Yang satu punya banyak problematik, yang satunya lagi bocah bebas semaunya. Lalu mereka dipertemukan semesta dengan cara tak terduga.
Untuk tetap bertahan di dunia yang tidak terlalu ramah bagi mereka, Indy dan Rio beriringan melengkapi satu sama lain. Sampai ada hari dimana Rio tidak mau lagi dianggap sebagai adik.
Mampukah mereka menyatukan perasaan yang entah kenapa lebih sulit dilakukan ketimbang menyingkirkan prahara yang ada?
Yuk kita simak selengkapnya kisah Indy si wanita karir yang memiliki ibu tiri sahabatnya sendiri. Serta Rio anak SMA yang harus ditanggung jawabkan oleh Indy.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Situasi kembali tenang. Tangis Indy sudah menguap berganti dengan canda tawa. Rio menghiburnya menggunakan cerita-cerita random miliknya selama berteman dengan Dimas.
Rio bahkan sampai bercerita yang Dimas katakan tempo hari mengenai ibunya. Indy antusias, dia menimpali senang karena jika itu benar, dia masih mempunyai seorang ibu meskipun itu hanyalah ibu mertua. Ketimbang ibu tiri macam Juni, Indy lebih welcome terhadap ibu mertua.
"Sekarang tidur ya, sudah malam." Sambil mengusap-usap pipi Indy penuh sayang.
"Kamu tidur di mana Yo?"
"Di kamar ini, tapi aku tidurnya di sofa." Rio bangkit menuju sofa yang akan menjadi tempat tidurnya malam ini. Sofa milik Indy layaknya kasur yang nyaman. Bentuknya bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Berbekal satu bantal dan sepotong selimut dari Indy, Rio mulai merebahkan tubuhnya. Ia memejamkan mata.
Satu menit, lima menit, sepuluh menit, Indy memperhatikan wajah Rio ketika tidur dengan gerakan mengintip. Sampai suatu ketika, perempuan itu menyibak selimutnya lalu perlahan-lahan merangkak bangun dengan hati-hati.
Rio yang sedang terbaring menghadap Indy tiba-tiba membuka matanya.
"Tidur, sudah malam kak." Seolah Rio bisa menebak niatan Indy.
Indy lekas menarik selimutnya kembali, menutupi sampai atas kepalanya. Jantungnya berdegup kencang. Ia cengengesan di dalam gelungan selimut.
Giliran Rio menatap lekat gelungan selimut tersebut. Sambil tersenyum, Rio pun berseru, "Pakai selimutnya jangan sampai menutupi kepala. Buka aja."
Indy tidak membukanya. Ia tetap bersikukuh pada pendirian sambil berkata, "Tidur, sudah malam Rio."
Senyum Rio makin melebar.
Ber menit-menit berlalu akhirnya Indy menunjukkan tanda-tanda tertidur pulas. Rio bangun dari sofa menghampiri Indy. Pemuda itu membuka selimut hingga menampilkan wajah tidur sang gadis. Udara menyeruak membelai Indy setelah pengap disergap selimut. Indy tidak terbangun dengan itu.
Setelah memastikan nafas Indy nyaman, Rio melihat ada benda yang sangat menyita perhatian. Di ujung dekat meja rias ada sebuah figura foto. Rio mendekatinya, mengambil dan memperhatikan foto tersebut. Itu potret dirinya bersama Indy ketika berada di pasar malam. Rio bahagia melihatnya.
Puas memandangi foto, juga malam yang semakin menapaki larut, Rio kembali merebahkan diri. Dia tidak lagi naik ke atas sofa yang sudah sedemikian rupa ia setting bentuknya memanjang seperti kasur. Ia naik ke tempat tidur Indy, memeluknya lalu jatuh terlelap di sana.
...****...
Hubungan Handi dan Juni sudah tercium bau-bau kehancuran. Juni sudah mendapat kabar bahwa Handi telah mengajukan gugatan cerai. Menanggapi itu, Juni hanya terdiam menyesapi rokoknya dan membumbungkan asapnya tinggi-tinggi.
Dia mengajukan syarat pada Handi jika ingin berpisah dengannya jangan pakai cara pecundang. Juni ingin bertemu dengan Handi untuk berbicara dari hati ke hati. Dia ingin menanyakan perihal apa yang telah membuat Handi tidak bersyukur telah memiliki dirinya.
Dia muda.
Dia cantik.
Dia lembut.
Tapi sayang, tidak ada ketulusan di dalam hati Junifer. Hidup wanita itu penuh kepalsuan.
Lusa aku pulang ke rumah. Kita bertemu di sana Mas, adalah isi pesan yang Juni kirimkan kepada Handi. Yang dikirimkan pesan membalasnya dengan setuju, asal perceraian bisa terjadi dengan mudah.
Handi memberitahukan hal ini kepada Indy dan Rio. Keduanya diajak dalam pertemuan tersebut sebagai bukti kesungguhan Handi memperbaiki semua. Tidak apa-apa seumpama hartanya tidak bisa lagi kembali utuh, yang penting dia bisa menghabiskan masa tuanya bersama Indy--harta yang paling berharga.
...****...
Pagi-pagi sekali Bi Encum sudah melakukan tugasnya.
Tak, tak, tak, bunyi sendal datang dari kamar atas. Bi Encum lantas berbicara banyak seperti petasan banting.
"Den Rio, ini bibi harus bikin sarapan apa ya? Bibi gak enak kalau kalau Den Rio terus yang bikin sarapannya. Masa Bi Encum kerjaannya cuma nyuci baju, nyetrika, sama ngegosip aja."
"Den Rio yang udah isi kulkas sampai penuh ya? ya ampun Den Rio kenapa gak ngajak-ngajak Bibi, kan biasanya kita juga ke pasar selalu bersama."
"Den Rio," Bi Encum menoleh, mendapati Indy tolak pinggang sambil geleng-geleng kepala.
"Ehehehe, Non Indy teh udah bangun? tumben Den Rio belum muncul ke dapur?"
"Dia masih tidur kali." Entah, Indy datang ke dapur pun karena mencari-cari keberadaan Rio. Ketika Indy membuka mata, Rio sudah tidak ada di kamarnya.
Tidak lama orang yang dicari-cari dua wanita di rumah ini datang ke dapur. Rio menatap Indy, memberikannya senyuman selamat lagi. Indy putar balik ke dalam kamar.
"Den Rio, Bibi mau ngomong kalau baju bersih Den Rio sudah Bibi taruh di tempat biasa. Bibi mau ngasih ini." Bi Encum menyurukkan kartu love merah berisi pesan.
"Bibi dapat darimana?"
"Dari kantung jas sekolah Aden pas mau nyuci."
"Oh iya, terimakasih ya Bi."
"Iya sama-sama Den. Cie.. cie udah punya pacar. Uhuuuuy." Ledek Bi Encum membuat Rio terkekeh pelan.
Datang ke tempat x pulang sekolah nanti
Rio langsung menutup kartu tersebut ketika Indy datang membawa apron. Indy mau memasak, membuat wajah Bi Encum kian menegang. Sementara Rio, pemuda itu santai dan hanya perlu meminum obat anti hipertensi setelah sarapan pagi ini.
"Aku yang masak sarapan pagi ini. Enak ya dimasakin sama majikan." Seru Indy sambil tersenyum. Bi Encum sudah ketar-ketir membayangkan rasa.
Suatu hari, Indy pernah seperti ini ingin memasak sarapan pagi. Hasilnya Bi Encum mendeskripsikan rasa dari buatan nasi goreng saat itu seperti---
"Aku temenin kamu masak." Rio menyelak. Bi Encum mengucapkan syukur sebanyak-banyaknya.
.
.
Bersambung.
Epilogue.
"Ven, tolong cetak foto ini. Pakai pigura duduk saja, aku mau pajang di kamar."
"Baik Nona."
Vena memandang foto tersebut beberapa detik sambil memikirkan sesuatu.
"Tidak usah mikir macam-macam. Aku memang pacaran sama Rio." Tembak Indy, praktis membuat Vena terhenyak.
"Saya senang mendengarnya Nona."
Indy hanya tersenyum lalu menatap foto yang baru saja ia kirim pada Vena.
"Akhir-akhir ini aku bermimpi duniaku gelap. Tetapi jika berada di sampingnya, aku merasa tenang. Setelah hari menjelang malam, aku tidak terlalu suka. Aku benci mimpi itu datang lagi saat tidak ada Rio di samping ku."
"Kalau begitu, sebaiknya Nona tidur bersama Rio di kamar yang sama. Terpisah tempat tidur namun satu ruangan."
"Begitu ya?"
"Iya Nona, itu saran saya."
"Ide bagus."
Heh, jd keinget gaya helikopter nya Gea sm Babang Satria🤣