Bercerita tentang seorang anak yang bernama mugi yang terlahir sebagai rakyat jelata dan menjadi seseorang penyihir hebat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muchlis sahaja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akhir dari segala masalah.
Fajar mulai merambat di cakrawala, menorehkan warna jingga lembut di langit. Di rumah Melly, udara dingin pagi masih terasa menusuk, namun di sekitar Keter, energi sihir biru kehijauan menyala dengan intensitas yang menakutkan. Matanya, seperti dua butir kristal tajam, tertuju pada Gettan yang berdiri terhuyung beberapa langkah darinya. Setiap langkah Keter memicu retakan kecil di tanah, seolah-olah bumi pun merasakan amarahnya yang membara.
"Aku akan membuatmu menyesal, Gettan," desis Keter, suaranya dingin seperti es yang mencair di bawah sinar matahari pagi. Gettan, tubuhnya gemetar hebat, mundur selangkah demi selangkah. Keringat dingin membasahi dahinya, napasnya tersengal-sengal. "K-kau berhenti, atau aku akan meledakkan—,"
Keter tak membiarkan Gettan menyelesaikan kalimatnya. Dengan gerakan cepat, Keter menangkap kepala Gettan dan membantingnya ke tanah. Tatapan Keter penuh kebencian, "Apa? Kau akan meledakkan desa Sendai? Berpikirlah sebelum bertindak, Gettan. Tindakanmu terlalu gegabah!"
Melly, matanya berkaca-kaca, tersenyum tipis. "Mugi, kau... Terima kasih," gumamnya dalam hati.
Gettan meringis kesakitan, "Maafkan aku, Keter. Aku sungguh minta maaf."
Keter mendengus, "Kau meminta maaf padaku? Minta maaflah kepada Melly!" Keter melepaskan cengkeramannya, Gettan terhuyung berdiri, napasnya tersengal. Gettan tersenyum tipis, jarinya menjentik, "Meledaklah, desa ini! Dengan peledak yang kubuat!"
Namun, tak ada ledakan. Gettan mengerutkan kening, bingung. "K-kenapa tidak meledak?," tanyanya dengan nada kesal. Keter berdiri tegak, matanya dingin. Tiba-tiba, beberapa sosok berjubah hitam muncul dari balik bayangan, bergerak dengan hening seperti kucing. Mereka adalah anggota Black Number, pasukan elit yang dikirim oleh Nina untuk mencegah Gettan.
Gettan tercengang, "Siapa mereka? Kenapa mereka berjubah hitam seperti itu?"
Keter menjawab dengan suara pelan, namun penuh ancaman, "Kami adalah Black Number. Bergerak di balik bayangan, untuk memburu."
Anggota Black Number lainnya berseru serempak, "Gettan, kau tidak akan bisa meledakkan desa ini lagi. Energi sihir yang kau tanam dan alat peledakmu telah kami nonaktifkan. Kaulah yang akan berakhir di sini."
Gettan terhuyung mundur, wajahnya pucat pasi. "Tidak, tidak mungkin!" Gettan menutupi kepalanya dengan tangannya, tak percaya dengan apa yang terjadi. Gettan terduduk lesu, seolah-olah seluruh kekuatannya terkuras.
Keter menciptakan pedang sihir di tangannya, mengangkatnya tinggi-tinggi. Cahaya biru kehijauan berkelap-kelip di sekitar pedang, memancarkan aura dingin yang mematikan. "Bersiaplah, Gettan."
Gettan menutup matanya, bersiap menerima serangan Keter. Keter menatap Gettan dengan tatapan dingin, "Gettan, saat kau merasakan kesedihan, yang bisa kau percaya hanyalah dirimu sendiri. Dan itu sekarang sudah terjadi padaku. Tindakan yang kulakukan ini adalah tindakan yang bisa kupercayai."
Keter mengayunkan pedangnya dengan kecepatan kilat. Suara angin berdesir, dan dengan satu tebasan, leher Gettan putus. Darah menyembur ke mana-mana, membasahi tanah dengan warna merah yang mengerikan. "Selamat tinggal, Gettan."
Keter menatap tubuh Gettan yang terjatuh, matanya sedikit berkerut. "Perasaan seperti apa ini?" gumamnya, sedikit bingung dengan perasaan iba yang tiba-tiba muncul di hatinya.
Keter berjalan mendekati Melly. Melly tersenyum padanya, sebuah senyuman yang penuh kelegaan dan syukur. Keter mengangkat tubuh Melly, "Mugi, aku yakin sekali kau akan datang menyelamatkan aku."
Keter tersenyum tipis, "Aku tidak akan tinggal diam jika sesuatu seperti ini terjadi padamu."
Melly memeluk Keter erat-erat. Keter berkata, "Meski kau seorang elf, dan aku manusia, aku tetap akan terus bersamamu. Meski aku akan mati terlebih dahulu, aku akan bereinkarnasi untuk terus bersamamu."
Melly teringat perkataan Haruto di masa lalu. Di balik bukit, Chaerin sedang mencari Mugi. Tiba-tiba, tiga mafia muncul di hadapannya. "Wah, ternyata ada seorang wanita di sini," kata salah satu mafia dengan senyum sinis. Chaerin mengerutkan kening, "Siapa kalian?"
"Kami adalah mafia dari ibu kota. Mendengar ada pertarungan di sini, kami langsung datang," jawab mafia tersebut. Chaerin langsung curiga, "Apa kalian melihat laki-laki berambut hitam bermata merah? Atau kalianlah yang menculiknya?"
Mafia itu tertantang. Salah seorang dari mereka langsung menyerang Chaerin dengan pukulan keras. Chaerin menahan serangan tersebut, namun terpental cukup jauh. "Wah wah, pukulanmu itu terlalu berlebihan," kata mafia lainnya. Chaerin merasakan nyeri di lengannya, namun dia berusaha untuk tetap teguh.
Mafia itu mengambil pedang besarnya, "Kau tidak boleh menyiksa gadis seperti itu. Jika mau, langsung saja bunuh dia." Mafia itu bersiap menyerang Chaerin. "Matilah kau!"
Chaerin menutup matanya, bersiap menerima serangan. "Maafkan aku, Mugi. Aku akan berakhir di sini," gumamnya dalam hati.
Namun, tiba-tiba, Nina muncul dan menendang mafia tersebut dengan kekuatan yang luar biasa. Mafia itu terpental jauh, menabrak pohon besar. Nina membawa Chaerin pergi. Chaerin terkejut, "Kenapa kau... menolongku?"
Nina tersenyum tipis, "Alasan aku menolongmu adalah karena kau orang terdekatnya."
Chaerin mengerutkan kening, "Dia itu siapa?"
Nina menjawab dengan suara dingin, "Keter."
Chaerin tercengang, "Keter?" Nina meninggalkan Chaerin. Para mafia merasa kesal karena gagal membunuh target mereka. "Sialan!"
Tiba-tiba, seseorang bertepuk tangan dan berjalan mendekati mereka. "Hebat, ternyata seorang ras iblis sudah menjadi seorang mafia ya."
Para mafia melihat ke arah orang tersebut. "Siapa kau?" tanya salah seorang dari mereka.
Orang itu berdiri tegak, "Akulah sang raja iblis yang kejam, Celis Gousha!"
Para mafia tertawa terbahak-bahak. "Kau mengaku sebagai Celis? Berani sekali dirimu itu." Salah seorang mafia mengeluarkan sihir api di tangannya, "Apa kau mau dibakar dengan api ini? Api ini bisa membakarmu dan menyisakan tulang belulangmu loh."
Celis hanya meniup api tersebut dari kejauhan. Seketika, api di tangan mafia itu padam. Para mafia terkejut. Salah seorang dari mereka maju dengan angkuh, "Jika kau mengaku sebagai raja iblis, maka aku meram—,"
Belum selesai dia berkata, Celis memukulnya dengan cepat, sehingga mafia itu terpental jauh. "Tundukkan kepalamu, sampah. Turunkan kepalamu saat berhadapan dengan sang raja," kata Celis dengan tatapan tajam.
Mafia lainnya mencoba menyerang Celis, namun Celis dengan mudah menepis serangannya dan menjatuhkan mafia itu ke tanah. "Astaga, dasar," kata Celis dengan nada mengejek. Celis menjentikkan jarinya, dan tubuh mafia itu hancur tanpa sisa.