Judul: Bunga yang Layu di Hati Sahabat
Sasa dan Caca adalah sahabat karib sejak SMA. Mereka selalu bersama, berbagi impian, tawa, dan bahkan tangis. Sasa, yang dikenal lembut dan penuh kasih, melanjutkan hidupnya dengan menikahi Arman setelah menyelesaikan kuliah nya, pria yang selama ini menjadi cinta sejatinya. Sementara itu, Caca, yang masih berjuang menemukan cinta sejati, sering merasa kesepian di tengah gemerlap kehidupannya yang tampak sempurna dari luar.
Namun, retakan mulai muncul dalam hubungan persahabatan mereka ketika Caca diam-diam menjalin hubungan terlarang dengan Arman. Perselingkuhan ini dimulai dari pertemuan yang tak disengaja dan berkembang menjadi ikatan penuh godaan yang sulit dipadamkan. Di sisi lain, Sasa merasa ada sesuatu yang berubah, tetapi ia tak pernah membayangkan bahwa sahabat yang paling dipercayainya adalah duri dalam rumah tangganya.
Ketika rahasia itu terungkap, Sasa harus menghadapi penghianatan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon icha14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kabar bahagia Andre
Matahari belum sepenuhnya terbit ketika suara adzan Subuh berkumandang, membangunkan Sasa yang sudah terbiasa bangun lebih awal. Dengan hati-hati, ia menyibak selimut dan melirik Arman yang masih terlelap. Sesaat, ia ingin membangunkannya, tetapi memilih mengurus dirinya sendiri terlebih dahulu.
Di kamar mandi, dinginnya air wudu menyegarkan pikirannya. Setelah salat, ia berdoa lebih lama dari biasanya, memohon perlindungan bagi keluarga kecilnya, terutama untuk Arman yang besok akan berangkat ke luar kota. Ada rasa berat di dadanya, meskipun ia tidak ingin menunjukkannya.
Ketika ia kembali ke kamar, Arman sudah terbangun dan sedang mengusap wajahnya. "Pagi, Sayang," ucapnya dengan suara serak. "Udah salat?"
Sasa mengangguk. "Udah. Mas bangun, yuk. Habis ini kita siap-siap. Kan mau pulang ke rumah Bapak sama Ibu."
Arman mengangguk pelan, tetapi terlihat sedikit enggan. Ia tahu ini adalah hal yang sudah direncanakan, tetapi pikirannya masih dipenuhi percakapan dengan Pak Arfan kemarin. Bagaimanapun, ia harus memastikan semuanya berjalan lancar.
Pukul tujuh pagi, rumah kecil mereka sudah ramai oleh aktivitas. Sasa mengepak pakaian mereka ke dalam koper kecil, sementara Arman membantu membereskan dapur. Suasana di rumah itu terasa sedikit berbeda pagi ini, mungkin karena mereka tahu akan meninggalkan rumah untuk sementara waktu.
"Mas, jangan lupa cek mobil, ya. Biar nanti nggak ada masalah di jalan," kata Sasa sambil membawa tas kecil berisi barang-barang pribadi.
"Iya, Sayang. Udah kok, tadi aku cek ban sama oli juga. Mobil aman," jawab Arman.
Setelah memastikan semua barang sudah dibawa, mereka berdua masuk ke dalam mobil. Sasa duduk di kursi depan, sementara Arman mengemudikan mobil dengan tenang. Perjalanan ke rumah orang tua Sasa akan memakan waktu sekitar satu jam, tetapi pagi itu jalanan cukup lengang.
Di tengah perjalanan, Sasa memulai percakapan ringan. "Mas, tadi Bapak sama Ibu udah berangkat sejak Subuh. Katanya Kak Andre juga bakal sampai siang ini, ya?"
Arman mengangguk sambil tetap fokus pada jalan. "Iya. Aku juga pengen ketemu Kak Andre. Udah lama nggak ngobrol sama dia."
Kakak Sasa, Andre, adalah seorang polisi berpangkat Komisaris Polisi (Kompol) yang bertugas di Jawa Timur. Meskipun jadwalnya sibuk, Andre selalu menyempatkan waktu untuk pulang jika mendapat cuti, terutama jika itu melibatkan keluarganya. Kali ini, ia akan datang bersama istrinya, Nia, dan kedua anak mereka, Dinda dan Alif.
Tiba di Rumah Orang Tua Sasa
Saat mereka tiba, suasana rumah sudah terlihat ramai. Anak-anak kecil berlarian di halaman, sementara Ibu Salwa dan nia terlihat sibuk di dapur bersama Nia, kakak ipar Sasa. Bau masakan khas Jawa menyambut mereka begitu memasuki rumah.
"Assalamu’alaikum," sapa Sasa sambil melangkah masuk.
"Wa’alaikumussalam," balas Nia dengan senyum lebar. "Eh, akhirnya sampai juga. Capek di jalan, Sa?"
"Enggak kok, Kak," jawab Sasa sambil tersenyum. Ia melirik ke arah dua anak kecil yang sedang bermain di ruang tamu. "Dinda sama Alif makin besar aja. Kok aktif banget, sih?"
Nia tertawa kecil. "Iya, mereka nggak pernah bisa diam. Untung Andre udah biasa dengan ributnya rumah."
Sementara itu, Arman bergabung dengan Pak Arfan dan Andre yang sedang duduk di teras. Mereka tampak asyik berbincang sambil menikmati kopi hitam. Andre, yang mengenakan seragam dinas meski sedang cuti, terlihat gagah seperti biasa.
"Arman, apa kabar?" sapa Andre sambil menjabat tangannya erat.
"Baik, Kak. Lama nggak ketemu. Gimana tugas di Jawa Timur?" tanya Arman.
"Alhamdulillah, lancar. Tapi ya gitu, dinamika tugas makin berat. Kadang harus bolak-balik ke daerah yang jauh," jawab Andre. "Tapi ya, namanya kerjaan, harus dijalani."
Mereka berbincang panjang lebar, membahas pekerjaan, kehidupan keluarga, hingga rencana liburan yang mungkin dilakukan bersama suatu saat nanti.
Makan Siang Bersama
Siang itu, meja makan penuh dengan berbagai hidangan. Ada rawon, ayam goreng, sambal terasi, dan sayur asem yang menjadi favorit keluarga. Semua anggota keluarga berkumpul, tertawa, dan berbagi cerita.
"Alif, jangan main sambal. Itu pedes!" tegur Nia pada anaknya yang mencoba mencolek sambal di piring.
Semua tertawa melihat tingkah lucu Alif. Suasana makan siang itu benar-benar penuh kehangatan, mengingatkan Sasa betapa beruntungnya ia memiliki keluarga yang saling mendukung.
Percakapan di Malam Hari
Setelah anak-anak tidur, para orang dewasa berkumpul di ruang tamu. Topik pembicaraan mulai bergeser ke rencana keberangkatan Arman ke luar kota.
"lumayan lama bang sekitar 1 bulan " tanya Andre dengan nada serius.
"Enggak terlalu lama, Kak. Mungkin seminggu atau dua minggu, tergantung situasi," jawab Arman.
Pak Arfan yang duduk di sofa menambahkan, "Yang penting jaga kesehatan, Man. Jangan sampai lupa istirahat. Ingat, kamu bukan cuma punya pekerjaan, tapi juga istri yang sedang mengandung."
Arman mengangguk pelan. "Iya, Yah. Saya selalu ingat itu."
Namun, di dalam hatinya, rasa bersalah masih menghantui. Ia ingin membuktikan bahwa ia layak mendapatkan kepercayaan dari keluarga ini, terutama Sasa.
Kabar Tak Terduga di Tengah Obrolan Malam
suasana di ruang keluarga rumah Pak Arfan justru terasa semakin hangat. Secangkir teh hangat dan aneka kue tradisional menemani obrolan mereka. Sasa yang duduk di samping Arman terlihat sesekali mengusap perutnya yang mulai membesar.
Andre, yang sejak tadi tampak lebih banyak mendengarkan, akhirnya membuka suara. "Oh iya, ada kabar penting yang mau aku sampaikan ke kalian semua," katanya tiba-tiba.
Semua orang langsung mengalihkan perhatian kepadanya. Pak Arfan meletakkan cangkir tehnya, sementara Ibu Salwa menatap anak sulungnya dengan alis sedikit terangkat.
"Kabar apa, Kak?" tanya Sasa, penuh rasa ingin tahu.
Andre tersenyum tipis, lalu menghela napas sebelum melanjutkan, "Aku dapat surat keputusan minggu lalu. Aku dipindahkan tugas ke kota kalian tinggal."
Sasa langsung membelalak. "Serius, Kak?" tanyanya dengan nada setengah tidak percaya.
Andre mengangguk. "Iya. Mulai bulan depan, aku akan bertugas di sini. Jadi, kita bakal lebih sering ketemu. Nia dan anak-anak juga bakal ikut pindah."
Ibu Salwa langsung menepuk-nepuk tangan suaminya dengan wajah penuh syukur. "Alhamdulillah. Ini kabar yang luar biasa. Jadi, keluarga kita benar-benar bisa kumpul di satu kota."
Arman, yang biasanya pendiam, ikut bersuara. "Kak Andre, bukannya tugas di Jawa Timur itu posisi strategis? Apa nggak berat ninggalin itu semua?"
Andre tersenyum kecil. "Awalnya berat, Man. Tapi aku pikir lagi, aku udah terlalu lama jauh dari keluarga. Anak-anak juga mulai besar, dan aku rasa mereka butuh suasana yang lebih stabil. Jadi, ketika kesempatan ini datang, aku nggak ragu buat nerima."
Pak Arfan mengangguk setuju. "Itu keputusan yang bijak, Ndre. Hidup bukan cuma soal kerja. Keluarga tetap jadi prioritas utama."
Perasaan Campur Aduk Arman
Meskipun kabar itu membawa kebahagiaan, di sisi lain, Arman merasa sedikit terbebani. Sebagai suami dan calon ayah, ia merasa kehadiran Andre yang lebih senior bisa membuatnya berada di bawah bayang-bayang.