Takdir seakan mempermainkan kehidupan Lintang Arjuna, ia yang dulu harus merelakan Danuar Anggara, kekasihnya untuk menikahi Libra, sang kakak, kini ia harus terlibat hubungan kembali dengan pria di masa lalunya.
Awalnya Lintang pikir Danuar datang menawarkan sejuta harapan dan cinta terpendam. Namun, siapa sangka Danuar justru kembali dengan misi membalas dendam atas rasa sakit yang Lintang torehkan di masa lampau.
Hari-hari bersama Danuar begitu menyesakkan. Dia bukan sekadar istri di atas kertas, dia adalah pengasuh kedua anak kembar Danuar yang harus selalu menuruti perintahnya tanpa dihargai sedikitpun.
Hingga akhirnya Lintang begitu sakit hati dan tidak tahan oleh perbuatan Danuar yang telah membuatnya kehilangan pekerjaan serta merasa seperti istri murahan, ia memutuskan untuk diam-diam pergi dari kehidupan Danuar, saat itulah Danuar menyadari kesalahannya terhadap sang istri.
Bagaimana Kehidupan mereka ke depannya? Apakah ada kata damai atau justru perpisahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Imamah Nur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26. Kehilangan
Terdengar langkah cepat dari belakang dan sesaat kemudian tanganku terasa digenggam kuat. Aku menoleh ke samping dan membalas tatapan sendu Mas Danu.
"Ada apa ini Mas?" Suaraku lemah dan seluruh tubuh gemetar.
"Kamu yang sabar ya Lintang, ibu–"
"Ibu?!" Aku memotong cepat perkataan Mas Danu dan menggeleng. Sesaat kemudian melepaskan tangan Mas Danu dan berlari ke arah orang-orang yang berkumpul. Ayah duduk di sisi ranjang dengan kepala tertunduk.
"Mbak Lintang harus kuat ya." Seorang ibu merangkul bahuku sebelum sampai lalu memeluk dengan erat. "Ibumu sudah tiada."
Tubuh ini bagai tersambar petir, menegang seketika lalu angin disekitar serasa dingin menusuk kulit.
"Tidak mungkin ... Ibu ini bercanda, kan? Ibu ... ku ... sehat ... sehat saja. Ya, ibu masih hidup ... iya kan, Ayah?" ucapku tergugu. "Apa hari ini aku ulang tahun?"
Semua orang menatapku tanpa kata. Aku kembali mengayunkan langkah, sesampainya di sisi ayah pikiranku mendadak kosong melihat sesosok manusia terbujur kaku.
"Ibu!" Aku langsung berteriak dan menjatuhkan diri di samping. Tanganku bertambah gemetar saat mengangkat kain jarik yang menutupi jasad. Dia benar-benar ibuku, wajahnya pucat pasi dan tubuhnya yang beku lebih dingin dari suhu udara.
"Ibu ...." Aku bahkan tidak bisa mengeluarkan kata-kata lagi. Air mata menganak sungai mengiringi isak tangis tak berkesudahan. Aku menatap wajah ibu dalam diam dalam waktu lama lalu menjatuhkan wajah di samping wajah ibu.
"Setelah Kak Libra, kenapa sekarang Ibu yang meninggalkanku? Ibu bangun Ibu, jangan tinggalkan Lintang! Ibu pernah berjanji jika memiliki cucu dariku, ibu akan berjaga sepanjang malam, kenapa ibu mengingkari janji?" Aku menggoyangkan tubuh ibu agar terbangun, aku tidak rela ibu pergi secepat ini, bahkan kedua cucunya yang dititipkan padaku belum bisa merangkak, bagaimana dia bisa pergi?
"Sudahlah Lintang kamu harus tegar." Mas Danu menyentuh punggungku, tetapi aku menepisnya kasar.
"Ini gara-gara Mas Danu!" sentakku dan Mas Danu terkejut.
"Kenapa Mas Danu membohongiku? Kenapa Mas Danu hanya mengatakan ibu kangen padaku, hah?!"
Mas Danu hanya menggeleng. "Kenapa Mas Danu tidak memberitahu saat ibu sakit, kenapa setelah tiada baru memberitahu?" Aku mengusap pipiku yang basah. Orang-orang di sekitar tidak ada yang berani bergerak.
Aku beralih menatap wajah ayah dengan tatapan kecewa. Punggung pria itu pun bergetar hebat. Kesedihan jelas tergambar di wajahnya.
"Ayah juga! Kenapa tidak meneleponku? Kenapa tidak memberitahu, apa Ayah hanya menganggap Kak Libra sebagai anak Ayah dan aku tidak? Pantas saja Ayah memaksaku untuk menikah dengan Mas Danu, Ayah ingin aku cepat keluar dari rumah ini, kan?" Aku sungguh kecewa. Emosiku sungguh tak terkendali. Aku memukul lantai dengan kuat.
Ayah menggeleng kasar dan aku terus menangis. Tanganku berpindah mencengkram pinggir ranjang sebagai tempat melampiaskan amarah dan kesedihan. Argh!" Aku menjambak kasar rambutku. Kesal pada diri sendiri karena tidak ada di saat-saat terakhir ibuku. Andai saja aku tahu ibu akan pergi begitu cepat, aku akan memberontak ketika Mas Danu mengajakku untuk tinggal di rumahnya.
"Sudah Lintang, kendalikan emosimu, kasihan Ibu pasti sedih melihat kamu seperti ini." Mas Danu kembali menggenggam tanganku lalu menarik tubuh ini dalam pelukannya. Aku memberontak melepaskan diri, aku tahu dia hanya pencitraan di depan semua orang, namun kekuatan Mas Danu yang tidak sebanding, tidak dapat aku kalahkan.
"Ayah sudah menelponmu tapi kamu tidak mengangkatnya karena kamu sendiri pingsan. Bagaimana kami bisa memberitahumu?" Mas Danu bicara lirih tepat di telingaku.
"Mas Danu tega, seharusnya saat aku sadar langsung memberitahu," ucapku lirih tanpa tenaga.
"Waktu itu aku belum dengar kabar lebih lanjut. Sebelumnya ayah menelpon bahwa ibu hanya tidak mau bicara. Kemarin malam katanya ibu sempat terjatuh tetapi masih tidak apa-apa," terang Mas Danu panjang lebar. Ayah hanya mengangguk tanpa kata, sepertinya dia juga mengalami kesedihan yang mendalam atas kepergian ibu.
Aku teringat pada saat Lula sepanjang malam selalu menangis apabila tidak dalam gendonganku. Apa itu adalah sebuah firasat akan kehilangan?
"Kuatkan dirimu," ucap Mas Danu lalu melepaskan tubuh ini dan pergi. Aku tidak peduli dia mau kemana, aku hanya memfokuskan diri pada ibuku. Pada penyesalan yang tidak bisa aku tebus, aku bahkan belum meminta maaf karena menganggapnya lebih sayang pada Kak Libra dibandingkan denganku.
Aku menghela napas berat, udara di sekitar terasa pengap dan aku membutuhkan oksigen lebih untuk mengurangi sesak dalam rongga dada. Beberapa orang yang paham aku membutuhkan ruang bernapas menyingkir. Mereka terlihat meninggalkan tempat dan berbaur dengan yang lain di luar.
Mas Danu kembali seraya membenarkan lengan bajunya yang tadi sempat ia singsingkan. Dia duduk di samping ayah lalu mengaji. Aku menatapnya dengan mata sembab tanpa semangat. Dia tersebut manis padaku lalu pada orang-orang, apa dia senang ibuku pergi? Aku memalingkan muka, malas menatap wajahnya yang penuh drama.
Aku bangkit berdiri untuk mengambil wudhu, aku juga harus mengiringi kepergian ibu dengan lantunan ayah suci supaya jalan ibu dilancarkan di alam sana. Ketika aku mengaji air mata tidak berhenti mengalir. Saat itu orang dari pihak penguburan berbisik di telinga ayah dan mengatakan galiannya hampir selesai.
Ketika kami selesai mengaji jenazah ibu langsung dimandikan. Beberapa tetangga tak putus memberikan semangat hidup saat aku masuk ke dalam bilik untuk ikut memandikan. Sebenarnya tubuhku terhuyung-huyung tetapi aku memaksakan diri untuk berdiri tegak. Saat jenasah ibu dimasukkan ke liang lahat aku tak mampu menahan diri lagi, aku pingsan kembali.
Aroma minyak kayu putih menguar di hidung kala aku membuka mata. Orang-orang di sekitar mengerumuniku.
"Syukurlah kamu sadar, kami takut kamu menyusul ibumu, kasihan ayahmu sendirian," ucap seseorang.
"Ibu-ibu tolong tinggalkan Lintang dulu takutnya sumpek," kata Mas Danu dan semua orang mengangguk lalu pergi.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya seorang pria, langkahnya terdengar mendekat. Aku mengangkat wajah dan menatap pada pria itu. Mas Danu ikut menatapnya.
"Ya beginilah Pak. Bagaimana Bapak bisa tahu aku ada di sini?"
"Aku menebak saja, kebetulan lewat dan mengunjungi makam Libra. Dari orang-orang aku tahu bahwa hari ini ibumu meninggal," jawab pak Samuel dengan ekspresi tenang.
"Aku ikut berduka cita," lanjutnya.
"Terima kasih, Pak. Bapak rindu Kak Libra ya?" Aku tahu Pak Samuel salah satu teman dekat kakakku, jadi wajar jika dia merindukan sahabatnya.
Mas Danu memicingkan mata. Entah apa ada yang salah dalam ucapanku. Apakah dia tidak suka mantan istrinya dirindukan oleh orang lain? Pria itu memang aneh.
"Tapi aku bukan hanya rindu sama dia tapi juga–"
Pak Samuel menghentikan kalimatnya saat Mas Danu memberikan tatapan membunuh.
Ada apa dengan kedua pria ini? Apakah mereka merupakan saingan berat dalam bisnis atau ada rahasia lain diantara keduanya? Ah entahlah, aku tidak bisa berpikir keras karena kepalaku masih pusing.
Samuel kamu kenapa apa ada rahasia antara kamu dengan libra Samapi kamu sedendam itu ke Danu 🤔
walaupun cinta mati, tapi lintang juga nggak kuat kalau terus-terusan disakiti begitu...