Nona, I Love You!

Nona, I Love You!

KETAHUAN SELINGKUH

"Kenapa aku tidak usah datang?" Tanyaku agak curiga kepada Robin. Ini sudah tahun kedua aku absen dari reuni kampus. Dan dia selalu hadir meskipun hujan badai datang.

Robin mendengus agak kesal di sebrang telpon.

"Jangan-jangan kamu janjian dengan mantanmu yang anak BEM itu kan?" tanyanya penuh curiga.

"Gila ya kamu! Bukan masanya mikir dangkal seperti itu Robin..!" jawabku ketus. Aku berniat meminta bantuan kepada Sinta, sahabatku saat kuliah. Ia berencana mengenalkanku kepada kepala penerbit kenalan suaminya. Walaupun perusahaan tempat novelku diterbitkan termasuk dalam 10 perusahaan penerbit di negara ini. Tidak ada salahnya aku mencoba peruntungan di tempat lain.

"Pokoknya kamu gak usah datang, aku kan sudah cukup mewakili, lagian palingan isinya cuman karaoke dan minum-minum, kamu mana kuat..!" ocehnya tanpa henti.

Aku diam tak menjawab, segera aku rapikan make up dan rambutku yang sedikit berantakan. "Harusnya aku ke salon bersama Jihan kemarin.." batinku. Hari ini aku akan menyerahkan draft ketigaku kepada kepala editor. Semalaman aku memutar otak tanpa henti. Entah kemana jutaan sel imajinasiku menghilang, tak satupun ide yang mencuat semalaman tadi.

"Terserah lah, kamu mau datang atau aku tidak datang! Gak usah mengaturku, selama jatah makan dan kuota internetmu masih aku yang belikan..!" Ku tutup panggilan teleponku. Ku masukkan ke dalam tas dan segera aku berangkat ke kantor.

Tujuh tahun sudah aku menahan diri dari seorang lekaki yang secara komitmen menjadi pacarku. Entah setan mana yang merasukiku hingga aku menerima Robin sebagai pacarku. Dulu dia adalah staff marketing di perusahaan tempat suami Sinta bekerja namun karena rekam kerjanya tidak sesuai aturan, diapun diberhentikan. Dan sejak saat itu kegiatannya menjadi seorang personal trainer di sebuah tempat gym besar di pusat kota. Ya selain badannya yang bagus, tampangnya pun kerap menarik hati wanita. Itu mengapa, dia sering memintaku untuk bangga karena memiliki pacar yang tampan sepergi dia.

"Untungnya masih dapat taksi...ke Pelita Pena Sentosa Pak..!" kataku kepada driver taksi pagi ini.

"Oke mbak..!" jawabnya.

Selama perjalanan, akupun berkirim pesan dan email. Jihan meminta salinan draft yang akan aku serahkan pagi ini.

"Udah jalan belum kamu?"

"Lagi di dalam taksi, kenapa Ji?"

"Nitip sandwich di minimarket sebrang kantor, ato kalo gak apaan kek yang bisa bikin kenyang.."

"Biasanya bawa bekal kan? Apa gak pesan online aja.."

"Belum top up saldo, mager nunggu abang onlinenya. Kan bisa sekian kamu traktir, royalti dah cair kan sodariku 😘"

Bisa-bisanya dia tahu kalo royalti novelku sudah masuk ke rekening pagi ini.

"Giliran duit kamu gak mager ya Ji. Okelah, sekalian aku beliin buat teman-teman yang lain. Wait ya, palingan 5 menit lagi sampe aku.."

"Kamu yang terbaik, muach 😘"

Jihan, Jihan, wanita baik yang selalu nemani aku nulis novel sampai pagi buta. Dia yang tak henti menyemangati agar aku selalu tepat waktu saat deadline.

******

"Pagi semuanya, pagi ini ada sedikit makanan ringan nih buat nemenin kerja. Semangat ya!" Kataku sembari membagikan sandwich dan minuman dingin ke semua rekan di kantor. Selama ini, mereka sangat baik denganku. Walau ada satu dua orang yang sering jahil, tapi semua masih bisa aku tolerir.

"Tahu aja sih kamu kalo kita butuh tambahan protein. Thanks ya, semangat nulisnya, kalo butuh penyegaran, aku kirimin video nyanyi aku nanti..!" Kata Rico penuh percaya diri.

"Makasih tawarannya Ric, tapi kayaknya mendingan aku dengerin Pak Satrio ngomel deh daripada dengerin kamu nyanyi..!" jawabku sembari tersenyum.

Rico cuman nyengir kuda diikutin gelak tawa yang lainnya. Mereka mengucapkan terima kasih satu persatu, diiringi banyak doa semoga novelku kali ini sukses seperti novel-novelku sebelumnya.

"Pak Satrio belum datang kok. Masih sempat buat kamu sarapan, yang penting draftnya udah kamu taruh meja beliau. Filenya juga udah aku kirim ke emailnya." kata Jihan, dia pun membukakan minuman dan menyerahkan kepadaku.

"Makasih Ji. Aku agak ngantuk sebenarnya, semalaman ideku hilang gak tau kemana..!" keluhku.

"Tumben, si Robin bikin mood kamu jelek ya?" tanyanya selidik. Karena Robin yang suka bikin pikiranku semrawut kalau sedang ngambek gak jelas.

"Salah satunya sih iya..!" jawabku asal.

"Ntar sore jadi dong dateng ke reuni kampus? Aku dah bawain kostumnya. Tema kali ini bikin aku frustasi, seragam SMAku udah gak muat.." gerutu Jihan. Tahun lalu dresscodenya kostum olahraga, masih mendingan lah. Tahun ini malah seragam SMA, entah ide siapa pula yang mereka pakai.

"Kayak biasanya Robin melarangku datang Ji. Padahal tahun-tahun sebelumnya kita datang bareng.."kataku sembari menyalakan komputer kantor.

"Alasannya apa lagi? Kamu dikira janjian lagi sama si Adit, mantan kamu itu?" tanya Jihan mendelik.

"Yup, aneh memang dia. Semenjak diberhentikan dia jadi sensitif, padahal saat inipun pekerjaan dia dikerubutin banyak wanita, akupun tidak masalah.." jawabku.

"Kebangetan sih kamu! Whatever, pokoknya kita wajib dateng, mau dilarang atau enggak sama Robin. Kita udah janjian ama Sinta, peluang besar ada di depan mata..!" tegas Jihan semangat.

Akupun mengangguk tanda setuju. Lagipula hubunganku dengan Robin kian ke sini kian tak jelas. Awal jadian memang dia perhatian, romantis dan bucinnya luar biasa, tapi makin tambah usia, rasa bucin itu kian pudar, akupun mulai jengah dengan watak aslinya.

Akupun mulai mengecek sejauh mana project yang sebulan lalu dibahas saat rapat. Ada salah satu PH yang bermaksud membuat film berdasarkan adaptasi novelku. Rasanya sangat bangga sekaligus tak percaya. Selama ini aku memang sengaja menyembunyikan identitasku sebagai seorang penulis. Setiap peluncuran novel terbaru, aku selalu mengenakan atribut lengkap, aku akan mengenakan kacamata hitam dan masker, serta sarung tangan warna hitam. Inilah ciri khasku, aku hanya ingin karyaku dinikmati tanpa harus mereka tahu aku siapa dan bagaimana. Perusahaanku pun tak keberatan akan hal itu, walau awal-awal peluncuran banyak pula haters yang suka berkata seenak jidatnya.

...*****...

"Kamu gak lupa silent HP kamu kan? Biar si Robin gak ganggu..!" tanya Jihan. Kamipun sudah sampai di tempat reuni kampus di adakan. Lumayan juga yang datang. Segera aku dan Jihan mengisi daftar hadir, tak lupa lupa kami sempatkan berfoto ria di booth yang tersedia. Karena aku dan Robin beda fakultas, jadi tak masalah, tidak akan ketahuan juga.

Setelah mengambil beberapa makanan dan minuman, kamipun segera menghampiri Sinta yang sudah lebih dulu sampai. Tampak dia hadir bersama dengan Soni, suaminya.

"Hai girls, longtime no see..!" sapanya sembari cipika cipiki.

Kamipun duduk, dan menyantap hidangan sesekali bercanda dan bercerita tentang keseharian masing-masing. Dan sebagai informasi, hanya Jihan, Sinta dan suaminya yang tahu bahwa aku adalah novelis terkenal yang bukunya selalu menjadi best seller setiap kali launching.

"Eh, tumben kamu hadir, tahun kemarin absen kayaknya deh.."ucap Sinta.

Aku yang masih asik makanpun menyenggol sikut Jihan.

"Kayak kamu gak tau aja si Robin, banyak alasan biar dia gak datang..!" jelas Jihan.

"Masih aja gak berubah ya si Robin itu, kemarin aku ditawarin buat join di klub gym tempat dia kerja.." imbuh Soni.

"Gak usah gabung, ntar uang kamu habis sama dia..!" cegahku.

"Dia di sana emang jadi personal training ya?" tanya Sinta serius.

"Secara body dan tampang dia kan lumayan, makanya dia senang kerja di sana. Apalagi saben hari liat aurat wanita yang kemana-mana.." sungut Jihan.

Kamipun tertawa, Jihan adalah orang pertama yang dengan tegas melarang hubunganku dan Robin. Dia punya intuisi yang tajam, bahwa Robin bukanlah pria yang baik untuk dijadikan calon suami.

"Jadi dia gak tau nih kamu dateng?" selidik Soni.

"Yup, gak tau sama sekali. But, nanti aku bakalan ke ruangan tempat fakultas dia ngumpul, buat kasih kejutan.."kataku tertawa.

"Well, kita nikmatin aja lah ya momen kumpul setahun sekali ini. Walaupun kalo mau juga kita tiap weekend pasti bisa..!" ujar Sinta.

"Mau nambah makanan lagi, biar aku ambilkan sayang..!" tawar Soni.

"Kayaknya minum aja deh, kita bertiga dah kenyang makan.." jawab Sinta.

"Jangan lupa ya, habis ini kita ketemu sama kenalanku, ntar naik mobil kita aja..!" jelas Soni.

"Oke deh, oh ya aku ke toilet sebentar ya!" kataku sembari beranjak pergi.

Akupun bergegas menuju toilet di sudut ruangan, kebetulan dekat dengan ruangan tempat fakultas Robin. Nanti saja aku ke sananya, aku sudah tidak tahan ingin buang air kecil karena minum banyak selama di kantor tadi.

Sayup-sayup aku mendengar suara sepatu menuju kamar mandi, lalu masuk ke dalam satu bilik tepat berada di sebelahku. Untungnya aku sudah selesai dan sedang merapikan bajuku. Namun suara di sebelah terasa familiar dan membuat jantungku berhenti sejenak.

"Please Rania, jangan di sini, bahaya kalau ada yang masuk..!" kata lelaki tersebut.

"Ayolah Robin, sejak sebulan yang lalu aku sibuk liluar kota terus. Lagipula siapa yang akan ke toilet di pojokan sini..!" jawab si Wanita.

Suara kecupan dan nafas menderu terdengar sangat jelas di telingaku. Suara Robin yang jelas sedang diburu oleh nafsu. Seketika aku menutup mulutku, nafasku kian tak karuan.

"Kita ke tempatku malam ini ya, aku sudah melarang Aruni untuk datang ke acara reuni hari ini. Aaahh Rania, kamu nakal sekali..!" ucap Robin penuh gairah.

"Di sini dulu yah, lalu kita lanjut di tempatmu. Aku sudah tidak tahan, melihatmu makin tampan..cium aku..cium aku..!" pinta Rania.

Aku tak habis pikir, kunyalakan ponselku, dan ku rekam semua percakapan vulgar keduanya. Keringat dingin mulai membasahi baju dan tanganku. Nyaris saja HPku terjatuh. Ternyata sudah dua tahun ini Robin selingkuh dengan Rania, teman angkatannya. Lenguhan demi lenguhan kenikmatan mereka lontarkan satu sama lain. Membuatku ingin muntah.

"Aaaaargghhh..Rania, aku mau keluarrr...cepat..cepaaattt...aarrghhhh!!" ucapnya penuh hasrat.

"Kita keluaarr bersama Robiinn, uuuggghhh..aaaawwwwhh...ooowwwhh..!" Balas Rania tak mau kalah.

Dan, ya adegan dewasa tersebut selesai diiringi kecupan bibit dan tawa bahagia dua manusia hina. Segera aku hentikan rekaman suara tersebut, aku masukkan kembali ke tas. Merekapun keluar, dan aku masih terpaku, duduk di atas toilet, ku tata kembali pikiran dan hatiku yang hancur. Entah bagaimana kaki ini melangkah, aku seperti hilang tenaga.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!