“Kalau kamu nggak pulang sekarang, mama nggak main-main Syas. Mama akan jual kamu!”
Mata Syanas membelalak, tapi lebih karena terkejut mendengar nada serius ibunya dari pada isi ancaman itu sendiri. “Jual aku? Serius Ma? Aku tuh anak mama loh, bukan barang yang bisa dijual seenaknya.”
“Oh, kamu pikir mama nggak bisa?” balas Rukmini, suara penuh ketegasan. “Mama akan jual kamu ke Gus Kahfi. Dia anak teman almarhum papa kamu, dan dia pasti tau cara ngurus anak bandel kayak kamu.”
Syanas mendengar nama itu dan malah tertawa keras. “Gus Kahfi? Mama bercanda ya? Dia kan orang alim, mana mungkin dia mau sama aku. Lagian, kalau dia beneran mau dateng ke sini jemput aku, aku malahan seneng kok Ma. Coba aja Ma siapa tau berhasil!”
Rukmini mendesah panjang, lalu tanpa berkata apa-apa lagi, menutup teleponnya. Syanas hanya mengangkat bahu, memasukkan ponselnya ke saku lagi. Ia tertawa kecil, tak percaya ibunya benar-benar mengucapkan ancaman itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gledekzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch ~
Syanas membuka pintu dengan penuh kehati-hatian, udara pagi yang dingin langsung menyergapnya. Baru juga melangkah satu kaki keluar, tiba-tiba, “Woy, itu dia pengantin barunya!”
Syanas belum sempat bernapas segerombolan ibu-ibu langsung mengepungnya seperti pasukan khusus yang sedang menangkap buronan.
“Cantik banget ya, Masya Allah!”
“Dari kota ya nduk? Aduh, kulitnya mulus banget, kayak tahu sutra!”
“Udah isi belum?”
Syanas yang masih dalam mode loading pagi-pagi langsung tersedak udara sendiri. “Isi apaan?!”
Matanya membelalak sementara otaknya mencoba mencerna. Isi? Isi dompet? Isi pulsa? Atau~~~
Kahfi yang baru saja keluar rumah hanya berdiri santai sambil melipat tangan di dada. Melihat istrinya panik sendiri, ia malah senyum-senyum. “Yang, santai. Mereka cuma nanya kok.”
“Itu bukan pertanyaan santai!” Syanas melotot ke Kahfi lalu kembali melihat para ibu-ibu yang masih menatapnya penuh antisipasi.
Salah satu ibu langsung menepuk pundak Syanas dengan semangat. “Tenang aja, kalau belum isi, nanti kita kasih ramuan biar cepet.”
“Ramuan apaan?!” Syanas langsung mundur selangkah dengan matanya makin membesar.
Sementara itu ibu lainnya malah bisik-bisik ke temannya. “Dulu aku minum ramuan itu, tiga bulan langsung jadi lho.”
“Iya, aku juga. Ampuh banget!”
Syanas menoleh ke Kahfi dengan ekspresi horor. “Yang, bantuin napa?”
Kahfi tersenyum-senyum. “Mereka cuma bercanda.”
“Nggak kedengeran kayak bercanda!”
Salah satu ibu tiba-tiba menggenggam tangan Syanas erat-erat. “Udah, udah, jangan takut! Ayo ikut kita aja, kita makan bareng di balai desa!”
“Makan? Bukannya kita mau masak?” Syanas menoleh ke Kahfi dengan ekspresi penuh harapan, berharap suaminya bisa menyelamatkannya dari serbuan ibu-ibu ini.
Firasatnya tadi tenyata benar-benar terjadi.
Tapi Kahfi malahan tersenyum. “Di sini kalau ada warga baru biasanya diajak makan bareng biar makin akrab sama warga.”
Syanas menatap ke sekeliling. Desa ini benar-benar terasa asing baginya. Udara segar, aroma kayu bakar dari dapur-dapur rumah warga, ayam-ayam yang berkeliaran bebas, dan anak-anak kecil yang lari-lari sambil main bola di jalanan tanah.
Namun, dalam hitungan detik, Syanas sudah diseret ke arah balai desa dengan langkah cepat, diapit ibu-ibu kiri dan kanan seperti tamu kehormatan.
Sampai di sana suasananya sudah ramai. Anak-anak kecil berlarian, bapak-bapak duduk santai sambil minum kopi, dan beberapa ibu sibuk menata makanan di atas meja panjang dari bambu.
“Silakan duduk nduk!” salah satu ibu menepuk bahu Syanas membuat Syanas nyaris terhuyung.
Syanas duduk dengan hati-hati di atas tikar anyaman. Kahfi ikut duduk di sampingnya dengan ekspresi santai seolah ini sudah biasa baginya.
Saat itu seorang ibu datang membawa piring besar berisi makanan. “Ayo makan yang banyak! Biar cepet isi!”
Syanas yang baru saja mengambil sendok langsung melahap makanan itu. Setidaknya ia mengisi perutnya terlebih dahulu.
Kahfi terus tersenyum melihat Syanas. “Makan yang banyak.”
Syanas mendengus dengan tatapan yang kesal melihat Kahfi yang tidak memberikannya sedikit informasi tentang acara seperti ini.
Syanas tidak mau berbicara lagi dengan ia begitu saja melahap makanan itu. Tapi baru suapan pertama, seorang bapak tua yang duduk di dekatnya tiba-tiba berseru,
“Wah, kalau liat dari caranya makan, kayaknya pengantin baru kita bakal cepet punya anak!”
Syanas hampir tersedak. Kahfi buru-buru menyodorkan air minum sambil berusaha menahan senyum.
Syanas dengan mata berair karena batuk, menatap Kahfi tajam. “Yang, aku serius, besok kita pindah rumah aja.”
“Ke mana?”
“Ke planet pluto. Noh di ujung planet sepi.”
Kahfi terkekeh pelan, menikmati ekspresi istrinya yang setengah frustrasi, setengah pasrah. “Pluto dingin Yang. Nanti kamu kedinginan.”
Syanas memutar bola matanya. “Mending kedinginan dari pada tiap hari diserbu pertanyaan aneh.”
Belum sempat Kahfi menjawab seorang ibu lain datang membawa gelas besar berisi cairan kehijauan yang tampak mencurigakan.
Syanas menatap gelas berisi cairan hijau kental itu dengan horor. Dari dalamnya mengambang daun-daun misterius, biji-bijian yang entah apa, dan akar kecil yang terlihat seperti bagian dari ritual pemanggilan makhluk astral.
“Nah, ini ramuan turun-temurun biar cepet isi! Dulu nenek buyut saya minum ini, langsung dapet anak kembar!” seru seorang ibu dengan penuh kebanggaan.
Syanas langsung menggeleng cepat. “Ehh saya masih makan bu.”
Ibu-ibu itu tersenyum manis, tapi langkah mereka makin mendekat, mengepungnya seperti sekawanan serigala yang baru menemukan mangsa empuk.
“Minum dikit aja nduk. Biar badan sehat, biar rumah tangganya makin harmonis.”
Syanas menoleh ke Kahfi berharap suaminya bakal jadi pahlawan dan menyelamatkannya. Tapi yang ia lihat justru pengkhianatan.
Kahfi duduk santai sambil menyeruput kopi, menikmati kekacauan ini.
Syanas menyipitkan mata. Oh, jadi gitu? Baik.
Tanpa pikir panjang ia langsung menyambar gelas itu dan menyodorkannya ke Kahfi. “Kalau gitu kamu dulu Yang.”
Kahfi tersedak kopinya sendiri.
“Minum,” paksa Syanas dengan senyum malaikat tapi dengan aura iblis.
Ibu-ibu malah semakin girang. “Wah gus juga minum! Tambah langgeng rumah tangga kalian, insyaAllah!”
Dengan pasrah Kahfi menerima gelas itu. Syanas memperhatikannya dengan tatapan penuh kepuasan. Mau tak mau lelaki itu meneguk sekali teguk besar.
Seketika ekspresi Kahfi berubah. Bibirnya menekan rapat, otot rahangnya menegang, dan dahinya sedikit berkerut.
Syanas menyeringai. “Gimana rasanya?”
Kahfi menarik napas dalam lalu berusaha tersenyum. “Unik.”
Syanas tertawa dalam hati. Nah selesai.
Tapi ternyata, tidak. Ibu-ibu dengan semangat langsung menyodorkan gelas lain ke tangannya.
“Nah sekarang giliranmu Nduk!”
Tangan Syanas refleks terangkat menolak. “Eh, eh, saya kan udah—”
“Lho nggak adil dong! Masa gus aja yang minum, kamu nggak? Harus kompak!”
Tahu-tahu tangan ibu-ibu itu sudah mengunci pergelangan tangan Syanas. Gelas ramuan itu kini bertengger mantap di telapak tangannya tidak bisa ditawar lagi.
Syanas menoleh ke Kahfi menatap suaminya dengan harapan terakhir. Tolongin plis.
Tapi yang ia dapat? Senyuman jahil. Pengkhianatan dua kali.
Syanas menarik napas dalam. Oke. Baik. Kalau perang ya perang. Dengan pasrah ia mendekatkan gelas itu ke bibirnya dan meneguk sedikit. Dan langsung menyesal seumur hidup.
Lidahnya langsung kebas. Rasanya seperti kombinasi jamu basi, akar pohon busuk, dan sedikit aroma lumpur sawah setelah hujan.
Refleks Syanas ingin memuntahkan.
“Nduk, jangan dibuang! Harus ditelan!” seru salah satu ibu itu dengan antusias.
Syanas menatap langit. Tuhan, bisakah engkau saja yang menolong hambamu ini?
Akhirnya dengan usaha penuh tenaga Syanas memaksa cairan itu melewati tenggorokannya. Begitu tertelan ia langsung menyambar segelas air putih dan meneguknya cepat.
Ibu-ibu bersorak gembira. “Nah, gitu dong! Bagus, bagus! InsyaAllah cepet isi ya!”
Syanas tidak menjawab. Ia hanya menatap kosong ke depan mempertanyakan semua pilihan hidupnya.
Sementara itu Kahfi tersenyum “Tuh kan nggak kenapa-napa. Sehat!”
Syanas menoleh ke Kahfi dengan tatapan terbakar dendam.
hidup ini indah le
🧕: ubur-ubur ikan lele
iya..kalo ada kamu le
othor : ubur-ubur ikan lele
kagak jelas le..