Ini tentang sebuah perselisihan dua puluh Tahun lalu antara Atmaja dan Biantara
Mereka berperang pertumpuhan darah pada saat itu. Atmaja kalah dengan Biantara, sehingga buat Atmaja tak terima dengan kekalahannya dan berjanji akan kembali membuat mereka hancur, sehancur-hancurnya
Hingga sampai pada waktunya, Atmaja berhasil meraih impiannya, berhasil membawa pergi cucu pertama Biantara yang mampu membuat mereka berantakan.
Lalu, bagaimana nasib bayi malang yang baru lahir dan tak bersalah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon skyl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 26
Kaivan memeluk dari belakang Aruna yang fokus belajar.
"Kebiasaan peluk-peluk orang tiba-tiba," ucap Aruna.
"Wong saya peluk istri saya sendiri kok." Kaivan memper-erat pelukannya. "Setelah kondisi kamu sudah membaik, kita resepsi ya?"
"Resepsi itu apa?"
"Pesta pernikahan."
"Itu berarti semua orang tau kita udah nikah?"
Kaivan mengangguk.
"Pestanya yang sederhana saja, ya?"
"Tidak! Pokoknya yang mewah, ini acara pernikahan seorang ceo Atamadewa, harus mewah."
Aruna menghela napas panjang, benar juga. Kaivan adalah ceo Atamadewa, mana mungkin pestanya hanya sederhana, yang pasti akan menjadi pesta yang meledak di sepanjang masa, apalagi Kaivan anak tunggal.
"Terserah kamu aja."
"Di hari acara pernikahan kita, kamu akan menjadi wanita paling beruntung, Aruna. Saya pastikan itu," bisik Kaivan.
"Aku kek merasa aneh deh."
"Why?"
"Dunia ini kek di dalam buku dongeng. Aku yang terkena sindrom peter pan tiba-tiba koma terus bangun-bangun sudah sembuh."
"Itu kehendak."
"Tapi aneh aja, tiba-tiba banget." Aruna tertawa membuat Kaivan ikut tertawa.
"Enggak tiba-tiba, kamu sudah terapi beberapa kali. Lingkungan kamu pun sudah tak seperti dulu, ada dukungan dari saya, mama dan papa, dan orang-orang mansion makanya kamu cepat sembuh."
"Kamu juga masih melanjutkan terapi."
Aruna menghentikan aktivitasnya, lalu membalikkan badannya ke arah Kaivan.
"Ipan, aku mau sekolah, tapi sekolahnya di rumah aja boleh?" pinta Aruna.
"Boleh sayang, saya akan mencarikan guru untuk homeschooling untukmu."
"Makasih." Aruna memeluk Kaivan, Kaivan pun membalasnya.
Sedikit lama berpelukan, Aruna melepaskan pelukan mereka.
"Ayo kita tidur."
"Udah boleh seranjang?" tanya Kaivan sebab kemarin mereka pisah ranjang, Aruna tak ingin tidur berdua dengannya.
"Hmm... Boleh."
Kaivan langsung menggendong istrinya menuju ranjang. Merebahkan dengan lembut badan Aruna di sana lalu ikut tidur di samping istrinya.
Mereka tidur saling berhadapan, senyuman terbit di bibir mereka. Perlahan kening mereka saling bersentuhan.
"Saya sayang sama kamu." Kaivan mengusap pipi Aruna.
"Aku lebih sayang kamu, sayang banget."
Mereka kembali berpelukan, Kaivan mengusap rambut panjang istrinya sedangkan Aruna hanya menikmati usapan sang suami.
----------------
Pagi hari tiba. Kali ini pagi hari yang dipenuhi kebahagiaan diantara Aruna dan Kaivan.
Aruna masih tertidur. Semalam gadis itu janji akan bangun cepat daripada Kaivan, nyatanya tidak bisa.
Sebelum ke kamar mandi, Kaivan menyempatkan mencium bibir mungil Aruna.
"Cantiknya bayiku."
Kaivan merentangkan kedua tangannya sebelum berdiri dari sisi ranjang.
Ia meraih pakaian mereka yang tergeletak di lantai lalu menuju kamar mandi. Coba tebak apa yang mereka lakukan semalam?
Aruna terbangun, menoleh ke samping sudah tak melihat suaminya.
Pipi Aruna bersemu merah saat mengingat apa yang dilakukan suaminya semalam.
Dia berdiam diri sampai Kaivan keluar dari kamar mandi dengan hanya menggunakan handuk di pinggangnya.
"Kamu sudah bangun."
Aruna hanya berdehem, dia membalikkan wajahnya ke arah lain.
"Kenapa?" tanya Kaivan mendekat.
"Jangan mendekat."
Kaivan terkekeh melihat pipi istrinya yang memerah. Astaga, padahal sebelumnya Aruna sudah sering melihatnya, kenapa baru sekarang salah tingkahnya? Hahaha.
"Semalam juga udah lihat."
"Jangan dibahas."
"Bisa jalan?" tanya Kaivan. "Oh iya semalam enggak sampai begituan."
Aruna benar-benar kesal pada Kaivan. Iya gimana mau malam pertama. Saat baru memulai, ternyata Aruna datang bulan.
"Mau dimandiin?" tanya Kaivan.
"Enggak."
"Dulu juga dimandiin."
"Itu dulu," kesal Aruna bergegas masuk ke dalam kamar mandi dengan selimut menutupi badan polosnya.
Tidak jadi malam pertama, bukan berarti tidak ngapa-ngapain. Kaivan begitu banyak cara agar tidak membuat kepalanya pusing.
"Astaga mau yang versi sifat kenak-kanakan dan dewasa sama aja, sama-sama lucu."
Beberapa menit kemudian, Aruna keluar dari kamar mandi. Ia mendekati Kaivan yang duduk di sofa.
"Ipan perut Una sakit," rengek Aruna yang berjongkok tau jauh dari Kaivan.
Kaivan menyimpan ponselnya lalu mendekati sang istri dengan keadaan khawatir. Ia menggendong istrinya menuju ranjang.
"Udah pakai pembalutnya?" tanya Kaivan menghapus air mata Aruna.
Aruna mengangguk.
"Yaudah sebentar saya ambil air hangat dulu buat kompres perut kamu."
Kaivan segera menuju dapur untuk mengambil air hangat. Ternyata setiap bulan istrinya akan mengalami hal ini, pasti sangat menyiksa.
Kaivan tidak masalah istrinya rewel. Dia ingin merawat istrinya saat datang bulan begini, siap siaga. Dia berpikir dahulu Aruna saat datang bulan, istrinya tidak bisa bermanja pada siapa pun, tidak ada tempat dia mengeluh.
Aruna memejamkan matanya menikmati sentuhan suaminya di perutnya.
"Sakit banget sayang?" tanya Kaivan, tangannya yang lengah, ia usapkan di pipi Aruna.
"Udah mendingan."
"Saya sudah menyuruh pelayan membuatkan sarapan, kita makan dulu."
"Yaudah ayo." Aruna hendak bangun, tetapi Kaivan menahannya.
"Di kamar saja, sayang. Biar pelayan yang membawakannya ke sini. Kamu istirahat aja."