“Aku menghamilinya, Arini. Nuri hamil. Maaf aku selingkuh dengannya. Aku harus menikahinya, Rin. Aku minta kamu tanda tangani surat persetujuan ini.”
Bak tersambar petir di siang hari. Tubuh Arini menegang setelah mendengar pengakuan dari Heru, suaminya, kalau suaminya selingkuh, dan selingkuhannya sedang hamil. Terlebih selingkuhannya adalah sahabatnya.
"Oke, aku kabulkan!"
Dengan perasaan hancur Arini menandatangani surat persetujuan suaminya menikah lagi.
Selang dua hari suaminya menikahi Nuri. Arini dengan anggunnya datang ke pesta pernikahan Suaminya. Namun, ia tak sendiri. Ia bersama Raka, sahabatnya yang tak lain pemilik perusahaan di mana Suami Arini bekerja.
"Kenapa kamu datang ke sini dengan Pak Raka? Apa maksud dari semua ini?" tanya Heru.
"Masalah? Kamu saja bisa begini, kenapa aku tidak? Ingat kamu yang memulainya, Mas!" jawabnya dengan sinis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Puluh Dua
Raka pulang ke rumahnya, ia langsung mencari Juna di kamarnya, terlihat Juna baru saja selesai Les Privat siang ini.
“Daddy, kalau mau masuk kamar ketuk pintu dulu bisa tidak? Aku ini kaget, Dad!” ucapnya dengan berkacak pinggang, gayanya sudah seperti laki-laki dewasa saja. Raka yang melihatnya hanya mengulum senyumannya.
“Maaf deh, Daddy lupa,” ucap Raka.
“Kebiasaan, bukan lupa lagi, Dad?”
“Lagian Juna ini masih kecil, gak apa-apa dong Daddy langsung masuk?”
“Tetap saja gak boleh, Daddy! Tante Arini yang ajarin aku, masa Daddy orang tua malah ngajarin anaknya gak benar?”
Raka mengernyitkan keningnya. Ternyata Arini yang mengajarinya, Arini benar-benar berperan dalam tumbuh kembang Juna.
“Dad, kapan kita ke rumah Tante Arin? Juna kangen,” ucap Juna.
Pucuk di cinta, ulam pun tiba. Begitu perumpamaan yang cocok diungkapkan untuk Raka saat ini. Saat dirinya kangen Arini, ternyata anaknya juga.
“Kapan, ya? Tante Arini lagi sibuk soalnya?” ucap Raka.
“Yah ... padahal aku sudah ingin sekali ketemu Tante Arini. Ayo dong, Dad ... telepon Tante Arin, kapan gak sibuknya?”
“Sepertinya sih Tante Arini sekarang lagi gak sibuk, apa kamu mau ke sana hari ini?” tanya Raka.
“Mau!!!” ucapnya dengan girang, sampai Juna lompat-lompat saking senangnya.
“Ya sudah, siap-siap gih!” perintah Raka.
“Dad, boleh aku menginap di rumah Tante Arin?”
“Jangan dulu, ya? Nanti kapan-kapan, kalau kamu liburan sekolah saja, kamu boleh menginap sepuasnya di rumah Tante Arin,” ucap Raka.
“Oke deh!”
“Daddy tunggu di depan, kamu siap-siap dulu sana!”
Juna mengangguk dengan semangat, apalagi dia sudah diperbolehkan menemui Arini. Entah kenapa Juna bisa sedekat itu dengan Arini. Saat Arini masih dengan Heru pun, Juna sering bersama Arini, bahkan sering menginap di rumah Arini.
^^^
Heru tidak menyangka, Arini benar-benar melepaskan kariernya, padahal kariernya sedang bagus. Heru menyandarkan kepalanya di sofa, ada rasa sesal di hatinya, karena sudah menyakiti Arini. Dia pun masih terngiang ucapan Arini kemarin, soal kehamilan Nuri.
“Enggak! Nuri hamil anakku, bukan anak laki-laki lain!” ucap Heru dengan yakin.
Heru melihat ponselnya, dia melihat nomor papanya menelefonnya. Tumben sekali papanya menelefon dirinya, biasanya kalau ada urusan apa-apa selalu lewat mamanya, tidak langsung pada dirinya.
“Iya, Pa. Bagaimana kabarnya, Pa?”
“Baik, kamu jadi cerai dengan Arini?”
“Iya, Pa. Papa pasti sudah tahu dari mama, kan?”
“Hmmm ... tahu. Ya sudah, jika semua itu keputusan kamu, papa tidak mau ikut campur.”
“Iya, Pa.”
“Her, selamat atas prestasi yang sudah kamu capai, papa belum bisa pulang, mungkin dua atau tiga minggu lagi.”
“Pa, papa sudah lama gak balik lho? Gak kasihan sama mama yang kesepian?”
“Papa ini kerja, buat mama kamu, buat kamu juga!”
“Ya sudah terserah papa saja!”
Heru benar-benar tidak mengerti kenapa papanya selalu begitu. Dari dulu papanya sering meninggalkan mamanya keluar kota, urusannya pasti pekerjaan, akan tetapi Heru tahu, papannya tidak hanya mengurus pekerjaan saja, melainkan papanya juga memiliki wanita simpanan.
Raka sampai di rumah Ayahnya Arini. Juna sangat bahagia, akhirnya dia bisa bertemu Arini hari ini untuk melepaskan rindunya pada Arini.
“Tente ...!!!” teriak Juna yang baru turun dari mobil.
“Juna?” Arini langsung menaruh gunting kecil yang ia gunakan untuk memotong rating tanama. Ia lalu berjalan setengah berlari untuk menghampiri Juna.
“Tante kangen banget sama kamu, Sayang,” ucap Arini dengan memeluk Juna.
“Sama, Tante. Aku kangen banget sama tante,” ucap Juna.
“Ya sudah yuk masuk?” ajak Arini.
“Ehem ... aku dicuekin nih? Diajak masuk gak nih aku?” ucap Raka.
“Eh iya, ayo masuk, Ka,” ajak Arini.
Begitu Arini dan Juna kalau sudah bersama, lupa dengan yang lainnya. Mereka masuk ke dalam, menemui Ayahnya Arini juga. Arini mengajak Juna jalan-jalan di sekitar perkebunan Ayahnya. Raka mengikuti mereka di belakangnya degan Farid.
“Ayah sehat?” tanya Raka.
“Ya begini, alhamdulillah ayah selalu sehat, meski kamu tahu sendiri ayah itu bagaimana kondisinya, ayah bersyukur sekali masih bisa diberikan kesehatan seperti ini. Jadi ayah bisa mendampingi Arini di saat seperti ini, dia butuh seseorang yang mensupportnya,” jelas Farid.
“Ayah benar, Arini memang membutuhkan sosok yang terus menyemangatinya.”
“Ini bukan modus kamu untuk menemui Arini kan, Ka?” tanya Farid dengan penuh selidik, karena dia tahu tabiat Raka bagaimana.
“Ya enggak, lah? Ini Juna yang minta. Tuh lihat sendiri anaknya, langsung nempel kayak perangko sama Arini, sampai aku dicuekin,” ucapnya kesal.
“Biar saja, mereka lagi kangen-kangenan.”
“Kakung, ayo ke sana? Katanya Kakung punya sapi? Benar di sana ada kandang sapi?” tanya Juna.
“Ada, Juna mau lihat sapi?”
“Mau, Kakung!”
“Ya sudah, ayo kita ke sana.”
Juna hanya mengajak Farida saja, dia katanya ingin sama Farid saja lihat sapinya. Juna malah menyuruh Arini menemani Daddy nya.
Arini dan Raka masih berdua di perkebunan milik ayahnya Arini. Mereka duduk di gazebo berdua, sambil menunggu Juna dan Ayah Farid selesai melihat sapi.
“Kangen, Rin,” ucap Raka yang terdengar manja di telinga Arini.
“Ih kayak Juna saja!” tukas Arini.
“Rin, kamu gak kangen aku, ya?”
“Enggak,”
“Rin ... kok gitu?”
Arini terkekeh melihat ekspresi Raka yang lucu, seperti anak kecil yang sedang merajuk. Arini meraih tubuh Raka, ia memeluknya. “Aku juga kangen banget sama kamu,” ucap Arini.
Raka mengeratka pelukannya. Ia menumpahkan rasa rindunya pada orang yang sangat ia cintai.
“Kamu ini, bikin kesepakatan sendiri, bikin aturan sendiri, tapi malah melanggarnya,” ucap Arini.
“Maksud kamu, Rin?” Raka melepaskan pelukan Arini, lalu menatap wajah Arini.
“Ya kamu kan yang bilang, pokoknya kita gak boleh ketemu sampai aku selesai urusannya dengan Heru. Aku masih belum selesai, baru sidang pertama, nanti satu atau dua bulan lagi, aku selesai urusannya dengan Heru.”
“Aku sudah tidak tahan untuk menahan rindu, Rin. Benar-benar sudah tidak bisa. Rindu itu berat, benar kata Dilan,” ucap Raka.
“Kamu ini bisa saja modusnya!”
“Iya dong, tadinya aku mau modus sih, pakai Juna sebagai alat supaya bisa menemui kamu, eh malah Juna yang ngerengek dulu minta ketemua kamu?”
“Benar begitu?”
“Iya, Sayang .... Aku ini kangen banget, kangen bobo bareng kamu semalaman, Kapan lagi, Rin?”
“Apaan sih, Ka!” ucap Arini malu, sampai pipinya merah.
“Kok apaan sih? Sudah sih emang kita kemarin-kemarin sering tidur bareng?”
“Tapi gak ngapa-ngapain, Raka?”
“Iya tahu, Cuma pegang-pegang saja, aku pengin lagi, Rin,” ucap Raka sambil menyentuh lengan Arini yeng terekspos, karena Arini memakai baju tanpa lengan.
“Gak usah mesum, ini di luar!”
“Kalau di dalam mau dong? Yuk mumpung Juna sedang sama Ayah di peternakan Ayah?”
“Jangan macam-macam, Raka!”
“Aku mau satu macam, yang membuatku dimabuk kepayang seperti malam itu.”
“Sampai kamu main solo malam itu?”
“Tapi setelah kamu sah, aku pastikan aku tak akan main solo lagi, aku mau duel sama kamu!”
si Nuri ini menjijikkan banget. sana sini mau....
mudah mudahan kena penyakit mematikan....