Bagi mata yang memandang hidup Runa begitu sempurna tapi bagi yang menjalani tak seindah yamg terlihat.
Runa memilih kerja serabutan dan mempertahankan prinsipnya dari pada harus pulang dan menuruti permintaan orang tua.
"Nggak apa-apa kerja kayak gini, yang penting halal meskipun dikit. Siapa tau nanti tiba-tiba ada CEO yang nganterin ibunya berobat terus nikahin aku." Aruna Elvaretta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Net Profit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kacau
Hari ini Runa tak mengambil job apa pun, ia ingin menikmati penghasilan yang sudah ia peroleh beberapa minggu terakhir setelah bekerja serabutan meskipun kebanyakan waktunya habis untuk mengurus keluarga Qian. Hari ini tak ada jadwal cuci darah, kontrol maupun menemani tante Retno kemana pun. Ia akan memaksimalkan hari ini untuk menghabiskan waktu dengan Hera. Bagaimana pun teman sekamarnya layak mendapat cipratan rejeki dari hasil jerih payahnya, sesuai janjinya dulu untuk mentraktir Hera makan-makan apabila gajinya sudah cair. Sebenarnya gajinya sudah cair sejak awal karena ia selalu mendapat pembayaran setelah pekerjaannya selesai, namun waktu mereka yang tak singkron. Kadang saat Hera tak ada jadwal maka Runa yang sibuk dengan aneka job nya dan sebaliknya, kala Runa nganggur Hera malah ada jadwal kerja.
"Beneran free nggak hari ini? gue nggak mau ntar ditengah-tengah lo kabur." tanya Hera.
"Job banyak, tapi nggak gue ambil. Hari ini waktu gue spesial buat lo. Mau makan dulu atau nyari kain buat kebaya wisuda dulu?" Runa melirik kalender di samping tempat tidurnya, tanggal lima februari sudah dilingkari dengan tinta merah, tanggal mereka akan wisuda. Sejak minggu lalu Hera memang sudah mengajaknya hunting persiapan wisuda tapi waktunya baru ada sekarang.
"Perawatan dulu bisa nggak sih? mumpung libur pengen manjain badan nih." Hera merenggangkan tangannya, "pegel banget." lanjutnya.
"Boleh aja. Mumpung ada rejeki, gass lah."
Keduanya bertolak menggunakan sepeda motor Hera, membelah jalanan yang lumayan lengang karena belum terlalu siang.
"Lo ada rekomendasi tempat perawatan nggak, Run?" Hera sedikit teriak dari depan sana karena Runa sejak tadi diajak ngobrol malah hah heh hoh terus katanya nggak kedengaran.
"Nggak ada. Gue ngikut lo aja." jawab Runa tak kalah teriak. Pewatan? nyalon? dulu hal rutin yang ia lakukan bersama mamanya karena wanita itu selalu mengajaknya setiap kali perawatan dan memilihkan aneka paket yang harus ia ambil. Sekarang tidak lagi, sudah hampir dua bulan mamanya tak menghubungi, entah dirinya sudah beneran dihapus dari kartu keluarga atau belum gara-gara tak menuruti keinginannya.
Runa mengambil paket perawatan yang sama dengan Hera. Dari mulai creambath, facial hingga body spa. Cukup nyaman meski harganya jauh berbeda dengan tempatnya melakukan perawatan dulu.
"Abis ini kemana lagi?" tanya Runa lirih, takut masker di wajahnya retak.
"Makan siang terus nyari kain buat kebaya wisuda." jawaban Hera tak kalah pelan.
Layaknya gadis pada umumnya, setiap hal yang mereka lakukan selalu diabadikan oleh Hera dalam bentuk foto. Entah sudah berapa banyak gambar yang ia ambil. Selesai dari salon mereka beranjak ke cafe tempat Hera bekerja.
"Cafe deket salon kan ada Her. Cafe tempat lo kerja jauh tau dari sini." keluh Runa, seperti biasa berteriak dari belakang.
"Iya, gue tau. Tapi kan gue nih loyalitas tanpa batas, jadi dari pada makan di cafe orang mending di tempat kerja sendiri aja. Udah jelas hasilnya buat mensejahterakan gue juga."
"Kan gue yang traktir, Her. Kirain mau quality time gitu, malah makan aja ke tempat kerja."
"Biar lo tau makanan di tempat kerja gue enak-enak. Udah lah ikut aja, ntar kita dapat potongan kalo makan disana."
"Oke lah kalo gitu, bisa lebih hemat." Runa setuju. Meski pekerjaan yang ia lakukan tak terlalu sulit dan bayaran yang ia dapatkan lumayan banyak tapi untuk hura-hura rasanya sayang. Ia jadi lebih menghargai uang yang ia miliki.
Benar saja sampai cafe tempat Hera bekerja Runa langsung mendapat potongan harga sepuluh persen karena datang bersama Hera yang merupakan karyawan disana. Tanpa merasa tak enak hati, Hera langsung memesan aneka menu yang menurutnya rekomended.
"Ini enak banget. Lo harus coba!" Hera menunjuk pasta yang baru datang lengkap dengan minuman segar berwarna biru langit.
"Kentang goreng disini juga mantap." lanjutnya.
"Steak nya juga nggak kalah lezat, Run. Lumer banget di mulut."
Runa menatap makanan yang tersaji di meja mereka, semua nampak lezat. Apalagi ocean blue ice itu begitu menggoda dengan tetesan embun-embun di bagian luar gelas.
Runa meraih gelas dan mengaduknya, "seger banget." ucapnya setelah menyedot setengah isi gelasnya.
"Cobain steak nya." Runa sudah memegang pisan dan garfu namun getaran ponsel membuatnya kembali meletakan kedua benda itu.
"Halo, mas."
"Harus sekarang banget?"
"Iya, siap otw sekarang." Runa tak jadi makan. Ia hanya meneguk habis minumannya.
"Sorry job dadakan, Ra." ucapnya pada Hera, "urgent. Lain kali gue traktir." lanjutnya kemudian buru-buru berlalu pergi.
Meski kesal karena quality time nya dengan Hera terganggu tapi Runa tetap pergi sesuai instruksi Qian. Lelaki itu memintanya segera datang ke kantor sebagai pacarnya karena Sandra tak ada jeranya terus membuat ulah di front office dan menghubunginya dengan banyak nomor baru.
Tak pernah pacaran, Runa membuka internet untuk mencari referensi apa yang harus dilakukan wanita ketika mengujungi pacarnya di tempat kerja.
"Mampir cafe depan sebentar mang." Runa menepuk pundak kang ojeg memintanya berhenti.
Tak sampai sepuluh menit Runa sudah keluar dari cafe membawa paper bag berisi kopi dan beberapa potong kue yang Runa pilih secara random. Kata chat GPT bisa pake alesan nganterin makan siang ke kantor pacar saat berkunjung sebagai alasan.
"Padahal waktu itu juga udah ke kantor nganterin bekal. Nggak guna gue buka internet." gumamnya sambil menenteng belanjaan.
"Ngebut dikit yah, mang. Urgent." ucapnya begitu kembali naik ke atas motor.
Secepat apa pun usaha yang dilakukan tukang ojeg tetap saja butuh waktu lumayan lama karena jam makan siang jalanan cukup macet.
"Mau ketemu pak Izqian." ucap Runa begitu sampai di front office. Sandra juga ada disana, seperti biasa menatap sengit ke arahnya.
"Silahkan, sudah di tunggu." jawab resepsionis, "Bu Sandra juga diperbolehkan, silahkan." lanjutnya pada Sandra yang langsung menghempas kasar tangan satpam yang sedari tadi menahannya.
"Makasih." ucap Runa, sementara Sandra malah langsung melengos dengan kesal.
Runa hanya menggelangkan kepala saat Sandra menutup pintu lift padahal ia sudah mengisyaratkan meminta untuk menunggu.
"Dasar agak kurang." gumamnya kemudian beralih ke lift yang lain.
Begitu tiba di lantai tiga, Runa langsung menuju ruangan Qian setelah menyapa Gita terlebih dahulu.
"Kata pak Qian kalo mba Runa datang boleh langsung masuk saja, tapi di dalam ada bu Sandra, kayaknya lagi marah." ucap Gita.
"Iya, bu. Makasih infonya." balas Runa ramah.
Runa mengetuk lebih dulu sebelum masuk, "sayang aku bawain camilan, eh-" Runa menahan kalimatnya, berpura-pura kaget melihat Sandra ada disana.
"Eh maaf aku nggak tau kalo mas Qian lagi ada tamu." lanjutnya.
"Aku tunggu di luar aja kalo gitu yah." pamitnya. Namun sebelum pergi Qian sudah lebih dulu menghampiri dan merangkul bahunya.
"Disini aja nggak apa-apa, lagian urusan aku juga udah selesai." ucap Qian.
Sandra yang semula duduk menatap nyalang ke arah mereka dan beranjak menghampiri keduanya.
"Kamu panggil apa ke pembantu ini? sayang?" Sandra menunjuk Runa dengan penuh amarah.
"Pembantu?" Qian sedikit terkekeh, "Bisa-bisanya kamu bilang pacarku pembantu, San!"
"Jangan kira aku nggak tau yah. Dia pembantu di rumah kamu, aku pernah ketemu pas kesana!"
Ck! Qian berdecak lirih, "mentang-mentang ada orang baru di rumah kamu anggap pembantu. Konyol."
"Mungkin gara-gara aku nyuguhin minuman ke mba Sandra, mas. Makanya dikira pembantu." sambung Runa.
"Nggak mungkin kamu pacarnya Qian. Aku nggak percaya. Aku bakal pastiin ke tante Retno." ucap Sandra. Ia benar-benar tak percaya jika mantannya bisa secepat itu mendapat pengganti dirinya.
"Kalo pun kamu beneran pacarnya berarti kamu orang ketiga!" Sandra menunjuk Runa tepat di depan wajahnya.
"Nggak usah tunjuk-tunjuk kayak gini!" Qian menghempas tangan Sandra sedikit keras.
"Kamu juga Qian! kamu nuduh aku selingkuh taunya kamu sendiri yang selingkuh! aku bakal aduin semuanya ke orang tua aku sama orang tua kamu juga!" sentaknya kemudian berlalu pergi, pintu ruangan saja di tutup dengan keras.
Setelah Sandra pergi, Qian tersenyum puas, ia juga mengacungkan kedua jempolnya untuk Runa. "Keren banget akting kamu. Aku transfer sekarang sama bonusnya juga."
"Udah yah." Qian menunjukan bukti transfer di layar ponselnya.
"Kenapa lesu gitu?" tanya Qian.
"Kurang bonusnya?" tebaknya kemudian.
Runa menggeleng, "bukan itu mas. Tapi mba Sandra!"
"Udah aman, udah pergi juga."
"Iya udah pergi, tapi gimana kalo sampe mba Sandra beneran ngadu ke orang tua mas Qian? ah kacau!" Runa berdecak lirih.
Qian menghela nafas panjang, "iya juga. Aku nggak kepikiran kesana."
"Terus gimana ini mas?"
"Mas Qian! malah diem ih." Runa menepuk pelan lengan Qian. Lelaki di sampingnya hanya menggelengkan kepala. Isi pikiran Qian penuh dengan bayangan bagaimana jika mama dan adiknya tiba-tiba tau dia pacaran dengan Runa. Bisa-bisa langsung disuruh nikah mengingat kedua wanita kesayangannya itu sejak awal terus mendesaknya untuk mendekati Runa.
"Kacau." batin Qian.
ya udh sih... nikmati aja . suruh nikah ya nikah aja.... gitu aja kok repot . emang kamu gak mau Qian nikah sama Aruna . pasti mau dong....masak gak mau...harus mau lah.... 🤭🤣🤣🤣 maksa ya .
oh ... Sandra....aduin aja ke mama Retno , sudah bisa dipastikan mama Retno bakal iya in aja . secara dia udah amat sangat cocok dengan Aruna .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍