bumi yang indah dan tenang seketika berubah menjadi zona tidak layak huni.
semua bermula dari 200 tahun lalu saat terjadi perang dunia ke II, tempat tersebut sering dijadikan tempat uji coba bom atom, sehingga masih terdapat radiasi yang tersisa.
selain radiasi ternyata itu mengundang mahluk dari luar tata Surya Kita yang tertarik akan radiasi tersebut, karena mahluk tersebut hidup dengan memakan radiasi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LiliPuy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
fakta mengejutkan
Langit mendung menggantung rendah saat Chris dan Toni melangkah memasuki area bandara tua yang sunyi. Rindangnya pepohonan menghalangi cahaya matahari, menciptakan bayangan menakutkan di setiap sudut. Mereka menelusuri jejak-jejak yang terlupakan, mendengar desiran angin yang lembut membisikkan rahasia lama.
Toni memukul keningnya dengan tangan. “Kita harus mencari di hanggar utama. Dulu tempat pesawat tempur disimpan.”
Chris mengangguk, matanya memperhatikan setiap rincian. "Kalau sang jendral ada di sini, kita perlu tahu apa yang dia sembunyikan."
Mereka bergerak, menghindari puing-puing yang berserakan. Kaki mereka bergetar saat menjelajahi keberadaan siluman yang mungkin masih berkeliaran. Sebuah pintu besi yang setengah terbuka memanggil mereka.
Toni mendorong pintu dengan hati-hati. "Awas, ada barang di lantai."
Sebuah suara berdentang terdengar dari dalam. Mereka saling berpandangan, ragu sejenak.
“Masuk?” Chris berbisik, matanya menyuarakan ketegangan.
“Coba kita dengar dulu.” Toni mengedarkan pandangan ke sekeliling, mendengarkan suara samar dari dalam ruangan.
Dari balik gema suara, mereka menangkap potongan suara yang terdistorsi. Suara pria—suaranya tegas dan dingin.
"Pastikan semuanya siap. Kita tidak bisa membiarkan informasi ini bocor."
Chris menahan napas. "Dia... dia mendiskusikan sesuatu yang serius."
“Jendral Fury.” Toni mengangguk, meyakinkan dirinya sendiri.
Chris melipir lebih dekat ke celah pintu, berusaha menangkap setiap kata.
“Data yang kita ambil dari danau itu sangat kritis. Jika mereka mengetahuinya, kita bisa kehilangan kekuasaan ini. Kita harus bertindak cepat,” suara itu terdengar lebih jelas.
Chris merasa hatinya berdebar. “Apakah maksudnya teknologi senjata itu?”
“Jadi, ini semua untuk menguasai teknologi alien?” Toni berbisik tajam, wajahnya memucat.
“Kalau kita tidak segera bertindak, kita bisa kehilangan segalanya.”
Mendadak, pintu terbuka lebar. Sosok besar dari bayangan melangkah ke luar. Jendral Fury dengan wajah tegas, mendengus seperti binatang buas. Dia melihat mereka.
“Siapa kalian!” suaranya menggema penuh ancaman.
Chris dan Toni berbalik cepat, berlari menjauh. Dada mereka berdebar kencang, hentakan kaki mereka mengalun melawan beton.
“Mengapa kita tidak memikirkan ini sebelumnya?!” teriak Chris, peluh dingin mengalir di pelipisnya.
“Diam! Kita perlu mencari tempat persembunyian,” jawab Toni, mencari jalan yang aman. Instingnya bertindak lebih cepat dari rasa takut.
Mereka berlari menyusuri lorong, melompati puing-puing. Di balik salah satu kain yang robek, dia melihat sekelompok pria berseragam. Mereka berdiri dengan postur tegang, mengawasi pintu.
“Siapa yang memberi izin untuk masuk?” suara seorang pria dari kerumunan itu.
Chris menengok ke Toni. “Gerak cepat. Kita harus cari jalan keluar.”
“Ke sini!” Toni menarik lengan Chris, menggunakan jalur yang tampak lebih sempit.
Mereka berputar hingga sampai di bagian bandara yang lebih tua. Goresan waktu membuat tempat itu merana, tetapi ada sesuatu di dalamnya yang masih bisa digunakan.
“Pikirkan, jika jendral ada di sini, berarti dia perlu memiliki semacam pusat kendali,” Toni menggigit bibir, kembali berfokus.
Chris mengamati sekeliling dengan cermat. “Mungkin ada perangkat komunikasi atau catatan. Kita perlu tahu apa sebenarnya dia rencanakan.”
Setelah mencari beberapa saat, mereka menemukan sebuah ruangan dengan pintu yang sedikit terbuka. Suara bising mengalun dari dalam. Dalam hati, mereka berharap ini bisa menjadi kunci untuk mengungkap semua misteri.
Mereka bergantian menghimpun keberanian sebelum mendorong pintu. Pemandangan di depan mereka mengejutkan. Dindingnya dipenuhi dengan layar monitor, masing-masing menampilkan grafik dan data yang tidak bisa mereka pahami.
“Lihat!” Toni menunjuk. “Itu... ruang bawah tanah di danau elips!”
Chris maju, meneliti lebih dekat. “Semua skema ini. Jendral tahu tentang teknologi itu.”
Suara mendengus terdengar kembali, dan mereka menoleh tepat saat Jendral Fury masuk ke ruangan.
“Mereka sudah menemukan kita!” Chris berbisik panik.
“Tenang.” Toni menatap layar sebelum berbalik, menemukan sebuah mesin yang tampak seperti transmitter. “Ini alat komunikasi, mungkin kita bisa memanfaatkannya.”
Chris mengangguk, berlari ke arah mesin itu. “Kalau kita bisa menghubungi pihak yang berwenang...”
“Tidak! Mereka tidak bisa dipercaya.” Wajah Toni ketat. “Kita harus buktikan ini pada diri kita sendiri.”
Jendral Fury langsung memberi tanda, memerintahkan pasukannya untuk mencari mereka.
“Cepat, kita harus cepat!” Chris merebut kabel sebelum menghubungkannya.
Dengan cepat, Toni mengodekan beberapa informasi.
“Toni, dia datang!” seru Chris, ketakutan.
“Dalam hitungan detik,” Toni mengetik dengan kecepatan tinggi. “Hanya tinggal beberapa pengaturan lagi.”
Chris meremas lengan Toni, menatap cermin di belakang mereka. Keduanya merasakan kehadiran jendral yang semakin mendekat. Keringat membasahi palang dahi.
“Aku… sudah selesai!” Toni mengeklik tombol terakhirnya.
“Kirim!” Chris mendesis, berusaha menyelesaikan apa yang mereka mulai.
Sinyal berkedip. Tiba-tiba, suara keras terdengar, mengacaukan ruangan. Pintu terbuka dengan kekuatan besar, dan jenderal melangkah masuk, wajahnya berapi-api.
“Kami berani memasuki wilayah terlarang?” tanya Fury, matanya berbinar penuh emosi membara.
“Mungkin kami tidak seharusnya ada di sini,” ucap Toni, telapak tangan bergetar di atas mesin.
Chris melangkah maju, menambah keberanian. “Tapi kalian tidak bisa terus menyimpan rahasia ini. Apa tujuannya? Menguasai pesawat alien itu?”
“Cukup!” Jendral Fury mendekat, suara seraknya menggetarkan dinding. “Kalian tidak tahu apa yang kalian lakukan. Ini bukan urusan anak-anak.”
Toni menyilangkan tangan di dada, bersikap menantang. “Jika kami tidak tahu, lalu apa yang kalian sembunyikan? Selama ini kami tahu ini lebih dari sekadar alat militer.”
Circumstances semakin genting. Mereka berdiri di tepi jurang kebenaran yang mematikan. Chris merasakan tekanan di dadanya, semangatnya terancam padam. Namun, keberanian Toni menyala lebih terang—mendorongnya untuk bersuara lebih kuat.
“Jenderal, kami akan menggagalkan rencanamu!” tantang Tony, suara kedengaran tegas meski ada ketakutan.
Jenderal Fury tersenyum sinis. “Kalian merasa punya kekuatan? Kembali dan cari aman, atau aku akan memastikan kalian tidak pernah kembali.”
Chris tunjukkan kegeraman. “Kami sudah ambil risiko cukup dalam untuk mengeluarkan apa yang kamu coba sembunyikan.”
Toni menarik napas, meneteskan semangat pada Chris. “Kita bisa melakukannya, Chris. Kita tidak sendiri.”
Di dalam bayangan, rasa takut berubah menjadi tekad. Chris mengangkat bahu, merasakan aliran keberanian memasuki nadinya.
“Kami tidak akan mundur sampai kami menemukan jawaban,” Toni bersumpah, yakin apa yang mereka lakukan benar.
Senyuman sinis di wajah Jendral Fury memudar. Dia melangkah mundur. “Jika itu yang kalian pilih, kalian akan membayar mahal.”
Kegelapan menyelimuti mereka. Chris dan Toni saling berpandangan, mengetahui perjalanan berbahaya ini baru saja dimulai.
Dengan langkah pasti, Toni menarik Chris menjauh dari layar misterius. "Kita perlu keluar dari sini. Kalau tidak, kita akan terjebak di permainan jendral."
Chris mengangguk, menelan rasa takut yang menggelayuti. “Kita harus menemukan Allan. Dia mungkin punya cara untuk menghadapi semua ini.”
Mereka berlari menyusuri koridor gelap, gema langkah kaki mereka membuat suasana semakin mencekam. Dinding-dinding berkarat tampak mengawasi, seolah ingin menuliskan kisah mereka yang masih tersisa.
Toni berhenti tepat di depan pintu keluar. "Kita harus menghindari mereka. Jika kita tertangkap...”
“Kalau kita tidak bertindak sekarang, kita tidak akan memiliki kesempatan lagi.” Chris merasakan cahaya harapan berkelip di jauh.
“Semoga kita bisa menemukan Allan sebelum terlambat.” Toni menghela napas, merentangkan telapak tangan. "Ayo!"
Mereka kembali melanjutkan pelarian. Cahaya memancar dari lorong yang lebih terang di sebelah kiri. Tiba-tiba, suara derap sepatu mendekat semakin jelas.
“Cepat, ke salah satu ruangan!” Toni berbisik tegas, menggenggam tangan Chris dan menyeretnya ke arah ruang lain.
Mereka menemukan sebuah ruangan kecil yang tampak seperti tempat penyimpanan. Di dalamnya terdapat beberapa kotak tua, berdebu dan lembap. Chris membuka salah satu kotak, terbongkar sekumpulan peta dan dokumen berantakan.
“Ini... peta jalur pengangkutan. Ini bisa membantu kita.” Chris mengulurkan salah satu peta, pandangannya penuh antusias.
“Pasti!” Toni melihat tanda-tanda di sekitar peta yang menunjukkan rute menuju dasar danau elips. “Kita bisa pergi dari sini. Tapi kita perlu banyak waktu untuk sampai ke tempat itu.”
“Apa kita punya pilihan lain?” Chris menatap wajah Toni. "Atau kita menghadapi jendral?"
Toni menggigit bibir, berjuang dengan pikirannya. “Kita akan mencari Allan dan memberitahu dia tentang ini. Aku tidak ingin kita terjebak dalam perang antara dua kekuatan.”
Chris mengangguk, semangatnya mulai bangkit. "Mari kita cepat kesana. Mudah-mudahan dia sudah kembali ke kota reksa."
Mereka melangkah hati-hati menjelajahi jalan yang dipenuhi sempalan bayangan. Seiring mereka menjauh dari hanggar, jendral Fury berteriak dari kejauhan, suaranya menggema seperti goyang bumi. “Kamu tidak akan kemana-mana! Jaga mereka!”
Setiap langkah mereka terasa lebih berat. Angin dingin menerpa wajah saat mereka keluar dari bandara. Mereka berlari menuju kota reksa untuk mengamankan diri mereka sementara waktu.