“Tenanglah! Aku ada di sini untukmu.”
Ana seorang gadis yatim piatu yang asal mulanya tinggal bersama pamannya, Ana masih duduk di bangku SMA usianya baru 18 tahun,
dia terpaksa sekolah sambil bekerja di rumah seorang pria tampan yang tak lain adalah bos di tempat pamannya bekerja. Ana terpaksa melakukannya karena keinginan bibiknya yang tak menyukainya dan hanya akan menambah beban bagi keluarga mereka. Namun siapa sangka kehadirannya di rumah majikannya itu bisa membuat seorang pria tampan sedingin es semacam Haris Mahendra (28 tahun) tanpa sadar sudah jatuh cinta kepadanya. Akankah perjalanan cinta mereka akan berjalan mulus? sementara Aris sendiri sudah memiliki seorang wanita yang sangat di cintainya yaitu Bellena, istri nikah sirinya. Mereka terpaksa menikah siri karena alasan kedua belah pihak keluarga mereka yang tidak menyetujui hubungan mereka.
Penasaran?
Yuk cus langsung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rova Afriza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode Tiga puluh Lima
"Andai kan saja kedua orang tuaku masih hidup Ya tuhan, mungkin jalan hidupku tak akan seperti ini," Keluh Ana.
Ana benar-benar ketakutan saat ini, ketika membayangkan apa yang akan terjadi padanya nanti. Apa lagi saat mengingat perjalanan hidupnya sampai sekarang, sedihnya justru semakin bertambah-tambah dari sebelumnya.
Saat itu Ana benar-benar bersedih, karena harus kehilangan kedua orangtua yang sangat di Cintainya itu secara bersamaan. kedua orang tuanya meninggal dalam sebuah kecelakaan Mobil, saat mereka akan pulang menuju ke kampung halamannya. sesungguhnya dulunya dia juga berasal dari keluarga yang cukup mampu saat di desanya, namun oleh karena kedua orang tuanya sudah meninggal, semua harta benda peninggalan kedua orang tuanya itu pun langsung di tarik oleh para Rentenir, karena ayahnya sempat meminjam uang kepada mereka untuk modal usahanya, bahkan mereka belum sempat melunasi semua hutang piutangnya itu, karena sudah keburu meninggal.
Sampai-sampai Ana harus ikut pamannya tinggal di kota, di saat pamannya mengajaknya tempo dulu, karena pamannya adalah satu-satunya keluarga yang ia punya saat ini. Malangnya setelah beberapa tahun tinggal dengan pamannya, tempo hari pamannya langsung mengusulkan kepadanya, agar dia sebaiknya sekolah sambil bekerja saja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya itu. Karena alasan, pamannya yang sudah tak lagi mampu untuk membiayai hidupnya, di karenakan anak-anaknya masih memerlukan uang yang cukup banyak, demi melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi.
"Ana, kau menangis karena apa?" Tanya Aldo.
Wajahnya tampak begitu khawatir. Lalu membawa tubuh gadis itu kedekapannya.
Entah mengapa Aldo menjadi begitu tak tega saat melihat gadis itu menangis, baru kali ini dia menaruh simpati kepada seorang perempuan. Karena selama ini dia terlalu acuh kepada semua perempuan-perempuan cantik yang terus-menerus mengejar cintanya, sehingga langsung membuatnya sesuka hati untuk mempermainkan mereka.
"Ah kak Aldo, sejak kapan kakak ada di sini?" Tanya Ana sembari mengusap air matanya, setelah menjauhkan tubuhnya dari pria itu.
"Ana kalau kau ingin menangis, menangislah! bahuku selalu bersiap untuk kau menumpahkan segala keluh kesahmu," Ujar Aldo sembari menggerakan jemari tangannya untuk mengusap air mata gadis itu yang masih mengalir dengan derasnya.
"Hiks..Hiks.... kak Aldo," Isak Ana.
Ana sudah menyandarkan tubuhnya pada pria itu, Aldo langsung memeluk tubuhnya dengan erat demi menenangkannya.
Entah mengapa, Ana langsung merasa damai saat ada seseorang yang begitu memperhatikannya. Karena ini kali pertamanya dia merasa di perhatikan oleh orang lain dari semenjak kedua orang tuanya sudah tiada. Selama ini dia hanya bisa menanggung bebannya sendirian, tanpa berbagi kepada siapapun. Dia hanya bisa menutupinya dengan tingkah yang selalu ceria ketika di hadapan orang lain. Ana merasa dirinya harus benar-benar kuat untuk menjalani hidup ini sendirian, tanpa kehadiran orang tuanya.
"Ana, apa kau mau menceritakan masalahmu itu padaku?" Tanya Aldo lembut.
Sementara Ana, tak lagi menyahut pertanyaan pria itu, dia hanya bisa menangis sejadi-jadinya, untuk menumpahkan seluruh bebannya di pelukan pria itu. Dia benar-benar merasa terharu, karena pria itu begitu perhatian padanya, sehingga langsung mengingatkannya kepada mendiang kedua orang tuanya yang sama persis seperti Aldo.
"Baiklah, kalau kau tak ingin bercerita padaku, aku tak akan memaksamu," Ujar Aldo lagi sembari mengusap-usap pucuk kepala gadis itu.
Hatinya merasa tersayat-sayat karena pilu, saat mendengar tangis gadis itu yang terdengar begitu memilukan, seakan-akan menyimpan luka yang begitu dalam.
Setelah merasa puas menumpahkan tangisnya di dekapan pria itu, Ana pun langsung melepaskan pelukannya kembali untuk segera mencuci wajahnya di Wastafel terlebih dahulu, demi menghilangkan mata sembabnya.
"Bisakah kakak mengantarkan Ana pulang sekarang? Ana sudah mengantuk," Ujar Ana.
Wajahnya masih menampakan raut wajah yang sedih.
"Tentu saja aku akan mengantarkanmu pulang, tapi bisakah kau membayarku dengan sebuah senyuman, sebagai upahku mengantarkanmu kembali pulang ke rumah?"
Ujar Aldo lembut sembari menatap wajah gadis itu.
Sedetikpun pandangannya tak bisa lepas dari wanita itu, berharap, Ana kembali ceria dan tersenyum seperti biasanya.
"Apakah kakak yakin hanya meminta bayaran dengan sebuah senyuman saja?" Sahut Ana sembari membalas tatapan Aldo dengan menunjukan wajah yang sedikit demi sedikit, mulai tersenyum kembali.
"Tentu saja tidak, kau harus membayarnya dengan sebuah ciuman," Canda Aldo sembari mendekatkan wajahnya ke arah Ana.
Saat melihat tingkah Aldo, Ana pun langsung menjewer telinganya karena permintaan konyolnya itu.
"Aaaana hentikan! aku tidak bersungguh-sungguh, aku hanya bercanda," Ringis Aldo saat merasakan kupingnya di jewer oleh gadis itu.
"Hey, kakak terlalu lebay, pedahal Ana tidak menjewer kuping kakak sekuat itu, mengapa sampai harus histeris seperti itu, seakan-akan Ana sudah menyiksa kakak saja," Ujar Ana kesal sembari memutar bola matanya karena jengah.
"Ana jeweranmu, seperti listrik yang mampu menyetrum seluruh tubuhku, tapi bedanya kalau di sengat oleh listrik, akan langsung membuatku celaka, tapi kalau sengatan listrik darimu justru membuatku ketagihan," Ujar Aldo sembari mengerlingkan matanya sebelah.
"Aah sudahlah! kakak bicara apa?"
Ana kesal sekali, namun wajahnya tampak memerah karena malu, dia sudah berlarian keluar demi meninggalkan pria itu.
Sementara Aldo pun langsung berinisiatif untuk mengejarnya, saat langkahnya sudah sejajar, Aldo pun lalu menggamit lengan gadis itu agar tak terpisah di dalam keramaian.
Sementara Ana lagi-lagi hanya bisa diam, dan membiarkan pria itu menggenggam tangannya. Sembari terus melangkahkan kaki mereka secara bersama ke arah parkiran.
makanya jgn coba2,,macam macam sama aris karna tidak ada ampun bagi nya