Spin Off Tawanan Cinta Pria Dewasa.
Dua kali gagal dalam pernikahan, Justin Anderson menganggap semua wanita itu sama. Sebatas mainan dan hanya merepotkan, bahkan tidak ada wanita yang membuat dia betah.
Hingga, takdir justru mempertemukannya dengan seorang gadis cantik yang terjebak keadaan. Agny Tabina, gadis belia yang dipaksa terjun ke dunia malam akibat keserakahan pamannya.
"500 juta ... tawaran terakhir, berikan gadis itu padaku." - Justin Anderson.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24 - Salah Pertama
"Sudah kukatakan jangan sentuh apapun, dan dia cuci ... Siallan, bagaimana jik_ Astagaaaaa!!"
Justin memerah kala melihat semua pakiannya sudah Agny jemur dan bisa dipastikan kering. Pria itu mengusap wajahnya kasar, apalagi ketika dengan jelas dia melihat sprei kematian yang dia khawatirnya Agny sentuh sudah melambai-lambai di sudut ruangan.
Matilah dia, Justin berpikir keras bagaimana caranya bisa berpura-pura tidak ada masalah. Habislah harga dirinya, Justin memerah padahal tidak ada yang tengah mengejeknya.
"Om?"
"Hm?"
Justin menoleh, dia baru sadar jika Agny ternyata mengikuti langkahnya. Agny mengerutkan dahi, apa sebenarnya yang salah dengan diri Justin. Rasanya tidak ada uang atau barang penting yang terselip di saku kemejanya. Sekalipun itu adalah pengaman yang belum Justin gunakan, tidak banyak dan hanya beberapa saja.
"Ka-kamu cuci semua?"
Agny mengangguk dengan wajah piasnya. Bukan tanpa alasan dia takut, pikiran gadis itu sudah kemana-kemana dan dia khawatir jika ada yang membuat Justin marah. Sungguh dia tengah merasa dihujam bencana, padahal biasanya seorang pria akan merasa senang jika mendapat perlakuan begini, lantas kenapa Justin sebaliknya.
"Kenapa, Om? Tidak ada uang kok di sakunya, sebelum kucuci pakaiannya juga dipisah jadi tidak mungkin ada yang luntur ... dan celananya juga tidak ada robek, sama pengaman yang Om masukin di saku aku sim_"
"Agny cukup."
Justin memotong pembicaraan gadis itu lantaran merasa tengah ditelanjangi di depan umum kala Agny menjelaskan secara detail tentang kegiatannya. Apalagi, ketika Justin menyadari tumpukan underwear kotor di keranjang ukuran kecil yang Agny letakkan di sana.
"Lain kali tidak perlu ya, wajar saja masuk angin ... kamu kelelahan, hal-hal semacam ini bukan tanggung jawab kamu," ungkap Justin sok bijaksana padahal sebenarnya dia malu luar biasa dan merasa ingin lari dari permukaan bumi saat ini juga.
"Tidak, aku terbiasa jadi jangan khawatir ... anggap saja bayaran, Om sudah kasih aku makan hari ini."
Justin memejamkan mata, dia benar-benar lupa menerapkan larangan apa saja yang tidak boleh Agny sentuh. Dia menatap wanita itu dengan ekspresi yang tidak dapat didefinisikan, seyakin itu jika Agny mengetahui aibnya.
"Bayarnya tidak perlu pakai cara ini, aku sudah katakan tenagamu simpan dan jangan sampai sakit ketika aku menginginkanmu," ucap Justin membuat Agny tertunduk seketika, ucapan itu bak tamparan yang memperjelas jika memang hanya tubuhnya yang Justin inginkan.
"Agny, dengar aku?"
"Iya," jawabnya dengan suara serak dan terdengar sedikit lemah.
"Tatap mataku, jangan cuma iya-iya saja."
"Iya dengar ... maaf jika terlalu lancang, aku lupa tugasku hanya memuaskan naffsu pria yang menyewaku, bukan melakukan hal semacam ini."
Justin salah bicara, pria itu paham jika Agny tampaknya tersinggung. Terlihat jelas sekali, bahkan dia memilih berlalu lebih dulu meninggalkan Justin yang kini masih terdiam di bibir pintu.
"Aku salah bicara sepertinya? Ck, bibirmu memang kurang didikan, Justin."
Justin membatin dan menatap punggung Agny yang kian menjauh. Rasanya baru beberapa saat lalu mereka baik-baik saja, dan kini Agny murung akibat ucapannya.
Dengan langkah pelan, Justin mendekat dan duduk di sisi Agny yang kini memilih diam dan merogoh ponselnya. Baru kali ini Justin dibuat benar-benar merasa bersalah pasca Agny seperti akan mengabaikannya.
"Bukan begitu maksudku, tapi memang yang kamu lakukan hanya membuat lelah ... maaf kalau kata-kataku menyinggung perasaanmu, Agny."
Diam, Agny tetap memilih diam dan fokus dengan ponselnya. Entah apa yang dia lihat karena sebenarnya tidak ada notifikasi pesan dari siapapun.
"Agny ... dengarkan aku."
Kesal lantaran diabaikan, Justin merampas ponsel Agny secara paksa dan memasukkannya ke dalam saku agar wanita itu tidak mengabaikannya. Dia menatap lekat manik indah Agny, wanita itu berusaha menghindari tatapan Justin sesegera mungkin.
"Aku tidak tuli ... telingaku masih dengar jelas, terutama ucapan Om beberapa saat lalu. Jika memang takut aku kelelahan hanya karena cuci baju, kenapa Om tidak takut aku mati kelelahan malam itu?" Agny melontarkan pertanyaan yang membuat Justin mati kutu.
"Agny maks_"
"Tidak perlu dijelaskan, aku tahu tugasku dan perkara tenaga untuk melayani orang yang membayarku aku sangat-sangat pikirkan. Jangan pernah berpikir jika aku sengaja cari penyakit demi menghindar dari tugasku sebagai pelaccurmu," lanjut Agny tanpa jeda dan hatinya benar-benar puas kali ini. Sakit yang dia rasakan hilang bersamaan dengan air mata yang tiba-tiba mengalir dari pelupuk matanya.
Ya tuhan, dia menangis. Justin menatapnya bingung dan perasaan bersalah itu kian menghantuinya. Dia tidak terbiasa membujuk wanita, karena biasanya Justin tidak akan peduli sekalipun wanita berteriak di hadapannya. Akan tetapi, melihat Agny kali ini hatinya merasa berbeda dan jiwanya merasa benar-benar bersalah.
"Tarik ucapanmu, Agny ... tidak ada pelaccur di sini," ucap Justin lembut seraya menepikan rambut Agny yang dirasa sedikit mengganggu wajahnya.
"Om jangan coba menghiburku, aku bukan seseorang yang suka lari dari kenyataan ... orang-orang diluar sana pasti mengatakan hal yang sama, jadi tidak per_ hhmmpp."
Kebiasaan sekali, Justin membungkamnya padahal masih berusaha bersuara. Wanita itu membeliak kala Justin menggigit bibirnya kecil dan menciptakan rasa sakit yang cukup menyiksa. Agny memukul dada Justin kuat-kuat hingga pria itu melepas pagutannya seketika.
"Jangan asal bicara makanya," ucap Justin menarik sudut bibir seraya mengusap bibir Agny yang kini tampak basah dengan jempolnya.
"Om yang mulai, kenapa aku yang digigit."
"Mau balas? Aku persilahkan, gigit semaumu ... sampai luka jika perlu," ujar Justin seraya menunjuk bibirnya.
Pria itu memang tampaknya lebih menyebalkan dari siapapun. Agny berdecak sebal seraya mengepalkan tangannya lantaran Justin berhasil membuatnya tidak dapat mengambil tindakan apapun.
.
.
.
- To Be Continue -