjuna.
"Lha kok bisa? Emang alatnya dimana?" Tanya Arsha.
Arjuna pun menceritakan kejadian yang di alami Sashi sampai ia menemukan Sashi di Gudang pada keluarganya. Saira sendiri tampak fokus membersihkan luka di dahi Sashi dan menjahit lukanya. Untung saja Saira obat dan perlengkapan untuk menjahit luka di rumahnya.
"Gimana, Ra? Parah gak lukanya?" Tanya Raina.
"Enggak kok, Mbak." Jawab Saira yang baru selesai menjahit luka di dahi Sashi.
"Mbak Aci pusing? Mual? Atau muntah - muntah, abis kejatuhan alat tadi?" Tanya Saira.
"Enggak, Na. Tau - tau gelep dan gak tau apa - apa lagi. Bangun - bangun udah ada Juna." Jawab Sashi.
"Apa perlu di bawa ke rumah sakit, Sayang? Di rontgen atau gimana?" Tanya Aksa.
"Baiknya gitu sih, Mas, takut ada apa - apa di dalam. Kata Juna kan alatnya berat." Jawab Saira yang khawatir.
"Tadi kenapa gak langsung di bawa ke RS yang di kecamatan aja, Mas?" Tanya Dipta.
"Mbak Aci gak mau. Mau pulang aja katanya." Jawab Arjuna.
"Yaudah, ayo di bawa ke Rumah Sakit kalo gitu." Kata Arsha.
"Gak usah, Yah. Kan udah di obatin Buna." Tolak Sashi.
"Kita cek dalam kepalanya, Mbak. Kalo benturannya kuat, siapa tau ada cedera lain." Kata Saira.
"Iya, Mbak. Gak lucu kalo nanti tiba - tiba Mbak Aci jadi gak genep." Komentar Arjuna yang langsung mendapat pelototan dari Ayah dan Boponya.
"Hih! Sembarangan banget Mas Juna ini kalo ngomong." Omel Nala sambil mencapit bibir Arjuna.
"Itu kok ada Gagak di atas rumah Ayah?" Kata Dipta sambil menunjuk Gagak yang bertengger di genting rumah Arsha.
Mereka pun seketika saling menatap dn suasana berubah tegang. Mereka langsung terpikirkan dengan cerita akan ada anggota keluarga yang meninggal jika ada Gagak yang mendatangi rumah.
"Ayo, bawa ke Rumah Sakit." Ajak Arsha yang kemudian menggendong Sashi. Tentu keempat orang tua itu menjadi panik dan ketakutan, terlebih Gagak itu ada saat kondisi Sashi seperti ini.
Tanpa Ba - Bi - Bu lagi, keempat orang tua itu langsung saja pergi ke Rumah Sakit dan meninggalkan Arjuna, nala juga Dipta.
"Pasti pada ketakutan gara - gara Gagak." Celetuk Arjuna.
"Aku juga khawatir, Mas. Kalo Mbak Aci-" Kata Nala yang tak mampu melanjutkan ucapannya.
"Padahal emang sengaja tak suruh ngikutin tadi, buat ngawasin Mbak Aci dan belum tak suruh pergi aja." Sahut Arjuna.
"Gitu kok gak bilang sama Ayah, Ibu, Bopo dan Buna?" Tanya Nala.
"Iya, pada panik sampe tegang gitu padaan." Imbuh Dipta.
"Lha gak ada yang nanya sama aku, kok." Jawab Arjuna yang membuat Nala dan Dipta tertawa.
mz arjunaku yg ca'em,bagus,guanteng sak kabehe,smpyn meneng mawon.lenggah sing tenang.tak santette sandi sak krocone.😡🤬😤
ayoooo juna sentil si sandi dengan kelelawar🤭