tentang seorang anak yang lahir dari seorang ibu, yang ditinggalkan oleh sang suaminya sejak dari dalam kandungan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jordi Vandanu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memulai.
"jadi gini pak rt, saya akan membeli tanah yang pak rt punya terlebih dahulu, yang lainnya menyusul saja. Saya berangkatkan pak rt, ibu, mas Ardi dan keluarga umroh, terus saya tambahin uang 200 juta, gimana? " tanya Dika. Ardi, pak rt, bu rt dan Susi istri Ardi kaget.
"ya Allah nak, banyak amat, ini serius? " tanya bu rt.
"serius bu, anak mas Ardi juga boleh dibawa, saya daftarkan umroh, saya transfer uangnya sekarang ya, biar sertifikat bisa langsung dibalik nama. " kata Dika lagi.
"daftarkan umroh saja dulu kami nak, kami serahkan sertifikat, uang nanti saja. "
"baiklah pak, nanti akan ada orang dari travel umroh datang ke rumah ini, mengurus semuanya, tapi bapak dan keluarga diam diam saja dulu ya, besok mereka kesini, sekalian dengan notaris, rumah nek Ijah dan tanah itu akan dibuat atas nama Dian. " jelas Dika. Ardi dan Susi tak bisa menahan haru, Ardi adalah anak tunggal, mempunyai sepasang anak, masih sd keduanya. Dan akan ikut umroh juga. Dika dan Yogi kembali ke penginapan, mereka akan stay 1 minggu disini.
Keesokan harinya, sesuai perkataan Dika.. Seorang utusan dari travel umroh ternama datang, bersama seorang notaris juga. Mereka segera menuju rumah pak rt. Nampak keluarga itu sudah menunggu, termasuk bu Ros dan seorang anaknya, Asri. Beliau juga akan diberangkatkan umroh oleh Dika. Sedangkan Nia ibunya Cica nanti akan berangkat dari Turki, beliau ingin bertemu Cica dulu.
"nak Dika, kenapa ibu di berangkatkan juga? Ibu tak melakukan apa apa pada nak Dian. " kata Ros penuh haru.
"Dian meminta bu, dan sudah rezeki ibu..jadi ibu berangkat ya sama rombongan pak rt, silahkan mas. 'kata Dika pada orang dari travel. Dan Dika pun meminta Sofia (notaris) untuk mengurus akta jual beli, hibah dan segala macamnya, hingga nanti tak ada yang komplain ketika pembangunan rumah itu di mulai.
Ardi juga sudah meminta tukang kenalannya untuk membuat bagus makam 2 orang tersayang Dian itu.
Candra yang melihat Ardi menuju ke ladang nek Ijah, menyusul ke sana.
" kok ladang mu dan ladang nek Ijah di bersihkan Ardi? Itu makam si Diana dan mak Ijah mau di apain? "tanya Candra kepo.
"iya pak, tanah ini sudah dibeli sama Dian, dan tanah mak Ijah juga, untuk apanya saya kurang tahu pak, hanya di minta membersihkan saja. " jawab Ardi. Candra terpana.
"hah? Dian yang beli? Hahaha... Jangan becanda kamu Ar, kerja apaan anak itu di kota hingga bisa beli tanah bapakmu itu? Jual diri? " tawa Candra pecah meremehkan.
"jangan begitu mulutnya pak, ingat! Anda juga punya cucu perempuan sepantaran Dian. " balas Ardi.
"haha bedalah, Deva itu kerjanya jelas, pulang setiap hari, gerak geriknya terpantau. Gak kayak anak si Diana itu. " jawab Candra lagi. Ardi hanya tertawa kecil. Tak lagi membalas ucapan Candra dan melanjutkan pekerjaannya.
Candra pun meninggalkan lokasi tanah itu.
"darimana pak? " tanya Leni.
"dari ladang mak Ijah bu, tanah pak rt yang dibelakang pondok itu, kata si Ardi dibeli oleh anaknya si Diana. " jawab Candra.
"si Diandra? " tanya Diva ikutan nimbrung.
"iya, bahkan makam orang berdua itu juga dibagusin sama Dian. "
"masa sih pak? kaya amat Dian sekarang? "
"bapak juga gak tahu bu, tapi dengar dengar sih mak Ijah emang menghibahkan tanah itu buat si Dian, tapi masalahnya, tanah pak rt itu juga dibelinya, banyak uang dong pak rt sekarang. " kata Candra.
"haa? Dijual berapa ya pak, nantilah aku tanya sama si Leni. " kata Diva, kebetulan Leni adalah temannya.
Keesokkan harinya, beberapa truk nampak melewati jalan depan rumah Candra, truk itu membawa alat alat bangunan, seperti pasir, semen, batako.. beberapa pemuda kampung juga menuju kesana. Bahkan anak tetangga Candra, yang masih bujang ikut kerja disana, Leni dan Diva duduk duduk dibawa pohon rambutan depan rumah, memperhatikan mondar mandir kendaraan itu.
Candra dan beberapa warga seusianya berjalan ke sana, dan melihat dari jauh, ternyata ada alat berat juga disana, untuk membuat datar lokasi, alat itu mungkin lewat jalan lain.
"waah luas ya tanah di Dian. " kata seorang warga.
"mau dibikin apa ya? " berbagai pertanyaan tergumam, dan Candra hanya diam saja.
Nun jauh disana.
Dian menutup mulut melihat video yang dikirimkan oleh sang abang.. Dika.
Terlihat alat berat sedang bekerja, dan lahan yang sudah datar, dan beberapa truk juga mondar mandir.
Di sudut lain nampak para tukang sudah mulai bekerja membuat pagar batako.
Tak lama masuk lagi sebuah foto.
"makam ibu kita dek. "
Caption Dika di foto itu.
Dian menangis haru.
"bagus bener mas, Alhamdulilah.. Terimakasih ya mas. Terus mas bikin apalagi disana? " tanya Dian, melihat tanah lapang sekali.
"mas beli tanah pak rt dibelakang rumah nek Ijah,. mas mau bikin rumah untuk kamu, untuk kita.. Jadi kalau kita mau ziarah ke sini, kita usahakan setiap tahun, kita tak perlu menginap di hotel, bolehkan dek? " tanya Dika. Dian mengusap airmatanya.
"boleh banget mas, tapi pasti uang ayah banyak habisnya ya mas, Dian juga dikirim kemaren sangat banyak sama ayah, atau kalau kurang boleh mas pakai dulu. " kata Dian. Dika tertawa.
"Insya Allah harta ayah dan mama tak akan habis 10 turunan dek, apalagi hanya membuat sebuah rumah, terus kita turunan kedua pula. "
Tawa mereka pecah berdua. Perasaan Dian begitu lega sekarang.
"Bu.. Dian siap untuk memulai kehidupan baru, Dian tahu ibu pasti bahagia sekarang. " gumam Dian.
Kalimat syukur tak henti terucap.