Garis hidup Jossy Jeanette berubah seratus delapan puluh derajat ketika dia bertemu dengan Joshua, CEO tampan yang mendadak menjadi kekasihnya, akan tetapi hubungan mereka berdua harus disembunyikan dari siapapun sesuai permintaan sang CEO itu...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26 Kembalinya Zieya Ke Rumah
Jossy menoleh ke arah pintu rumah yang terbuka dari luar.
Tampak Zieya muncul dari arah luar rumah sembari menenteng buntelan kain besar lalu berjalan masuk.
Mereka tidak saling bertegur sapa, Zieya hanya melirik sekilas ke arah Jossy Jeanette tanpa berkata apa-apa padanya.
Jossy mengalihkan pandangannya kembali ke arah mangkok mie panas yang baru dia buatnya tadi.
"Slurp... Slurp... Slurp... !" Jossy mengecap cepat mie panas ke dalam mulutnya.
Bruk !
Zieya melemparkan buntelan kain yang dibawanya ke arah lantai rumah lalu duduk bersandar seraya menatap ke atas.
Jossy hanya melirik sebentar ke arah Zieya kemudian melanjutkan kembali memakan mie instan miliknya dengan lahap.
"Kenapa diam saja ?" tiba-tiba Zieya membuka suaranya.
"Memangnya kenapa kalau aku diam ?" sahut Jossy acuh tak acuh dengan terus melahap habis mie instannya di dalam mangkok makan.
"Iya, kenapa tidak bertanya tentang masalah itu, dan kenapa tidak peduli dengan itu ?" tanya Zieya senewen.
"Apa ?" sahut Jossy sembari menaikkan kedua alisnya ke atas.
Zieya menendang buntelan kain yang dibawanya tadi dengan penuh emosi.
"Kau ini ! Begitu cueknya pada tantemu ini, aku ini adik kandung ibumu yang telah membesarkanmu sejak kamu kecil, kenapa tidak peduli sama sekali dengan masalah yang kuhadapi itu ???" kata Zieya agak memelas.
Zieya sepertinya tidak terima dengan sikap cuek Jossy kepadanya, sampai-sampai dia datang pun, keponakan tersayangnya itu acuh tak acuh kepadanya.
"Coba jawab ! Jangan diam saja !" lanjut Zieya agak kecewa.
"Memangnya tante bermasalah apa sekarang ??? Apa tante tidak melihat kalau aku dihajar oleh preman-preman itu saat di kedai mie ???" sahut Jossy mulai kesal.
Zieya terdiam tertegun, tanpa berani membuka suara.
"Apa tante Zieya tahu kalau aku dikejar-kejar oleh para penagih hutang di tempat kerjaku ???" kata Jossy.
Jossy bersungut-sungut kesal ketika mendengar pendapat tantenya itu bahwa dia tidak peduli pada masalah yang dihadapi oleh Zieya saat ini.
"Katakan padaku, harus dimana aku meletakkan sebagian jantungku ini agar aku masih bisa bertahan tetap bernafas, sedangkan di luar sana, mereka menunggu nyawaku lepas dari ragaku sewaktu-waktu !" lanjutnya emosi.
"Maaf...", sahut Zieya sembari menundukkan kepala.
"Dan tante hanya bilang maaf saja ?" kata Jossy.
"Ya, maaf, kalau aku salah...", sahut Zieya tanpa berani menoleh ke arah Jossy Jeanette.
Jossy meletakkan sendok makannya lalu beranjak berdiri.
"Kau akan kemana ?" tanya Zieya sembari memperhatikan Jossy.
Jossy tidak menjawab pertanyaan Zieya, dia hanya berlalu cepat ke arah dapur.
Tidak banyak kata terucap dari bibir Jossy, saat dia melangkah pergi ke dapur, dan dia terlihat sibuk di sana.
Sekitar lima menit kemudian, Jossy kembali ke arah ruangan depan sembari membawa semangkok mie.
"Makanlah mie ini !" kata Jossy seraya meletakkan mangkok berisi mie ke atas meja.
Jossy duduk kembali sembari menghadap ke arah mangkok mie milik nya yang mau habis.
"Apa mereka memperlakukanmu dengan baik disana?" tanya Jossy sembari melahap mie instantnya.
"Ya, mereka sangat baik padaku bahkan menyediakan ku tempat nyaman selama aku menginap", sahut Zieya.
"Kau pulang sendirian ke rumah atau ada yang mengantarkanmu pulang", kata Jossy.
"Ada pengawal yang mengantarkanku pulang dan dia sangat baik padaku", sahut Zieya.
"Oh, begitu, ya...", kata Jossy.
"Ya, dia juga mengantarkanku sampai ke depan pintu pagar rumah tadi", lanjut Zieya.
"Apa dia sudah pulang setelah mengantarkanmu ?" tanya Jossy.
"Ya, dia langsung pulang setelah aku masuk ke dalam rumah", sahut Zieya.
"Mmm, begitu, ya...", kata Jossy mengerti.
Jossy melirik ke arah mangkok mie yang dia suguhkan teruntuk Zieya kemudian berkata.
"Makanlah mie nya, nanti keburu dingin, tante", kata Jossy.
"Ya, terimakasih", sahut Zieya sembari mengambil mangkok mie dari atas meja di depannya.
Zieya memakan mie buatan Jossy dengan perlahan-lahan sedangkan keponakannya sibuk menghabiskan sisa mie miliknya.
"Fuih..., kenyang juga...", kata Jossy setelah dia melahap habis mie di dalam mangkoknya.
Jossy menyandarkan punggungnya ke arah dinding sembari bersendawa keras serta menepuk lembut perutnya yang kenyang.
"Glekh ! Leganya !" ucapnya sembari menyeka mulutnya dengan kain lengan bajunya.
Zieya hanya tersenyum samar ketika dia melihat ulah Jossy yang terlihat sangat santai lalu melanjutkan kembali kegiatan makan mienya.
"Kenapa tante menghilang berminggu-minggu dari rumah tanpa kabar berita ?" tanya Jossy.
Zieya menghentikan laju tangannya, saat dia hendak menyuapkan sesuap sendok mie ke dalam mulutnya.
"Aku... ?" kata Zieya.
"Iya, tante, kenapa tidak memberitahukan padaku, kemana tante pergi dan kenapa pergi ?" tanya Jossy.
"Oh...", sahut Zieya gugup.
"Fuih... !" hela nafas Jossy.
Jossy memejamkan kedua matanya sesaat kemudian dia berkata kembali.
"Apa tante kenal dengan Alfa ?" tanya Jossy lalu membuka kedua kelopak matanya.
"Alfa ?" sahut Zieya.
Zieya terlihat gelisah saat keponakannya bertanya tentang Alfa padanya.
"Aku tidak kenal dengan dia, siapa, Alfa, tidak, aku tidak mengenalnya sama sekali", lanjut Zieya sembari memainkan sendok di dalam mangkok mie instantnya.
"Kalau tidak kenal lalu kenapa perempuan bernama Alfa itu mencari mu bahkan dia menyuruh para preman menangkapku", kata Jossy.
"Aku tidak tahu", sahut Zieya mengelak.
"Tante tidak tahu atau berpura-pura tidak tahu tentang mereka", kata Jossy mendesak.
"Aku benar-benar tidak tahu siapa mereka", sahut Zieya.
"Apa ?!" kata Jossy terperangah kaget saat dia mendengar jawaban Zieya padanya.
"Sungguh aku tidak mengenal mereka semua", lanjut Zieya.
Jossy menarik nafas dalam-dalam seraya mendongak ke atas lalu menatap kembali ke arah Zieya yang terlihat gelisah.
"Tapi kenapa mereka menagih hutang padamu bahkan mereka mengejarku karena hutang itu", kata Jossy tak mengerti.
"Aku tidak tahu apa-apa, benar", sahut Zieya yang semakin ketakutan.
"Kau takut pada mereka ?" tanya Jossy sembari menatap serius ke arah Zieya.
"A-aku ? Tidak, tidak, tidak, aku tidak takut kepada siapa-siapa !" jawab Zieya sembari menggelengkan kepala cepat.
"Kata mereka tante berhutang sepuluh miliar pada Alfa karena itukah, tante pergi dari rumah ini", kata Jossy.
"Aku tidak berhutang pada mereka", sahut Zieya.
"Tapi mereka menagihku dengan mengatakan bahwa tante berhutang sepuluh miliar pada perempuan bernama Alfa", kata Jossy.
"Aku tidak berhutang uang sebanyak itu, aku tidak melakukannya, Jossy", sahut Zieya mencoba meyakinkan keponakannya itu.
"Kenapa mereka mengejar kita bahkan mendesak agar kita melunasi hutang sebesar sepuluh miliar itu jika tante tidak memiliki hutang pada mereka", kata Jossy semakin tak mengerti.
"Aku tidak tahu, Jossy...", ucap Zieya gemetaran.
Zieya mengusap-usap wajahnya lalu mendekap tubuhnya sendiri.
Pandangannya tertunduk ke bawah dengan sorot mata sendu dan terdiam mematung.
"Tante..., jujurlah padaku ! Aku tidak akan marah padamu jika kau berkata jujur, tante !" ucap Jossy.
Jossy menggoyangkan lengan Zieya yang terdiam membisu serta menatap kosong ke bawah.
"Ayolah, Zieya ! Katakan padaku sebenarnya masalahmu itu, aku benar-benar tidak bisa berpikir tenang karena mu !" kata Jossy.
Zieya masih bertahan diam tanpa bergeming sedikit pun dari posisinya duduk.
"Tidak masalah meski kamu harus mengatakan hal terpahit sekalipun, asal kau jujur padaku tentang yang terjadi ini", lanjutnya serius.
Zieya tetap diam termenung tanpa bersuara.
"Ayolah, tante ! Coba terbukalah padaku !" kata Jossy. "Dan aku tidak akan marah padamu", sambungnya.
Jossy memandang Zieya dengan sangat seriusnya.
"Tante Zieya...", panggil Jossy seraya mengguncangkan lengan Zieya yang terdiam.
Namun Zieya tidak merespon ucapan Jossy, dia lebih memilih daim daripada mengatakan apa yang terjadi padanya saat ini.
Sikap Zieya semakin membuat Jossy putus asa karena Zieya memilih bersikap tidak terbuka akan masalahnya sehingga Jossy tidak bisa berkata apa-apa lagi, bahkan dia tidak dapat memberi solusi akan masalah yang sedang dihadapi oleh tantenya itu.