"Apa yang kamu tahu?" tanya Aditya pada pria yang kepalanya berlumuran darah.
"Aku hanya lihat ada tiga orang pria datang lalu dia menyuntikkan sesuatu pada wanita itu. Setelah wanita itu tidak berdaya, mereka menggantungnya seolah dia bunuh diri."
Usai mengatakan itu, pria tersebut menghilang tanpa bekas.
Sebagai seorang polisi, terkadang Aditya menemui kesulitan ketika mengungkap sebuah kasus. Dan tak jarang dia sering meminta informasi dari makhluk tak kasat mata yang ada di sekitar lokasi kejadian.
Aditya memanfaatkan indra keenamnya untuk mengungkap kasus kejahatan yang terjadi di sekitarnya. Tak sendiri, dia ditemani jin cantik bernama Suzy yang rela membantunya melakukan apapun, kecuali mencarikan jodoh untuknya.
"Haiissshh.. Tante Suzy.. yang benar dong kalau kasih info. Nyasar lagi nih kita!" kesal Adita.
"Kalau mau nanya alamat tuh ke Mbah Gugel! Bukan ke aku!"
Aditya hanya menepuk keningnya saja.
"Percuma ngajak jin dongo," gumam Aditya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Kasus
"Aku sudah menemukan Ageng."
"Di mana?"
"Dia ada di daerah Jatinangor."
"Baiklah. Mana Tante Suzy?"
"Sepertinya dia sedang mengikuti rekanmu."
Tanpa bertanya lagi, Aditya langsung mencari keberadaan Suzy. Dia sudah tahu siapa yang tengah diikuti oleh jin wanita itu. Tristan kembali ke ruangan usai mengisi perutnya di kantin yang tak jauh dari kantor Polrestabes. Di belakangnya mengekor Suzy. Aditya hanya berdecak saja, jin wanita itu masih saja ganjen sampai sekarang. Tidak bisa melihat yang bening langsung ditempeli olehnya.
Ketika Suzy sampai di ruangan, Aditya memberi kode pada wanita itu untuk mengikutinya. Tahu kode yang diberikan Aditya, Suzy langsung mengikutinya. Pria itu berjalan menuju bagian belakang kantor. Bukan hanya Suzy, tapi Aang juga mengikutinya. Sekarang ketiganya sudah berada di dekat gudang. Suasana di sekitar gudang sangat sepi, memungkinkan mereka untuk mengadakan rapat pleno.
"Ada apa?" tanya Suzy tak sabar.
"Ageng sudah ditemukan."
"Ya baguslah. Kamu tinggal bilang pada timmu, supaya mereka bisa menangkap Ageng."
"Kalau mereka tanya aku tahu darimana, apa aku harus bilang dari Aang?" kesal Aditya.
"Biasa aja Dit, ngga usah ngegas juga ngomongnya. Terus kamu mau gimana?"
"Tante datangi Ageng pakai penampakan Edwin. Dia pasti kaget kalau lihat hantu Edwin. Terus kejar dia, arahkan dia ke tempat yang ada cctv nya. Kalau dia tertangkap di rekaman cctv, kami baru bisa bergerak menangkapnya."
"Kenapa bukan Aang aja?"
"Aku belum bisa menampakkan diri di depan semua orang. Aku hanya bisa menampakkan diri di depan orang yang punya indra keenam saja."
"Bilang saja kamu malas," cibir Suzy.
"Hei.. aku yang menemukan Ageng. Kalau aku malas, belum tentu aku bisa menemukannya dengan cepat. Kamu itu lebih tua, jadi punya lebih banyak keahlian daripada aku."
"Akhirnya kamu mengakui kalau aku lebih baik darimu," bangga Suzy.
"Aku memang belum sehebat kamu. Tapi setidaknya aku fokus dalam membantu Adit. Tidak sepertimu yang matanya selalu jelalatan melihat laki-laki ganteng."
"Lebih baik melihat mereka daripada melihat kamu yang botak."
"Haisshhh.. kenapa ribut lagi sih? Tante mending pergi sekarang deh. Aang, antar Tante Suzy. Habis itu kamu ke sini lagi. Ada tugas lain buatmu."
Tanpa menunggu perintah datang dua kali, Suzy dan Aang lansung menghilang. Aditya segera meninggalkan gudang begitu dua makhluk astral itu pergi. Dia kembali mendekati Tristan. Pria itu menarik kursi kerjanya yang mejanya tepat di sebelah Tristan.
"Pak Tomi sudah meminta surat agar kita bisa bergabung dengan penyelidikan yang terjadi di Polsek Sukajadi," terang Tristan.
Baru saja Tristan selesai berbicara, Tomi datang memberikan surat perintah untuk keduanya. Aditya mengambil surat tersebut. Mereka harus berangkat ke Polsek Sukajadi sekarang juga. Menemukan pembunuh wanita tanpa lengan dan Lastri menjadi prioritas agar mereka bisa secepatnya menyelesaikan kasus tersebut.
***
Kedatangan Aditya disambut oleh kepala Polsek Sukajadi. Pria itu membawa Aditya dan Tristan ke tim Jatanras. Kedua pria itu kembali berhadapan dengan petugas yang tadi ditanyainya seputar kasus pembunuhan yang terjadi. Wajah pria itu nampak masam, kedatangan dua petugas Polrestabes seakan menyindir mereka yang tidak becus bekerja.
"Kalau memang benar Lastri dibunuh oleh pembunuh yang sama, kalian hanya tunggu saja penyelidikan dari kami. Tidak perlu datang ke sini," ketus Roni.
"Kami diminta membantu agar kasus cepat selesai. Kalau pembunuhnya sudah tertangkap, setidaknya masyarakat bisa bernafas lega," jawab Tristan dengan sabar.
"Mereka datang untuk membantu. Sebaiknya kalian bekerja sama," lanjut kepala Polsek untuk menghentikan perdebatan.
"Baiklah, kalian datangi lagi TKP, siapa tahu ada petunjuk yang tertinggal," titah Roni.
Tanpa ada bantahan, Aditya dan Tristan segera pergi menuju TKP, tempat ditemukannya mayat wanita tanpa lengan. Aditya juga ingin bertemu dengan kakek penunggu kali yang melihat saat Lastri dikejar tiga orang itu.
Sesampainya di lokasi, Aditya meminta Tristan mendatangi toko di sekitar TKP yang memiliki cctv. Siapa tahu ketiga pelaku itu tertangkap kamera cctv. Sepeninggal Tristan, Aditya kembali menuju kali. Kakek penunggu kali masih berada di sana. Seperti biasa, duduk bersila di atas batu sambil melinting kumisnya.
"Kek.." sapa Aditya. Aang yang mengikutinya, bersembunyi di belakang Aditya. Jin bocil itu sedikit takut melihat jin senior tersebut.
"Kamu mau apalagi?"
"Apa kakek bisa memperlihatkan wajah orang yang sudah mengejar dan membunuh Lastri?"
"Siapa Lastri?"
"Itu, perempuan yang menemukan mayat di dekat kali. Masa kakek lupa."
"Maklum sudah tua," jawabnya sambil terkekeh.
"Kalau saya perlihatkan wajah mereka, memangnya kamu bisa langsung ingat?"
"Tenang saja. Ada dia yang akan mengingatnya."
Aditya menggeser posisinya berdiri sehingga kakek tersebut bisa melihat Aang. Jin bocil tersebut melemparkan senyum pada jin senior yang tengah memandanginya sambil mengangkat dua jarinya.
"Oke.. tapi saya hanya akan memperlihatkannya sekali saja."
Kepala Aang mengangguk cepat. Dia masih muda, tentu saja daya ingatnya masih sangat bagus. Sang kakek langsung berubah wujud. Tiga kali dia mengubah wujudnya. Pertama pria berambut keriting sebahu, kedua pria berkepala botak dan ketiga pria berambut rancung.
"Kamu sudah ingat?" Aditya melihat pada Aang.
"Sudah."
"Kalau begitu cari mereka."
"Siap."
Aang langsung menghilang. Dia sangat bersemangat sekali membantu Aditya menangkap para penjahat. Waktu menemani Edwin, dia hanya bisa melihat anak itu disiksa tanpa bisa melakukan apa-apa. Tapi saat bersama Aditya, jin bocil itu merasa sangat berguna.
"Dit.."
Belum lama Aang menghilang, Tristan sudah sampai ke dekat Aditya. Tadi pria itu sempat melihat Aditya berbicara sendiri. Karena penasaran,Tristan segera mendekatinya.
"Bagaimana? Apa ada hasil?" tanya Aditya.
"Toko di sekitar sini yang memilik cctv hanya tiga saja. Aku tidak menemukan apa pun di sana. Kamu sendiri ngapain di sini? Aku lihat kamu seperti berbicara sendiri."
"Oh eung.. kalau sedang berpikir, aku kadang sering berbicara sendiri," elak Aditya.
Untungnya Tristan mempercayai saja ucapannya. Kedua pria itu memutuskan kembali ke kantor Polsek karena tidak menemukan bukti tambahan.
***
Sambil memakai Hoodie-nya, Ageng keluar dari kamar kontrakan yang ditinggalinya. Setelah membuang mayat Edwin, pria itu segera meninggalkan tempat tinggalnya. Untung saja dia sempat menang judi, jadi memiliki uang untuk mengontrak di tempat barunya. Pria itu berjalan pelan menyusuri jalanan yang cukup gelap. Pria itu sengaja tinggal di tempat yang agak sepi, jauh dari jangkauan kamera cctv.
Saat sedang berjalan, matanya seperti menangkap sekelebat bayangan. Awalnya Ageng mengabaikan apa yang dilihatnya.Dia mempercepat langkahnya menuju kios rokok yang jaraknya hanya tinggal beberapa meter lagi. Selesai membeli rokok, pria itu segera membakarnya. Ageng tidak langsung kembali ke kontrakannya, melainkan duduk dulu di kios tersebut sambil melihat beberapa orang bermain gaplek.
Tiba-tiba saja Ageng merasa perutnya lapar. Pria itu berdiri kemudian melangkahkan kakinya lagi. Kini tujuannya adalah jalan besar di depan sana. Dia perlu membeli makanan untuk mengisi perutnya yang kosong. Saat tengah berjalan, kembali pria itu melihat sebuah bayangan berkelebat. Ageng melihat sekeliling, namun hanya ada kegelapan saja di sekitarnya.
Ageng semakin jauh meninggalkan kios rokok. Pria itu menghentikan langkahnya ketika mendengar seperti ada suara langkah kaki mengikutinya dari belakang. Ageng membalikkan tubuhnya, tidak ada siapa-siapa di belakangnya. Dia pun melanjutkan langkahnya lagi. Tapi suara langkah kaki kembali terdengar. Untuk kedua kali Ageng membalikkan tubuhnya dan kedua kalinya pula dia tidak melihat siapa pun.
Perasaan Ageng mulai tidak enak. Dia mempercepat langkahnya. Suara langkah kaki lagi-lagi terdengar, namun pria itu tidak mempedulikannya. Ageng terus berjalan, namun langkah di belakangnya terus mengikutinya. Dengan kesal dia kembali berbalik. Ketika berbalik, tubuh pria itu membeku ketika melihat Edwin, anak tirinya yang sudah meninggal dunia berdiri tepat di depannya. Wajah anak itu pucat dan ada darah mengalir di kepalanya.
"E.. Edwin.." panggil Ageng dengan suara tercekat.
"Aku lapar, Pak."
"Ka.. kamu sudah mati kan?" Ageng berjalan mundur sambil tak melepaskan pandangan dari Edwin.
"Kenapa Bapak membunuhku, kenapa?"
"Maafkan Bapak. Bapak tidak sengaja."
"Bapak harus menemaniku. Aku tidak mau sendirian."
"Tidak! Tidaaakk!! Pergi!!! Pergi sana!!! PERGI!!!"
Bukannya pergi, Edwin yang diperankan oleh Suzy malah semakin mendekat. Melihat itu, Ageng segera mengambil langkah seribu. Sesekali kepalanya menoleh ke belakang, sosok Edwin masih mengejarnya.
gading udh melebarkan sayap nya ke bangdung juga..
makin deket ni teka teki ke bongkar😁🤭🤭 dan cheryl giliran mu selanjut nya🤭🤭🙏✌️