ARUNA
Isakan kecil masih tersisa dari mulut seorang gadis kecil yang sedang ditenangkan oleh Bu Mirna. Beruntung Mirna masih bisa mengamankan Aruna yang sedang dimarahi ibunya yang datang agak malam dengan gaya sempoyongan.
Ya, lagi-lagi Aruna harus merasakan sakitnya tamparan dari tangan ibu kandungnya sendiri padahal dia hanya berniat untuk pamer nilai ujian sekolahnya yang mendapatkan nilai seratus.
"Sayang, sudah ya jangan nangis. Ini budhe buatkan mie goreng pakai telor ceplok. Kesukaan kamu" ujar Bu Mirna dengan sayang.
"Terimakasih budhe" ujar Aruna kecil dengan mata yang kembali bersemangat. Menerima sepiring mie goreng yang disiapkan dengan cinta dari orang yang bahkan tak memiliki hubungan apapun dengannya.
Bu Mirna dan suaminya, Pak Burhan adalah pemilik kontrakan yang Aruna tinggali bersama ibunya belakangan ini setelah berkali-kali Aruna pindah kontrakan karena ibunya yang harus diusir karena tidak bisa membayarnya.
Aruna masih duduk di bangku SD saat itu. Saat datang dengan beberapa luka bekas cubitan di tangan dan kaki kecilnya dan membuat sepasang suami istri yang belum di karuniai buah hati di usia pernikahannya yang sudah lebih dari dua puluh tahun itu memantapkan hati untuk membiarkan Selly, ibu dari Aruna tinggal di rumah kecil yang ada di samping bangunan rumah utamanya.
Kini Aruna sudah tinggal selama setahun di rumah itu. Dan Bu Mirna sudah menganggapnya seperti anak sendiri. Beliau menyayangi dan selalu mengamankan Aruna saat ibunya sedang hilang kendali untuk menjadikannya sasaran kemarahan yang tidak jelas.
Tumbuh keras dengan dunia sekitar yang mencemooh menjadikan Aruna sebagai gadis belia yang tomboy dan sangat suka dengan basket.
Benda bundar dan keras itu seolah jelmaan dari sakit hatinya yang mengeras dan bisa dia pantulkan sesuka hati. Ya, Aruna menjadi sangat menggilai basket.
......................
Rok selutut berwarna abu-abu itu sudah nampak sedikit pudar warnanya. Tapi tetap saja Aruna memakainya karena hanya itu seragam sekolah yang dia miliki bahkan di hari pertama sekolahnya.
Melangkahkan kakinya dengan santai menuju gedung sekolah yang tak jauh dari rumahnya. Aruna tentu akan sulit untuk membolos sekolah dalam tiga tahun ke depan.
Pasalnya para guru akan mudah saja mencari keberadaannya karena jarak sekolah dan rumahnya tidak lebih dari satu kilo saja.
"Ayo bareng, Run" teriak Ferdi yang datang dengan motor bututnya.
"Ok" jawab Aruna sambil mendudukkan diri di jok belakang motor Ferdi yang tidak ada footstepnya.
Hingga sampai di parkiran, keduanya lantas berjalan pelan dengan tujuan kelas yang berbeda meski dalam tingkat yang sama.
Ckit!
Sebuah mobil mengerem saat tidak sengaja akan menyenggol Aruna yang berjalan keluar dari parkiran motor, masih bersama Ferdi.
"Sorry" ucapnya tenang karena tak ingin memperpanjang masalah.
"Punya mata nggak sih Lo?" teriak seorang siswi dari dalam mobil itu, lantas ditarik paksa oleh siswa lain yang menjadi pengemudinya untuk tak lagi meneruskan kemarahan.
"Masih pagi juga sudah bikin bad mood" telinga Aruna masih mendengar gerutuan siswi itu.
Tak diindahkan, Aruna kembali berjalan pelan menuju kelasnya.
"Gue tinggal ya, jangan nyariin. Kelas gue disana, kelas Lo disitu" tunjuk Ferdi yang mendapat decakan sebal dari Aruna.
"Cg, iya" kesalnya lantas berlalu.
Ferdi yang sudah hafal dengan tabiat sahabatnya itu hanya tertawa kecil.
Memilih duduk di bangku paling belakang, Aruna masih mendengarkan musik dari ponsel usangnya sambil memejamkan mata.
Bel sudah berdering, hari ini adalah hari ketiga sekolah setelah selesai dengan serangkaian kegiatan MOS yang membuat Aruna merasa malas.
"Selamat pagi anak-anak" sapa Bu Ratna yang katanya adalah wali kelasnya.
"Pagi Bu" jawab semua murid dengan kompak.
"Pagi ini kita kedatangan murid baru, silahkan perkenalkan diri kamu" ujar Bu Ratna pada siswi yang rupanya adalah gadis yang Aruna temui.
"Perkenalkan nama aku Karamina Dae-un Wiyasa, panggil saja Mina" ujarnya sambil memindai isi kelasnya.
Melihat satu per satu murid yang akan menjadi temannya. Dan netra nya terhenti singkat saat melihat Aruna yang duduk sendiri di pojok ruangan.
"Mina baru bisa masuk karena baru kemarin juga dia pindah ke kota ini, bukan begitu Mina? Pertanyaan Bu Ratna hanya dijawab anggukan kepala oleh Mina dengan senyum yang masih terukir.
"Silahkan duduk, Mina" ujar Bu guru, Mina melangkah ke bangku di deretan kedua dan duduk manis disana.
Tampilannya yang modis dan menarik membuatnya disukai kaum Adam.
"Baiklah, kita mulai pelajarannya ya anak-anak" ujar Bu Ratna memulai hari ini dengan membosankan. Apalagi jadwal pelajaran matematika hari ini hingga nanti saat istirahat baru berakhir.
Hari ini bisa dilalui Aruna dengan cukup baik. Setiap hari dia selalu membawa baju ganti karena sepulang sekolah pasti akan berbelok ke pasar untuk bekerja paruh waktu.
Langkah santainya sudah sampai di gerbang sekolah. Celana jeans yang sedikit robek di bagian depannya, dipadukan dengan kaos oblong dan jaket hodie yang menutup kepala. Kedua telinganya disumpal dengan headset hingga Ferdi harus menepuk pundaknya karena panggilannya sejak tadi tak Aruna indahkan.
"Run" sapa Ferdi yang membuat Aruna menoleh setelah pundaknya di tepuk.
"Mau langsung ke pasar?" tanya Ferdi.
"Iya" jawab Aruna singkat.
"Oke deh, gue duluan ya" pamit Ferdi yang kembali hanya mendapat decakan sebal dari Aruna.
Sepeninggal Ferdi Aruna kembali memasang headset di telinganya sambil melangkah menyebrang gerbang dan kembali membuat sebuah mobil harus mengerem agar tak menabraknya.
"Lo lagi, Lo lagi. Mau cari mati ya?" kesal Mina yang sudah dua kali hampir menabrak Aruna.
"Sudah, dia kan nggak sengaja" ujar cowok yang duduk di samping Mina dari balik kemudi.
"Sorry" lagi-lagi hanya itu yang Aruna katakan dan melangkah tanpa mau lagi menatap ke belakang.
Sampai di pasar, Aruna melangkah menuju sebuah ruko yang rupanya adalah toko bangunan.
"Siang bos" sapa Runa yang melenggang pergi memasuki ruko itu untuk menaruh tasnya.
"Sebentar lagi kiriman semen datang. Semuanya siap-siap ya" ujar Ko Acing, pemilik toko bangunan tempat Runa bekerja paruh waktu sejak kelas dua SMP dulu.
"Lo sudah makan apa belum, Run?" tanya Ko Acing, Aruna hanya menggeleng.
"Lo makan dulu cepetan. Kontainernya bakalan datang sejam lagi" ujar ko Acing yang selalu duduk di balik meja dengan kalkulator antiknya.
Sudah ada sebungkus nasi yang selalu tersedia untuk karyawan toko yang hanya ada lima orang.
Seperti biasa Aruna akan makan dengan sedikit tergesa. Duduk di emper toko, tempat aman yang sering dia gunakan untuk makan sore.
Lima belas menit setelah makan, sebuah kontainer memasuki parkiran ruko. Tugas berat Aruna dan kedua teman prianya untuk menurunkan separuh dari isi kontainer itu untuk di tata di dalam gudang.
Setelah menutup bagian punggungnya dengan kaos usang, Aruna berdiri bergantian dengan kedua temannya untuk menurunkan tumpukan semen.
Ya, sekeras itu hidup Aruna demi bisa membiayai diri sendiri. Tapi kerasnya hidup tak membuat pertumbuhannya terhambat karena tinggi badan Aruna di kelas sepuluh ini saja sudah 165cm. Cukup tinggi untuk seorang gadis.
Dan kulitnya tetap saja putih meski kusam karena tak terawat oleh skincare yang biasanya dipakai oleh remaja seusianya. Dan rambutnya tak pernah berganti model. Lurus sebahu dan tak bisa diikat.
Satu hari sudah Aruna lalui dengan cukup membosankan. Malam bahkan sudah akan pergi dan berganti fajar saat seseorang mengetuk pintu rumahnya dengan ucapan sumpah serapah.
"Bukain pintu, Run! Lo tidur apa mati sih?" cerca si pemilik suara seperti biasanya.
Aruna sudah hafal dengan kondisi itu. Tubuhnya seolah tersetting untuk selalu awas jika ibunya datang di waktu yang seperti ini.
Membuka pintu dengan wajah datarnya. Aruna sudah dihadiahi bogem mentah dari tangan ibunya dan tepat mengenai pipinya dan membuat bibirnya sedikit berdarah.
"Ah" Aruna hanya bisa menahan sakit dan melihat tampilan ibunya dengan baju minim bahan dan berbicara ngelantur.
"Ibu mabuk lagi?" tanya Aruna heran. Tidak kapok ibunya sudah beberapa kali muntah darah tapi tetap saja pulang dalam kondisi mabuk seperti ini.
"Diam lo anak bajingan tengik" jawab ibunya yang langsung tumbang.
Dan Aruna akan menyeret ibunya supaya tidur di kamar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments