Alexa seorang gadis cantik yang memiliki wajah bulat seperti tomat yang menyukai seorang pria tampan di kantor nya. "Sampai kapan pun aku tidak akan pernah tertarik dengan wanita berwajah bulat. Mau dia secantik bidadari sekali pun aku tidak akan tertarik. "ucap chavin (pria yang disukai lexa). Dengan seiring nya waktu tanpa disadari mereka pun berpacaran. Chavin menerima cinta lexa kerena alasan tertentu. Tapi lexa sering diperlakukan tidak baik. Chavin suka membandingkan lexa dengan wanita lain. Dan akhirnya chavin memutuskan untuk berpisah dengan lexa. Tak disangka- sangka lexa mengalami kecelakaan yang membuat wajah nya yang bulat menjadi tirus mungkin disebabkan dia sakit teruk. Apakah setelah wajah lexa tirus cavin menerima cinta lexa kembali dengan tulus??? apakah lexa akan tetap mengejar cinta cavin atau malah sebaliknya. Nantikan kisah mereka
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wida_Ast Jcy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21. SEBUAH PENANTIAN
Sementara dalam diam yang tak terjawab, diruang tunggu dirumah sakit di Singapura dipenuhi keheningan yang berat. Chavin duduk di salah satu kursinya, memandangi lantai tanpa fokus.
Ia menunggu kesembuhan sang Ayah nya tercinta. Pikiran nya kacau saat itu. Disudut lain dia berharap Alexa segera membalas pesan singkatnya. Dan disudut lain ia harus tetap fokus untuk kesembuhan Ayah nya.
Ia melihat sang ibu yang tak habis habis menangis menunggu kesembuhan sang Ayah yang terbaring dirumah sakit.
"Chavin... Kalau Ayah tidak sembuh juga. Kita harus menetap lama di Singapura. Mamah minta tolong tinggal kan dulu semua pekerjaan mu. Fokus lah pada kesembuhan Ayah mu nak. "ucap ibu Chavin dengan penuh harap.
Chavin hanya dapat mengangguk kerena saat ini mamah nya hanya memiliki dia seorang. Dan dia harus menuruti Apa yang kedua orang tua nya katakan.
Chavin duduk di kursi ruang tunggu rumah sakit, memandangi lantai dengan tatapan kosong. Ayahnya baru saja selesai menjalani operasi darurat akibat komplikasi jantung. Bau antiseptik menyelimuti udara, membuatnya merasa semakin terasing dari kenyataan.
Namun, pikirannya tidak hanya dipenuhi kekhawatiran tentang Ayahnya. Tetapi Ia memikirkan pesan terakhir yang ia kirim kepada Alexa, pesan penuh rasa sesal yang masih tetap tak berbalas. Apakah Alexa betul betul marah kepada ku. Bisiknya.
Sudah tiga hari berlalu, tapi masih juga tidak ada tanda tanda jejak digital Alexa. Tidak ada balasan pesan masuk, tidak ada panggilan masuk dan miscall masuk pun juga tidak ada, bahkan aktivitas di media sosial pun juga tidak ada.
Ini bukan kebiasaan Alexa. Biasanya, meski sedang marah, Alexa akan tetap membalas dengan satu-dua kata penuh sindiran. Namun kini, semuanya sunyi.
“Kenapa dia tidak membalas?” pikir Chavin untuk kesekian kalinya.
Ia mencoba menelepon lagi. Jantungnya berdebar ketika nada sambung terdengar, tapi harapan itu segera sirna saat suara operator yang menjawab, “Nomor yang Anda hubungi sedang tidak dapat dihubungi. Mohon coba beberapa saat lagi.”
Chavin menutup telepon dengan gemetar. Ia menatap layar ponselnya yang gelap itu dan meletakkannya dalam saku, tangan nya gemetar, lalu membuka nya lagi. Ia membuka galeri foto diponselnya.
Di sana, ada gambar-gambar Alexa, tersenyum cerah, yang memandangnya dengan tatapan penuh cinta. Air mata perlahan menggenang di matanya. Hati Chavin terasa berat. Timbul penyesalan dalam dirinya.
“Mungkinkah dia masih marah lagi?” bisiknya pada diri sendiri, mencoba mencari pembenaran. Namun, di sudut hatinya, ada rasa gelisah yang tidak bisa ia abaikan. Dengan perasaan yang tidak seperti biasanya. Tapi dia pun tidak tau perasaan apa itu.
Keesokan harinya, dokter memberi kabar bahwa kondisi Ayahnya mulai stabil. Operasi berjalan lancar, tetapi masa pemulihan masih panjang. Dan harus tetap dalam pengawasan ketat.
"Ayah anda memerlukan perhatian yang extra. "ucap seorang Dokter.
"Pastikan Ayah anda tidak terlalu banyak bergerak karena itu bisa mengganggu kesehatan nya.
Chavin hanya bisa mengangguk, berusaha menunjukkan perasaan tanggung Jawabnya sebagai anak. Tugasnya sebagai anak yang bertanggung jawab. Ia harus mengurus keperluan Ayah dan ibunya dan memastikan semuanya berjalan lancar.
Disamping nya Ia melihat sang ibu yang terus menerus menangis. Ia pun berusaha menenangkan hati ibunya.
Tetapi, dalam pikiran nya tetap saja melayang memikirkan Alexa.
Saat malam tiba yang terasa sunyi, dan ia pun sudah memastikan bahwa ayahnya sudah tidur dengan tenang diruang ICU. Chavin mencoba untuk mencari ketenangan udara segar, ia pun berjalan keluar rumah sakit untuk menghilangkan rasa gundah nya.
Udara pagi di Singapura begitu terasa sejuk tapi tidak bisa menenangkan hati nya yang tengah gelisah itu.
Ia membuka ponselnya lagi untuk kesekian kali nya, berharap ada pesan dari Alexa. Namun, tetap sama masih belum ada jawapan.
Bahkan pesan terakhirnya kepada Alexa yang ia kirim pun, masih belum dibuka dan belum dibaca. Pesan permintaan maaf nya. "Apakah dia betul betul membenci ku. Bahkan membaca pesan ku pun dia sudah tidak mau. Bisiknya
"Apakah dia tidak percaya lagi? Kalau seandainya kamu menjawab pesan ku Lexa. Aku akan pulang sekarang menemui mu, aku siap berlutut Lexa. Untuk meminta maaf, kerena sudah sering melukai hati mu. Aku baru sadar telah menyia nyiakan wanita setulus kamu. Bisik nya lagi.
Aku tahu aku salah. Tapi tolong, balas aku. Tolong kasih tahu aku kalau kamu baik-baik saja." Namun, tetap saja tidak ada jawaban. Chavin mencoba menghibur dirinya dengan berpikir bahwa Alexa mungkin hanya butuh waktu.
“Dia hanya butuh sendiri,” bisiknya, berusaha mengabaikan rasa gelisah yang terus tumbuh.Untuk tidak memikirkan nya lagi. Ia pun akhirnya lelah. Ia merasa kelelahan, baik fisik maupun emosional.
Hari hari berlalu, ia tetap fokus hanya untuk kesembuhan Ayahnya. Tapi setiap dia fokus pikiran tetap saja ada bayang bayang Alexa. Seakan tidak mau hilang, apalagi saat mereka bertengkar hebat waktu itu, yang terus menghantuinya, betul betul kesian melihat Lexa malam itu.
Ia teringat pesan terakhir yang ia kirim lagi, ia pun mengecek lagi ponselnya. Masih sama, pesan itu tetap terkirim tapi belum dibaca. Sudah satu minggu lebih pesan itu tidak dibaca Alexa.
Mungkin dia benar-benar marah,” pikirnya. “Atau mungkin dia memang sudah menyerah padaku.” "Eehhmmm...Baiklah Alexa, Aku hargai keputusan mu kali ini. "gumam nya.
Di lubuk hatinya, Chavin merasa ada sesuatu yang tidak benar. Tapi tanpa petunjuk atau jawaban, dia hanya bisa memendam keresahan, membiarkan waktu berjalan tanpa kepastian
Yang herannya, rekan rekan Chavin pun tidak ada yang memberi tahu tentang kecelakaan yang dialami Alexa. Kerena tidak semua rekan nya mengetahui tentang kecelakaan itu.
Sebagian ada yang tahu dan sebagian ada yang tidak tahu. Tapi memang mereka tidak mau meberi tahunya kepada Chavin. Mereka tidak mau terlalu jauh ikut campur dalam urusan cinta mereka.
Sementara itu di sebuah rumah sakit di Jakarta, Alexa terbaring tak berdaya diruang ICU. terlihat wajahnya yang dulu tampak cantik dan ceria. kini semuanya terbalut oleh perban.
Dan dikelilingi kiri kanan nya dengan alat alat medis yang mempertahankan hidup nya. Yang berjuang antara hidup mati.
Dan saat ini pun Chavin masih juga belum mendapatkan berita tentang kecelakaan Alexa. Kerena kedua orang tua Alexa pun tidak memberi tahu nya.
Orang tua Alexa berfikir mereka sudah putus lama. Sehingga tidak ada lagi alasan untuk melibatkan Chavin dalam hal ini.
Hari demi hari berlalu, namun kondisi Alexa tak kunjung berubah. Ia masih koma dan tak sedarkan diri, seolah waktu telah berhenti untuknya.
Dan disisi lain Chavin tetap menjalankan hidupnya di Singapura untuk sementara waktu. Meski hati nya dihantui perasaan yang bersalah.
Ia tak tau sebenarnya bahwa Alexa, orang yang Ia tunggu kehadiran nya sedang berjuang antara hidup dan mati melawan maut.
Takdir seolah sedang mempermainkan mereka berdua.
Begitu banyak kata kata yang tak terucap dan pesan yang tak sampai. Keduanya kini berada di dunia yang berbeda. Alexa di ambang maut, Chavin dengan kehidupannya yang penuh tanda tanya.
Cerita mereka menggantung, dengan Ketegangan emosional yang melingkupi membuat segalanya terasa menyiksa, meninggalkan luka yang tak terlihat, namun begitu dalam. Chavin menjalani hidupnya tanpa sadar bahwa cinta yang pernah ia lepaskan kini berada di ujung tanduk.
BERSAMBUNG....
jika berkenan mampir juga dikaryaku yuk/Smile/