Jiwanya tidak terima di saat semua orang yang dia sayangi dan dia percaya secara bersama-sama mengkhianatinya. Di malam pertama salju turun, Helena harus mati di tangan anak asuhnya sendiri.
Julian, pemuda tampan yang berpendidikan dibesarkan Helena dengan penuh cinta dan kasih sayang. Tega menghunuskan belati ke jantungnya.
Namun, Tuhan mendengar jeritan hatinya, ia diberi kesempatan untuk hidup dan memperbaiki kesalahannya.
Bagaimana kisah perjalanan Helena?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penolakan Lagi
"Nyonya!" sapa Lina saat melihat Helena dan Keano tiba di lantai satu.
"Kebetulan hari ini hukuman mereka berakhir. Aku serahkan mereka kepadamu, aku akan pergi membeli keperluan Keano," ucap Helena sembari mengusap kepala Keano.
Lina menganggukkan kepala, dan memberi Helena jalan. Hujan salju sudah mereda, jalan-jalan sudah dibersihkan. Para petugas sigap membuka jalan yang tertutup salju. Aktifitas kota Solaria pun kembali hidup. Di luar, supir pribadi Helena sudah menunggu.
"Helena, tunggu!" Ibu mertua memanggil, berjalan terburu-buru sambil menarik tangan Julian.
Wajahnya tersenyum berseri, tak lagi masam seperti biasa. Dia ingin Helena membawa serta Julian untuk berbelanja.
"Ada apa, Ibu? Kenapa terlihat buru-buru sekali?" tanya Helena sembari menatap ibu mertua yang datang menghampirinya.
"Ibu dengar kau akan pergi berbelanja kebutuhan Keano. Bisakah kau membawa serta Julian? Dia juga harus membeli kebutuhannya," ucap Ibu penuh harap, ia mengantarkan Julian mendekati Helena.
Helena tersenyum menatap Julian, wajah polos itu mendambakan dirinya akan diajak serta bersama mereka. Helena mengusap lembut pipi Julian, seolah-olah dia sudah bersedia menerima anak itu.
Dulu, kau ku besarkan dengan tanganku sendiri. Kuberi pendidikan yang layak, kehidupan mewah tanpa kekurangan apapun juga. Kemudian, sampai kau menjadi seorang yang sukses, tapi apa yang kau berikan kepadaku? Pengkhianatan, rasa sakit yang tiada obatnya, serta kematian tragis yang tak diinginkan semua orang.
"Aku memang akan pergi membeli keperluan Keano, tapi sepertinya aku harus meminta maaf karena tidak bisa mengajakmu. Kau bisa minta pada Nenek untuk membawamu berbelanja," ucap Helena sambil tersenyum.
Julian yang sudah berharap, seketika berubah masam. Tatapan matanya berubah tajam, wajahnya memerah penuh amarah. Ia tidak suka penolakan.
"Kenapa kau tidak mau membawaku juga? Bukankah kami sama-sama anak yang diangkat di rumah ini? Kenapa membeda-bedakan kami?" protes Julian sembari menahan rasa kesal. Tangannya mengepal kuat, menatap Keano penuh dendam.
"Iya, Helena. Meskipun Ibu yang mengangkatnya, tapi kau tidak boleh membedakan mereka." Ibu mertua ikut berbicara, ia mendekat merayu Helena.
Wanita itu berdiri tegak, memalingkan tatapan dari Julian pada sang supir yang menunggunya di bawah salju.
"Aku ada keperluan bersama Keano sebelum berbelanja. Jadi, aku tidak bisa membawa Julian. Baiknya Ibu saja yang pergi dan belikan semua keperluannya," ucap Helena tetap menolak Julian untuk ikut.
Ibu mertua mendesah, pasrah pada keputusan sang menantu.
"Baiklah jika begitu. Ibu akan membawanya sendiri, tapi kau bisa berikan Ibu uangnya untuk membeli keperluan Julian?" ujar ibu mertua tanpa tahu malu.
Helena menoleh, tersenyum tajam atas permintaan ibu mertuanya.
"Bukankah selama ini keuangan rumah Ibu yang memegangnya. Ibu juga mendapat uang bulanan dari Ferdinan, sedangkan aku sepeser pun tidak pernah menerima uang darinya. Lalu, sekarang Ibu meminta uang dariku? Uang siapa yang Ibu minta? Uangku?" sengit Helena membuat ibu mertua bungkam.
Dulu aku memang benar-benar bodoh. Memberikan semua uang simpananku untuk memenuhi kebutuhan kalian yang tiada habisnya hingga tak bersisa. Kalian pikir aku masih bodoh?
Wanita tua itu terlihat gelisah, gugup tak menentu. Selama ini memang dia tidak mengizinkan Ferdinan memberi uang kepada Helena. Semua urusan keuangan ibu mertua yang mengatur. Sampai urusan dapur pun Helena tidak diizinkan untuk tahu.
"Alangkah tidak tahu malunya Ibu! Selama ini melarang Ferdinan memberi uang kepadaku, sekarang meminta uang dariku. Apakah Ibu masih punya rasa malu?" sindir Helena mengundang amarah di dalam diri wanita tua itu.
"Cukup, Helena! Jika kau tidak ingin memberi Ibu uang, ya sudah. Jangan menghina Ibu seperti itu!" ketusnya tidak terima, kedua biji mata tua itu melotot lebar pada sang menantu.
Helena tersenyum, puas melihat wajah murka sang mertua. "Aku memang tidak akan memberi Ibu uang. Minta saja kepada anakmu itu. Jangan pernah meminta kepadaku," tegas Helena seraya berbalik sambil menggandeng Keano, mereka pergi meninggalkan rumah tanpa peduli pada perasaan sang mertua.
"Helena benar-benar berubah. Dulu dia tidak pernah mempermasalahkan semua ini. Dia selalu memberiku uang saat aku meminta. Kenapa sekarang dia bisa seperti itu? Aku harus mencari tahu," gumam ibu mertua sambil menatap punggung Helena yang terus menjauh dan hilang di pintu utama.
"Nenek, apakah aku tidak bisa bersenang-senang seperti Keano? Berbelanja Keluar membeli apa saja yang aku mau. Aku ingin sepertinya, Nek," rengek Julian sambil menahan tangis yang kian mendesak.
Ibu mertua menghela napas panjang, melirik pada cucunya dengan kesal.
"Kau tenang saja. Nenek akan membawamu pergi keluar berbelanja setelah ayah dan ibumu keluar. Tunggu sebentar lagi, kita akan membuat anak itu merasa iri kepadamu karena memiliki orang tua sempurna," jawab ibu mertua menghibur Julian.
Anak itu tertawa sumringah, ia melompat-lompat sambil bersorak, "Hore!"
Diam-diam Lina mengawasi dan melaporkan semuanya kepada Helena.
dan kekuatan sekali jika itu adalah ayah kandungnya si Keano 👍😁
Tapi kamu juga harus lrbih berhati” ya takutnya mereka akan melakukan sesuatu sama kamu dan Keano 🫢🫢🫢