Air mata terus mengalir dari sepasang bola mata abu-abu yang redup itu. Di dalam kamar sempit yang terasa semakin menyesakkan, Aria meringkuk, meratapi nasib yang menjeratnya dalam belenggu takdir yang tak pernah diinginkannya. Aria, gadis polos nan culun, begitu pendiam dan penurut. Orang tuanya memaksanya untuk menikah dengan anak dari bos ayahnya, sebagai jalan keluar dari kejahatan sang ayah yang telah menggelapkan uang perusahaan. Aria tidak berani menolak, tidak berani melawan. Ia hanya bisa mengangguk, menerima nasib pahit yang seolah tak ada ujungnya.
Tanpa pernah ia duga, calon suaminya adalah Bagastya Adimanta Pratama, lelaki yang namanya selalu dibicarakan di sekolah. Bagastya, si ketua geng motor paling ditakuti se-Jakarta, pemimpin SSH yang tak kenal ampun. Wajahnya tampan, sorot matanya dingin, auranya menakutkan. Dan kini, lelaki yang dikenal kejam dan berbahaya itu akan menjadi suami dari seorang gadis culun sepertinya. Perbedaan mereka bagaikan langit dan bumi—mustahi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Laura Putri Lestari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecemburuan Bagastya (3)
Setelah lagu selesai, seluruh penonton memberikan tepuk tangan yang meriah. Aria bisa merasakan dukungan dari orang-orang di sekitarnya, tetapi di dalam hatinya, dia tetap merasa kosong.
Setelah turun dari panggung, Vernon yang merasa begitu bahagia dan bangga, langsung menarik Aria ke dalam pelukan hangat. "Kamu keren banget, Aria. aku bangga banget bisa berduet sama kamu," bisik Vernon dengan penuh kebanggaan.
Aria memeluknya erat, senyuman manis menghiasi wajahnya. "Makasih, Vern. aku juga ngerasa sangat beruntung bisa duet sama kamu didepan banyak orang. Suara kamu luar biasa banget tadi."
Vernon melepaskan pelukannya, namun tetap memegang kedua bahu Aria, menatapnya dengan mata berbinar. "Enggak, Aria. kamu yang luar biasa. suara kamu tadi... Bener-bener membuat merinding. aku yakin kita bisa bikin momen ini nggak terlupakan."
Aria tersipu, merasakan kehangatan dari pujian Vernon. "kamu juga bikin semuanya terasa mudah, Vern. aku bersyukur banget bisa temenan sama kamu"
Hari pensi semakin berjalan dari pagi hingga soreh, namun euforia belum juga memudar. Para penonton tampak antusias menunggu pengumuman pemenang kategori penampilan terfavorit yang akan diumumkan. Sistem voting yang digunakan berasal dari penonton, memberikan kesempatan bagi semua orang untuk memilih penampilan yang paling mereka sukai malam itu.
Aria duduk di pinggir panggung bersama Vernon, masih merasakan adrenalin dari penampilan mereka yang baru saja selesai. Meski penat mulai terasa, dia tak bisa menahan rasa penasaran mengenai hasil voting.
"Aria, aku yakin kita bakal masuk nominasi," ujar Vernon dengan senyum optimis.
Aria tersenyum kecil, merasa sedikit lebih tenang meski hatinya masih bercampur aduk. "Semoga aja, Vern."
Tak lama kemudian, pembawa acara naik ke atas panggung, memegang mikrofon dengan senyum lebar. "Baiklah, teman-teman, saat yang kita tunggu-tunggu akhirnya tiba! Inilah saatnya kita mengumumkan pemenang kategori penampilan terfavorit sore ini!"
Seluruh ruangan hening, dan perhatian tertuju pada pembawa acara. Dia melanjutkan dengan nada penuh semangat, "Terfavorit pertama malam ini jatuh kepada... kelompok drama yang membawakan kisah cinta kerajaan! Selamat untuk Bagastya dan kawan-kawan!"
Riuh tepuk tangan dan sorakan memenuhi ruangan saat Bagastya, Vanessa, dan seluruh anggota kelompok mereka naik ke panggung untuk menerima penghargaan. Bagastya menerima piala kecil yang melambangkan kemenangan mereka, wajahnya menunjukkan kebanggaan. Namun, meskipun tersenyum dan bersikap ramah kepada penonton dan teman-temannya, matanya tak lepas dari Aria yang duduk di pinggir panggung.
Sejak Aria tampil, Bagastya diam-diam memperhatikan setiap gerakannya. Dia tak bisa memungkiri bahwa penampilan Aria malam ini sangat berbeda dari biasanya. Aria terlihat begitu cantik, bahkan kecantikannya malam ini membuat Vanessa, pacarnya sendiri, tampak biasa saja di matanya. Ada sesuatu yang baru dari Aria yang membuat Bagastya merasa terpesona, dan dia harus jujur pada dirinya sendiri bahwa kecantikan Aria malam ini telah mengalahkan Vanessa.
Lebih dari itu, Bagastya merasa ada rasa cemburu yang mengusik hatinya saat melihat Aria dan Vernon tampil bersama. Penampilan mereka yang begitu serasi, ditambah dengan chemistry yang kuat di antara keduanya, membuat Bagastya merasa tidak nyaman. Dia tak bisa menahan diri untuk merasa iri melihat kedekatan Aria dengan Vernon.
Setelah memberikan sambutan singkat, Bagastya kembali bergabung dengan kelompoknya di sisi panggung. Namun, pikirannya terus terarah kepada Aria.
Pembawa acara melanjutkan, "Dan untuk kategori terfavorit kedua, penampilannya begitu memukau dan penuh emosi... Selamat kepada Aria dan Vernon yang membawakan Lagu berjudul 'Rewrite The Stars'!"
Aria terkejut mendengar namanya disebut, dan seketika rasa bahagia meluap di hatinya. Bersama Vernon, dia naik ke panggung untuk menerima penghargaan. Tepuk tangan meriah kembali memenuhi ruangan, menunjukkan apresiasi penonton terhadap penampilan mereka.
Bagastya menyaksikan dari kejauhan, hatinya berkecamuk. Di satu sisi, dia bangga bahwa Aria, yang notabene adalah istrinya, mampu memenangkan hati penonton dengan penampilannya. Namun, di sisi lain, perasaan cemburu yang telah mengusiknya sejak awal semakin kuat saat melihat Aria tersenyum bahagia bersama Vernon di atas panggung.
Setelah acara selesai, Aria dan Vernon berbaur dengan teman-teman mereka, menerima ucapan selamat dari berbagai pihak. lalu menikmati momen keberhasilan bersama. Namun, tak jauh dari mereka, Bagastya tetap mengamati dengan yang sulit dijelaskan. Sore itu, dia dihadapkan pada kenyataan yang tak pernah dia duga sebelumnya—bahwa perasaannya terhadap Aria ternyata jauh lebih rumit daripada yang dia bayangkan.
Ketika akhirnya Bagastya dan Aria bertemu kembali, suasana terasa canggung. Bagastya, yang biasanya bersikap dingin dan datar, tampak sedikit lebih kaku dari biasanya. Dia berusaha menyembunyikan perasaannya, namun tatapan matanya yang tajam tak bisa menutupi apa yang sebenarnya dirasakannya.
"Selamat, untuk kalian berdua" ucap Bagastya singkat, tanpa emosi berlebih.
Aria mengangguk pelan, merasa ada sesuatu yang berbeda dari Bagastya malam ini. "Makasih."
Vernon, yang berdiri di sebelah Aria, hanya tersenyum dan mengangguk kepada Bagastya, menyadari bahwa suasana di antara mereka sedikit aneh. Tidak ingin menganggu Vernon berpamitan ingin menemui ibunya yang sudah menjemput.
"Kamu... tampil keren tadi," ucap Bagastya dengan nada yang datar, berusaha menyembunyikan perasaannya.
Aria tersenyum, meskipun merasa ada sesuatu yang aneh dalam sikap Bagastya. "Makasih, Bagas. Aku senang penampilan kami berjalan lancar."
Bagastya mengangguk, tapi tatapannya masih penuh dengan kecemburuan. "Kamu... dan Vernon... kalian kelihatan sangat serasi tadi."
Aria terkejut mendengar nada suara Bagastya. "Oh, itu cuma kostum, Bagas. Mamanya Vernon yang pilihkan baju ini untuk kami. Kami cuma tampil sebagai teman duet, itu aja."
Bagastya hanya diam, menatap Aria dalam-dalam. Dia ingin mempercayai kata-kata Aria, tapi bayangan kedekatan mereka di atas panggung tadi masih menghantuinya. Perasaan cemburu itu semakin menguat, dan Bagastya tak bisa menghindarinya.
Namun, Bagastya memilih untuk tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia hanya mengangguk pelan dan berbalik pergi, meninggalkan Aria yang masih bingung dengan sikapnya. Hari itu, meskipun Aria meraih penghargaan dan mendapatkan pengakuan dari banyak orang, hatinya tetap merasa kosong. Dia menyadari bahwa meskipun dia dan Bagastya terikat dalam ikatan pernikahan, ada jarak yang begitu besar di antara mereka—jarak yang tak pernah bisa diukur dengan sekadar penampilan atau penghargaan
Sementara Bagastya pergi dengan hati yang diliputi kecemburuan, Aria berdiri di sana, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi. Dalam hati, Aria menyadari bahwa perasaannya terhadap Bagastya masih sangat kuat, tetapi dia juga tahu bahwa ada sesuatu yang berubah di antara mereka. Mungkin, cinta memang tak selalu berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Dan hari itu, di tengah keramaian pensi, keduanya menyadari bahwa ada banyak hal yang tak terucapkan di antara mereka, tetapi yang pasti, perasaan cemburu Bagastya akan terus menghantui hubungan mereka.