Berawal dari pertemuan yang tidak disengaja, seorang pria yang sedang kelaparan malah di suguhi pemandangan yang tidak menyenangkan.
Bagaimana kisahnya mari kita ikuti bersama.
Oh iya, ini cerita author yang perdana.. jadi maklumin ya kalau masih belepotan..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hum@ira211, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jodoh yang diharapkan
Matahari sudah mulai beranjak ke peraduan namun udara terasa begitu panas, mungkin disebabkan oleh meeting dadakan yang menguras energi dan pikiran itu, ketiganya bersepakat untuk mencari tempat yang bisa mendinginkan suasana.
Setelah memberikan arahan kepada pengawas lapangan Sulastri juga menyerahkan beberapa lembar dokumen yang baru saja dicetak oleh Nina dan berpesan agar mereka selalu berkoordinasi dan memberikan laporan secara rutin.
"Pak pengawas, tolong kerjakan sesuai gambar, saya ingin laporan progres setiap harinya.." pesan Sulastri kepada pengawas.
"Baik Bu.. Sesuai perintah" jawabnya.
"Oh ya pak.. Segera beritahu setiap ada masalah di lapangan, jangan sampai kejadian seperti ini terulang.." pinta Sulastri dengan nada tegas tapi lembut.
Pak pengawas yang dari segi umur terlihat lebih senior itu hanya mengangguk dan segera memberikan pengarahan kepada bawahannya setelah kepergian Sulastri dan Nina. Sementara Adi sudah menunggu di dalam mobil yang sudah ia putarkan arahnya.
Di sepanjang perjalanan Adi hanya menjadi pendengar yang baik diantara dua orang atasannya yang sedang bercengkrama menghilangkan penat. Adi tidak menyadari bahwa sanya Sulastri beberapa kali memperhatikan nya dari balik cermin spion dalam, ia hanya fokus menyetir saja.
"Bang Adi, di depan sana ada pemancingan..
kita cari minum dulu.." kata Sulastri.
"Baik Non.." jawab Adi singkat
Sulastri memang lebih suka melihat orang yang sedang memancing ikan, entah itu di danau, pinggiran sungai ataupun di pemancingan umum. Menurutnya ada sesuatu yang bisa ia pelajari dari aktifitas memancing yaitu kesabaran, keuletan dan taktik.
Dan juga kepuasan yang diperoleh setelah mendapatkan ikan berkat kesabaran nya itu. Seorang pemancing juga dituntut untuk tenang dan ini mengingatkan Sulastri agar selalu tenang dalam setiap masalah yang di hadapi dalam pekerjaannya.
Tempat pemancingan itu diapit oleh persawahan yang tak begitu luas, namun letaknya yang di pinggiran kota udaranya terasa sejuk, pepohonan masih banyak berjajar ditepian kolam pemancingan.
Entah karena kelelahan atau karena terburu-buru ingin masuk, Sulastri tak memperhatikan langkahnya menaiki anak tangga di pintu masuk itu. Anak tangga itu hanya rendah saja, namun karena langkahnya yang tidak hati-hati Sulastri pun terpeleset dan terpelanting ke belakang.
"Aaaahhh...." pekik Sulastri..
Dalam keadaan genting seperti itu, Sulastri mencoba menggapai sesuatu di kanan dan kirinya, namun apalah daya tangan itu tak menemukan apapun disana. Ia pun hanya pasrah tanpa bisa berbuat banyak.
Namun apa yang kemudian terjadi membuat jantung Sulastri seakan berhenti berdenyut. Sebuah lengan kekar menahan laju kepalanya yang meluncur ke bawah. Sepasang mata Sulastri beradu pandang dengan sepasang mata pria yang kini setengah membungkuk menahan tubuhnya agar tidak jatuh.
Jantung Sulastri yang tadinya seakan berhenti kini berbalik, berdenyut kencang tak beraturan, kini nafasnya yang seolah tertahan. Di depan mukanya nampak wajah yang tidak asing itu, satu tangan menyangga tubuhnya, sedangkan tangan yang lain menahan beban tubuhnya sendiri yang terbungkuk dengan satu tongkatnya.
"Bang Adi...." Desah Sulastri lirih.
"Hati hati Non..." kata Adi sambil membantu Sulastri berdiri.
Sementara itu di belakang mereka, Nina yang tercekat menyaksikan kejadian yang begitu cepat itu akhirnya merasa lega, berkat ketangkasan Adi, Sulastri pun selamat tidak terjatuh.
Sesaat kemudian Sulastri membalikan badan melanjutkan langkahnya untuk menyembunyikan debaran hati dan wajahnya yang merona, namun baru saja melangkah ia merasakan sesuatu yang lain di kakinya.
"Auuw ..." Sulastri merasakan nyeri di mata kaki nya.
"Biar saya bantu Non.."sahut Adi
Dengan sigap Adi memapah bosnya itu masuk ke dalam area pemancingan mencari tempat duduk yang nyaman untuk mereka berbincang. Sementara Nina menemui resepsionis untuk reservasi dan memesan minuman dingin.
***
Kalian tentunya bertanya tanya, mengapa hanya sebuah pemancingan tapi pakai resepsionis segala sih. Ya, memang itu hanya sebuah pemancingan tapi bukan sekedar pemancing biasa, selain tempat parkirnya lumayan luas tempat ini juga menyediakan aneka kuliner yang beragam dan tak kalah dari tempat kuliner modern.
Pemancingan itu mengusung konsep back to nature yang mengutamakan kayu dan bambu sebagai bahan utama bangunan selain lantai dan beberapa tiang utama saja. Genting tanah dan ijuk dipilih sebagai penutup atapnya.
Sejumlah pohon buah tertanam rapi di sekeliling kolam menambah suasana sejuk. Sehingga banyak dari kalangan menengah singgah di tempat ini hanya untuk sekedar melepaskan penat meskipun memancing bukanlah hobi mereka.
Beberapa gubuk kecil berbahan kayu jati yang nyaman berada tak jauh di belakang tempat para pemancing beraksi, sehingga pengunjung bisa ikut menikmati sensasi Strike saat pemancing mendapatkan ikan.
***
Gasebo itu berbahan kayu jati pilihan, sepasang meja dan bangku panjang yang juga terbuat dari kayu jati tebal melengkapinya. Adi mendudukkan Sulastri di bangku itu, tangannya yang kekar meraih kaki Sulastri yang terkilir. Suara pekikan keluar dari mulut Sulastri ketika Adi mulai meng urut nya.
"Tahan sebentar Nona, ini akan sedikit sakit" kata Adi menenangkan.
Wajah Sulastri mengernyit menahan sakti, ia hanya bisa memandangi wajah Adi yang tak berani menatapnya. Dalam hatinya semakin mengagumi pria dihadapannya itu dan Sulastri sempat berfikir jika saja pria dihadapannya itulah yang dijodohkan dengannya tentu dia akan menerima dengan senang hati.
Rasa sakit yang sudah mulai hilang di kakinya membuat Sulastri semakin nyaman dan kini makin menikmati sentuhan tangan kekar Adi. Erangan yang sedari tadi keluar lirih dari mulut Sulastri kini telah berhenti berganti untaian senyuman yang tak disadarinya dan membuat Sulastri membayangkan berbagai hal yang hanya dia yang tahu.
Adi yang menyadari bahwa wanita yang ditolongnya itu sudah lebih baik, mengarahkan pandangannya ke wajah Sulastri dan segera menghentikan pijitannya saat melihat wanita itu senyum senyum sendiri dengan matanya yang terpejam.
"Ehem...Apa sudah lebih baik Las?" tanya seseorang di belakang Adi.
Dua orang yang mendengar pertanyaan itu sama sama tersentak, mereka tak menyadari kehadiran Nina yang baru saja tiba setelah memesan makanan dan minuman.
"Eh.. Nin.... Emm .. Sudah ... Sudah baikan.."jawab Sulastri gugup.
"Pijatan Bang Adi bener bener enak " puji Sulastri.
Adi hanya memalingkan wajahnya yang bersemu merah. Dia tak mau Nina salah faham atas semua yang terjadi barusan.
"Kaki Nona hanya terkilir.. Sekarang sudah baikan" terang Adi menekan kegugupan nya.
"Apa aku mengejutkan kalian barusan, apa aku mengganggu?" tanya Nina sambil menahan tawanya.
"Apaan sih Nin,... Engga ada apa apa koq, ngapain juga terganggu ..." jawab Sulastri
Kini wajah Sulastri sudah semakin merah, mungkin kalau bisa disamakan kayak udang rebus..hehe...ketiga orang itu kini saling pandang bergantian, entah apa yang membuatnya lucu sehingga beberapa saat kemudian suara tawa pecah diantara ketiganya membuat suasana menjadi gembira.
"Kalau boleh aku berharap... Ini saja yang menjadi jodohku oh Tuhan..." bisik Sulastri dalam hati...
"Tuhan....Meski aku mengagumi pria ini, namun aku rela jika dia menjadi jodoh sahabatku ..." Doa Nina dalam hati seakan mendengar bisikan Sulastri.
Suara tawa ketiganya menyita perhatian orang orang disekitarnya, menciptakan reaksi yang beragam..ada yang ikut gembira, ada yang hanya menoleh saja dan ada pula yang menggerutu karena ikan yang tadi sudah terkena kailnya terlepas, mungkin ikannya ikut tertawa, hahaha..
"Sial...ikannya lepas lagi..." gerutunya yang membuat teman didekatnya tertawa...