Luna merupakan anak pertama Raihan Wicaksono yang berusia 23 tahun, dia bekerja pada di kantor swasta sebagai kepala divisi penjualan. Meskipun ayahnya adalah seorang Ahli Bioteknologi dia sama sekali tidak mewarisi bidang pekerjaan ayahnya.
Luna berkhayal bahwa dia ingin mempunyai suami yang di dapat dari rekanan ayahnya seperti kebanyakan film yang dia tonton, sampai pada akhirnya dia ikut ayahnya bekerja dan bertemulah Luna dengan Renzo anak dari rekan bisnis ayahnya. Usia mereka terpaut lebih dari 10 tahun, Luna langsung jatuh hati begitu melihat Renzo. Tapi tidak pada Renzo, dia sama sekali tidak tertarik pada Luna.
"Itu peringatan terakhirku, jika setelah ini kamu tetap keras kepala mendekatiku maka aku tidak akan menghentikannya. Aku akan membawa kamu masuk ke dalam hidupku dan kamu tidak akan bisa keluar lagi," ancaman dari Renzo.
Cegil satu ini nggak bisa di lawan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YPS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26
Di sebuah ruang VIP restoran mewah, dua pria duduk berhadapan dengan ekspresi serius. Ya, tak lain mereka adalah Adrian Kim William dan Raihan Wicaksono, sahabat sekaligus rekan bisnis sejak lama.
Pertemuan mereka kali ini di luar jam kerja. Raihan, dengan wajah tegas dan penuh wibawa melipat kedua tangannya di atas meja. Sementara di hadapannya, Adrian, menatapnya sembari menikmati secangkir kopi panas.
"Aku sudah mencoba bicara pada Luna," kata Raihan akhirnya, suaranya berat. "Tapi Luna tetap ingin bersama Renzo apapun kondisinya. Tapi yang harus kamu tahu, Adrian. Sebenarnya aku juga tidak masalah jika memang mereka ingin bersama."
Adrian menyesap kopinya perlahan sebelum menjawab, "Aku tahu kamu dan Luna adalah orang yang tulus. Justru yang aku khawatirkan adalah anakku. Bagaimana jika dia menyakiti anakmu?"
Suasana hening sejenak....
"Apa lagi yang bisa kita lakukan sebagai orang tua selain mendukung dan melindungi mereka, ini demi kebahagiaan mereka. Aku tidak ingin egois, Adrian!" sahut Raihan.
"Kau tahu aku hanya tidak ingin merusak kerjasama dan pertemanan kita. Itu saja!"
"Aku tahu, tapi alangkah baiknya sekarang kita dukung mereka. Jangan sampai hal-hal yang tidak kita inginkan terjadi."
Akhirnya, kedua pria itu sama-sama mengangguk. Mereka tahu, apapun lagi yang mereka rencanakan ke depan tidak akan bisa memisahkan keduanya.
.
Sedangkan kedua anak mereka sedang menikmati makan malam bersama di restoran mewah di iringi dengan musik romantis.
Renzo mengenakan setelan jas yang membuatnya semakin tampan, Luna mengenakan gaun berwarna putih di padukan dengan heels maroon nya.
"Are you happy tonight?"
Luna mengangguk. "Terima kasih, untuk seluruh cinta dan kasih sayang yang kamu berikan ke aku. Semakin hari cintaku semakin banyak, semakin tumbuh."
"Meskipun kamu tahu bahwa cintaku itu jika di pandang orang adalah sebuah obsesi?" tanya Renzo meyakinkan kembali perasaan Luna. Kini dia tidak mampu jika harus kehilangan wanita cantik itu.
"Ya, dan aku akan menikmati hari-hariku di cintai olehmu,"
Mereka saling berpandang, Renzo mengusap lembut punggung tangan Luna. Sesekali mereka melempar pandangan pada pemain musik yang seolah mendukung perasaan mereka yang sedang jatuh cinta.
"Bagaimana kalau kita liburan? Ada tempat yang ingin kamu kunjungi?" tiba-tiba saja Renzo bertanya.
"Maluku, aku ingin sekali ke sana. Salah satu tempat terindah di Indonesia. Tapi kalau cuma berdua, aku rasa Papaku yang bawel itu tidak akan mengizinkanku jika pergi terlalu lama." Luna mengerucutkan bibirnya.
"Kamu boleh ajak Bimo dan Patricia." sahut Renzo cepat.
Luna menopang dagunya dengan satu tangan, berpikir bagaimana caranya meminta izin kepada orang tuanya untuk berlibur dalam waktu lama. Namun, hal itu ia tepiskan pasti seorang Luna akan mendapat izin dari orang tuanya.
Terbesit satu hal yang ingin Luna tanyakan pada Renzo.
"Oh ya soal kendala di kantor kamu waktu itu, apa sudah terselesaikan dengan baik?"
Renzo mengangguk. "Hanya kesalahan teknis saja, ada seorang wanita yang datang membawa hasil lab nya, itu saja. Tapi sudah di tangani dengan baik, sepertinya mereka dari kompetitor. Tapi wajahnya tidak asing, seperti klientmu yang waktu itu."
"Mbak Vivi?"
"Tapi nama yang ada di berkas bukan Vivi," sahut Renzo cepat.
Tapi tak ingin menghabiskan waktunya untuk berpikir, Luna kembali menikmati malamnya yang begitu romantis bersama Renzo.
Menyantap makanan lezat dan bernyanyi mengikuti lagu-lagu romantis yang di sediakan restoran tersebut. Sampai di mana waktunya mereka untuk berpisah,
.
Renzo mengantarkan Luna pulang dengan selamat. Baru saja Renzo membukakan pintu mobilnya untuk Luna, tiba-tiba mobil mewah berwarna putih berhenti tepat di sampingnya.
Pintu yang terbuka secara otomatis, menurunkan seorang pria paruh baya yang menenteng tas kerja.
"Papa!" teriak Luna. "Tumben pulangnya larut, biasanya jam segini udah tidur... " lanjutnya lagi.
"Papa habis ada janji makan malam dengan klient. Memangnya cuma kamu yang boleh pulang larut?" Raihan menyentil telinga Luna.
Renzo seketika menyalami tangan Raihan sebagai bentuk hormat.
Adrian menepuk pundaknya. "Terima kasih sudah menjaga Luna dengan baik, sedikit menyusahkan karena makan nya banyak kan?"
Mereka berdua terkekeh kecil menatap ke arah Luna, wanita muda itu tersipu malu.
"Bye, Sayang. See you soon." Luna melambaikan tangannya pada Renzo. "Hati-hati." serunya lagi.
Renzo mengedipkan satu matanya pada Luna dan tersenyum kecil.
Luna yang salah tingkah segera berjalan cepat mengikuti papanya yang sudah berjalan ke arah pintu masuk rumahnya. Dengan cepat ia meraih lengan Raihan sambil menyenderkan kepalanya.
"Dasar anak muda!" gerutu Raihan.
"Kayak nggak pernah muda aja." jawab Luna.
Mobil Renzo terlihat sudah keluar dari rumah Luna, dan gerbang di tutup kembali oleh penjaga.
.
.
Sudah kembali di rutinitas Luna yang sehari-harinya menghabiskan waktu di kantor Bimo. Dedikasinya pada kantor sangat besar, bahkan sebenarnya seorang Luna bisa membuat kantornya sendiri, tapi dia lebih nyaman bekerjasama dengan Bimo seperti yang sudah terjalin selama ini.
"Bim, ikut ke Maluku yok."
"Apa Lun? Tiba-tiba banget, kalau kamu ada acara sama Renzo untuk liburan ke sana ya pergi lah! Aku di sini saja, mengurus kantor." jawabnya sinis.
Luna menghembuskan napasnya berat.
Dret!
Dret!
Ponsel Luna sedari tadi pagi sudah bergetar terus menerus, pada layar ponselnya terlihat nama Vivi muncul di sana.
"Lun, Vivi telepon tuh?!" kata Bimo menunjuk ke ponsel Luna.
"Bim, ada yang aneh deh sama beliau, kenapa ya beliau terus-terusan telepon aku. Sepertinya akan mengajakku bertemu, Bim, aneh kan?" Luna mulai merasa tidak nyaman semenjak terakhir dia bertemu Vivi.
"Mungkin dia udah anggep kamu adiknya, dia nyaman tandanya sama kamu," terang Bimo dengan nada cuek.
Luna masih memandangi layar ponselnya yang belum juga berhenti.
Kemudian ada pesan masuk di ponsel Luna, jelas pesan itu dari Vivi. Wanita itu seperti terobsesi pada Luna, hampir setiap hari Luna selalu menerima teleponnya. Walau kadang hanya menanyakan keadaan Luna.
"Lun, aku rilis menu baru di restoran. Aku kirimkan beberapa box untuk kalian makan bersama di kantor, beri penilaiannya ya."
Bimo dan Luna sama-sama melihat isi pesan Vivi.
"Berburuk sangka tidak baik!" Bimo mencubit kecil tangan Luna. Ia meringis kesakitan sembari membuka pesan tersebut.
"Memang ada wanita yang terobsesi dengan wanita lainnya?" gumam Luna. Namun, tangannya mengetikkan pesan ucapan terima kasih yang akan di kirimkan pada Vivi.
.
Jeda dari ia menerima pesan tersebut cukup singkat sampai makanan itu tiba di kantor mereka.
Beberapa box di bungkus cantik dengan pita merah yang di dalamnya sudah terisi makanan-makanan yang tertata rapi.
"Maintenance dia dengan baik. Coba luangkan waktu untuk sekedar jalan ke mall or something." terang Bimo sembari membuka box makanan yang ada di depannya.
"Bim.... "
"Kamu bisa dapat relasi dari dia, peluang besar, Lun. Ayolah buang perasaanmu yang tidak baik itu demi kantor kita!"
Luna tidak bisa lagi menolak, semua demi kelancaran pekerjaannya. Dia mengetuk layar ponselnya berkali-kali memikirkan rencananya bertemu Vivi.
.