Anzela Rasvatham bersama sang kekasih dan rekan di tempatkan di pulau Albrataz sebagai penjaga tahanan dengan mayoritas masyarakat kriminal dan penyuka segender.
Simak cerita selengkapnya, bagaimana Anz bertahan hidup dan membuktikan dirinya normal
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ruang Berpikir, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26_Bukan Urusanmu
"Aku harus berpegang dimana!" Bingung Anz.
"Maaf. Pegang saja di pa ha saya."
Anz memelototkan matanya "Anda benar-benar, mengambil kesempatan dalam kesempitan. Tidak mau."
Ahmed tidak menjawab, masih sibuk menarik tali kekang kudanya itu santai, yang kemudian, kuda itu berjalan di atas pasir menuju jalanan aspal yang berada tidak terlalu jauh dengan pesisir pantai. Kini langkah mereka sudah berada di jalanan aspal hitam tanpa ada garis marka yang mengarahkan, semua terlihat sama, hitam dan gelap.
Kuda itu sedari tadi diam saja, tidak ada suara yang di keluarkannya hanya tapakan kaki yang saling terdengar berpadu dan berirama. "Hrrr-huuu ... Hrrr-hrrr," kuda itu tiba-tiba berteriak dan dua kaki depannya diangkat serentak sehingga Anz yang masih duduk tenang tersentak kaget dan tanpa sengaja badannya ikut merebah ka belakang, seiring kaki kuda itu terangkat dan badan Anz bersandar penuh di dada bidang Ahmed.
"Hati-hati," lirih Anz merasakan kuda langsung berlari cepat dan dengan cepat Anz berusaha mengalungkan tangannya pada lipatan lutut Ahmed, sisi kiri dan kanan.
Ketukan tapakan kuda terdengar cepat dikarenakan kudanya yang sudah berlari cepat akibat tali kekang kuda yang ditarik kencang Ahmed.
Suara lirihan angin terdengar keras dan perlahan Anz mulai merasakan ketenangan dari kuda yang berlari cepat itu, dan denga perlahan memindahkan tangannya dari lipatan lutut Ahmed dan memegang pundak kuda itu, seperti biasanya.
Dalam kecepatan larian kuda itu, tubuh Anz dan Ahmed terombang ambing di atas pelana kuda. Anz diam, tidak berkata apa-apa, matanya fokus menatap ke depan, melihat suasana yang perlahan terlihat mulai jelas lantaran sinar matahari mulai ikut menyertai.
Setengah jam lebih lajuan kuda itu berlari cepat, kini keberadaan Anz dan Ahmed sudah berada kembali di pusat perbelanjaan. Orang-orang yang berdagang mulai bergantian dan dagangan mereka juga pada berganti menjadi sayur mayur dan berbagai macam daging buruan atau daging binatang peliharaan mereka sendiri.
Anz masih diam, dan memperhatikan, membiarkan Ahmed sibuk berbicara dengan orang yang menyewa kuda pada mereka. Anz mengerutkan kening melihat Ahmed yang berbicara dengan masyarakat di sini, menampilkan wajah datar, garang, sangat berbeda jauh saat ia berbicara dengannya.
Pandangan Anz beralih menatap ke depan dan mengabaikan Ahmed yang terlihat masih lama dengan obrolannya. Anz berdiri tegap, dua tangannya ia lipat di depan dada dan matanya jauh memandang ke depan.
"Nona," berdiri di samping Anz "mari kita pulang."
Anz yang berdiri, dan sedikit melamun terlonjak kaget kala mendengar suara Ahmed yang tiba-tiba sudah berada di sampingnya.
"Maaf nona saya membuat Anda kaget lagi."
"Mari," ucap Anz mengalihkan.
Langkah mereka berdua mulai berjalan perlahan. Satu jam lebih perjalann harus mereka tempuh untuk sampai di lapas kembali.
Suara keributan orang-orang berbicara di pasar mulai menghilang perlahan, di telan jarak keberadaan mereka yang mulai menjauh perlahan. Sinaran bulan telah menghilang perlahan, cahaya matahari mulai aktif kembali. Anz memelankan tapakan langkahnya, mata menatap fokus ke depan dan keningnya terlihat hampir bersatu.
"Kenapa nona," melihat Anz di sampingnya yang beridri tiba-tiba.
"Itu," menunjuk dengan dagu.
Lantas Ahmed dengan segera melihat kemana arah dagu Anz menunjuk.
"Apa yang sedang mereka lakukan?" Tanya Anz.
Ahmed diam, tidak ada sahutan ataupun reaksi apapun tidak terlihat sama sekali di raut wajah Ahmed. Pandangan Anz teralih pada Ahmed "apa Anda bisa melihat apa yang mereka lakukan?" Tanya Anz, memastikan lantaran di ada jawaban atau respon dari Ahmed.
Ahmed mengalihkan pandangan melihat Anz, terlihat kelopak matanya mengedip sekali.
"Lalu?" Tanya Anz tidak mengerti.
"Itu bukan urusan Anda nona! Saya harap nona tidak ikut campur dalam urusan mereka," jawab Ahmed.
Anz berdecak kesal, matanya menatap tajam pada kerumunan orang-orang. Satu dari mereka, terduduk di atas aspal, cairan merah mengaliri dari sudut bibirnya itu dan mukanya terlihat sedikit bengkak.
Laki-laki yang duduk itu, mundur perlahan dari posisi duduknya, barang dagangan dalam keranjang besar yang berisi penuh dengan sayuran segar itu, ia tarik perlahan seiring dengan posisi duduknya yang sengaja ia mundur perlahan "ampun, berikan aku waktu," ucapnya yang duduk menyeret tubuh dan barangnya. Keringat dan air mata bercucuran mengaliri keningnya.
Sedangkan orang-orang yang berdiri itu, berjalan perlahan seiring orang yang mundur itu "tidak apa jika tidak mampu membayar dengan uang, kau bisa membayar dengan yang lain," tertawa renyah bersama.
Tidak ada lagi langkah yang tercipta dari Anz, kini Anz hanya berdiam diri, kakinya bagaikan terpaku di jalanan aspal itu. "Aku tidak mengerti," lirih Anz, matanya tetap fokus pada objek yangmembuatnya penasaran.
"Jelas Anda tidak mengerti nona, karena itu urusan mereka bukan urusan Anda," menekan setiap kata yang terucap dan menatap dalam bola mata Anz.
Hembusan napas kasar Anz lakukan "mereka melakukan kekerasan. Apa Anda buta."
"Tidak," jawab Ahmed cepat.
"Tapi hati Anda yang buta," mengalihkan pandangan. Melihat segerombolan laki-laki yang berkerumun, berbadan besar itu pada sibu memukul orang yang duduk di aspal itu tanpa ampun. Mata Anz melotot sempurna melihat kejadian seperti di depan matanya.
"Anz," mengalihkan pandangan menatap Ahmed kembali, hembusan napas yang berhembus cepat dan bola mata mulai memerah dan mulutnya berucap cepat "Anda kembali saja terlebih dahulu, saya akan menyusul nanti."
"Saya sudah memperingatkan Anda. Jangan ikut campur, itu bukan urusan Anda melainkan urusan mereka. Setiap tindakan yang Anda lakukan silahkan tanggung jawab sendiri," melanjutkan langkah, pergi, meninggalkan Anz yang masih berdiri terpaku menatap nyalang pada kerumuman orang-orang itu.
Ahmed tidak pergi menjauh, ia hanya melangkah kaki beberap langkah sedikit jauh dengan keberadaan orang-orang itu yang kemudian ia duduk bersandar di pohon besar, pandangan matanya menatap pada kerumunan orang itu. Wajah datar, tatapan mata tajam, duduk tenang, melipat kedua tangan di depan dada lalu menyaksikan.
Sedangkan Anz berjalan cepat, melangkah ke kerumunan laki-laki itu "HEY," teriak Anz tanpa di gubris sama sekali oleh para laki-laki itu, bahkan keberdaaan Anz tidak di anggap sama sekali. Pukulan, hantaman bahkan tendangan mereka lakukan, mengeroyok satu orang yang sudah tidak ada daya di atas aspal itu "apa yang kalian lakukan ha? Ucap geram marah Anz.
Pukulan, hantaman, tendangan dan suara keributan teriakan mereka dalam seketika berhenti menyaksikan Anz yang berdiri menatap mereka nyalang satu persatu "nona, urusan kami bukan dengan Anda. Menyingkir lah," ucap salah satu dari mereka.
"Tentu ini urusanku. Kalian menganiaya orang sampai seperti ini."