NovelToon NovelToon
Takhta Terakhir Endalast Ganfera

Takhta Terakhir Endalast Ganfera

Status: tamat
Genre:Action / Tamat / Balas Dendam / Mengubah Takdir
Popularitas:11.1k
Nilai: 5
Nama Author: Nabilla Apriditha

— END 30 BAB —

Endalast Ganfera duduk di depan cermin besar di kamarnya, memandangi bayangannya sendiri. Usianya baru menginjak 15 tahun, tetapi di balik mata dan rambut merahnya, ada kedewasaan yang tumbuh terlalu cepat. Malam ini adalah ulang tahunnya, dan istana penuh dengan sorak-sorai perayaan.

Endalast tersenyum, tetapi matanya masih mengamati kerumunan. Di sudut ruangan, dia melihat pamannya, Lurian. Ada sesuatu dalam sikap dan tatapan Lurian yang membuat Endalast tidak nyaman. Lurian selalu tampak ambisius, dan ada desas-desus tentang ketidakpuasannya terhadap kepemimpinan Thalion.

Lurian berpaling dan berbicara dengan bangsawan lain, meninggalkan Endalast dengan perasaan tidak enak. Dia mencoba menikmati perayaan, tetapi kecemasan terus mengganggunya. Tiba-tiba terdengar suara dentuman keras dari luar, oh tidak apa yang akan terjadi??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nabilla Apriditha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 26: Kejujuran Endalast

.......

.......

.......

...——————————...

Setelah satu bulan berlalu sejak Endalast mengetahui bahwa Jatra adalah seorang wanita, sebuah acara perjamuan diadakan di istana Ganfera. Ini adalah acara penting yang dihadiri oleh banyak tamu dari berbagai kerajaan. Endalast, sebagai tuan rumah, harus berpartisipasi aktif dalam perjamuan ini.

Selama acara, seorang putri dari kerajaan lain, yang sangat anggun dan penuh percaya diri, mendekati Endalast dan mengajaknya berdansa. Putri ini adalah Putri Elara dari Kerajaan Veldora. Endalast, yang tidak ingin mempermalukan Putri Elara, menyetujuinya dengan sopan.

Mereka berdansa dengan anggun di tengah aula, menarik perhatian semua tamu yang hadir. Endalast berusaha tetap tenang dan sopan, mengikuti irama musik yang indah. Namun, hatinya tidak sepenuhnya tenang. Dia memikirkan Jatra, yang entah berada di mana pada saat itu.

Setelah lagu selesai, Endalast melepaskan tangan Putri Elara dengan sopan dan mengucapkan terima kasih. Tepat saat dia hendak kembali ke tempatnya, dia melihat sosok Jatra di sudut ruangan.

Jatra menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan, lalu tiba-tiba membalikkan badan dan berlari keluar aula. Endalast segera mengejar Jatra, tanpa memperhatikan tatapan bingung dari para tamu lainnya.

Dia tidak ingin kehilangan kesempatan untuk menjelaskan situasinya. Di belakang, Sir Arlon, yang khawatir, berusaha menyusul mereka, namun Sir Cedric dan Sir Alven menahannya.

"Biarkan mereka menyelesaikan urusan mereka sendiri," kata Sir Cedric dengan bijak.

Endalast akhirnya menemukan Jatra di lahan luas di luar istana. Angin malam yang sejuk meniup rambut panjang Jatra yang terikat. Dengan napas yang terengah-engah, Endalast mendekati Jatra dengan hati-hati.

"Jatra, tunggu! Aku bisa menjelaskan," kata Endalast dengan suara penuh kekhawatiran.

Namun, Jatra tidak mendengarkan. Dia sudah memegang pedangnya dan menyerang Endalast dengan cepat. Endalast, yang tidak ingin melawan, hanya menghindar dari serangan-serangan Jatra.

"Apakah aku terlalu buruk? Apakah aku sangat menjijikkan karena menipumu? Apakah kamu membenciku? Apakah aku akan kehilanganmu? Mengapa aku sangat sedih melihatmu berdansa dengannya? Kenapa aku benci itu, Endalast!" Jatra berteriak dengan air mata mengalir di wajahnya. Matanya yang merah penuh dengan emosi yang bercampur aduk.

Endalast terus menghindar, tidak ingin melukai Jatra. "Jatra, aku tidak membencimu. Aku tidak pernah merasa begitu. Aku hanya tidak tahu harus bagaimana menjelaskan semuanya."

Serangan Jatra menjadi semakin tidak terarah karena pandangannya yang kabur oleh air mata. Dalam kekacauan itu, ikatan di kepalanya terlepas, membuat rambut panjang putihnya terurai indah di bawah sinar bulan. Endalast berhenti bergerak, tidak ingin memperpanjang pertarungan ini.

Namun, gerakan mendadak Endalast membuat Jatra tanpa sengaja menggores lengan Endalast dengan pedangnya. Endalast mengerang kesakitan, dan Jatra terdiam, menyadari apa yang telah dia lakukan.

Pedangnya terlepas dari tangannya, dan dia terduduk dengan gemetar, menutup matanya dan menangis dengan keras.

Endalast meskipun terluka, mendekati Jatra dan memeluknya erat. "Jatra, dengarkan aku. Kamu tidak menjijikkan. Kamu tidak buruk. Satu-satunya yang membuatku bahagia adalah kamu. Aku minta maaf karena lambat memahami perasaanku sendiri."

Jatra menangis semakin keras dalam pelukan Endalast, tubuhnya gemetar hebat. "Aku takut, Endalast. Aku takut kehilanganmu. Aku tidak tahu harus bagaimana."

Endalast mengusap punggung Jatra dengan lembut, mencoba menenangkan gadis yang dicintainya itu. "Aku juga takut, Jatra. Aku takut membuatmu sedih. Tapi sekarang aku tahu, kamu adalah orang yang membuatku bahagia. Aku minta maaf karena membuatmu menangis. Aku berjanji, aku tidak akan membiarkan itu terjadi lagi."

Jatra perlahan mulai tenang, namun masih menangis dalam pelukan Endalast. "Diam dulu." Jatra mulai mengigit kemejanya, dia merobeknya untuk membalut luka di lengan Endalast.

Endalast menahan Jatra, "Tidak perlu, aku baik-baik saja"

"Tidak bisakan kamu diam?" Jatra segera membalut luka sebisanya untuk menghentikan pendarahan, walaupun tidak dalam tapi itu cukup lebar. Jatra menunduk kembali dan meminta maaf.

Endalast menarik napas dalam-dalam, memikirkan situasi mereka dengan serius. "Kita akan menemukan cara. Aku akan berbicara dengan Raja Reon dan penasehatku. Yang terpenting adalah perasaan kita. Kita bisa mencari solusi bersama."

Mereka berdua tetap dalam pelukan itu untuk beberapa saat, merasakan kehangatan dan kedamaian yang perlahan-lahan mengisi hati mereka. Setelah beberapa saat, Endalast membantu Jatra berdiri dan membawa pedangnya kembali ke tempat semula.

Malam itu, mereka kembali ke istana dengan lebih banyak kepastian dalam hati mereka. Mereka tahu bahwa jalan di depan mungkin tidak mudah, tetapi mereka bertekad untuk melaluinya bersama-sama.

...——————————...

Beberapa hari setelah kejadian itu, Endalast memutuskan untuk mengadakan pertemuan dengan Raja Reon dan para penasehat utama dari kedua kerajaan. Dia ingin membicarakan tentang masa depan mereka dan bagaimana mereka bisa menjaga hubungan yang kuat antara kedua kerajaan sambil juga mempertimbangkan perasaannya terhadap Jatra.

Di ruang pertemuan yang megah, Endalast duduk berhadapan dengan Raja Reon, Sir Arlon, Sir Cedric, Sir Alven, Jenderal Eron, serta beberapa penasehat dari Verqeon. Suasana terasa tegang namun penuh harap.

Endalast memulai pertemuan dengan nada serius. "Raja Reon, saya ingin berbicara tentang masa depan hubungan antara Ganfera dan Verqeon, serta tentang perasaan saya terhadap Jatra."

Raja Reon menatap Endalast dengan penuh perhatian. "Endalast, aku mendengarkan. Katakanlah apa yang ada di pikiranmu."

Endalast menarik napas dalam-dalam dan melanjutkan. "Saya menyadari bahwa hubungan antara Jatra dan saya mungkin terlihat rumit, tetapi saya ingin memastikan bahwa kami berdua dapat menjalani hidup yang bahagia tanpa mengorbankan tanggung jawab kami sebagai pemimpin. Saya mencintai Jatra, dan saya ingin mencari cara agar kami bisa bersama tanpa mengganggu stabilitas kedua kerajaan."

Para penasehat saling bertukar pandang, mempertimbangkan kata-kata Endalast. Raja Reon akhirnya angkat bicara. "Endalast, aku menghargai kejujuranmu dan niatmu untuk melindungi hubungan antara kerajaan kita. Aku juga ingin melihat Jatra bahagia. Jika ini adalah keinginan kalian berdua, kita akan mencari cara untuk mewujudkannya."

Sir Arlon, yang selalu setia kepada Endalast, menambahkan. "Kami semua di sini untuk mendukungmu, Endalast. Apa pun yang kau butuhkan, kami akan berusaha membantumu."

Dengan dukungan dari Raja Reon dan para penasehat, Endalast merasa lebih yakin dalam langkah-langkah berikutnya. Mereka mulai merencanakan berbagai langkah diplomatik dan strategi untuk menjaga stabilitas kedua kerajaan sambil juga memastikan kebahagiaan Endalast dan Jatra.

Waktu berlalu, dan hubungan antara Ganfera dan Verqeon semakin kuat. Endalast dan Jatra semakin dekat, dan mereka bekerja sama dalam berbagai proyek untuk kemajuan kedua kerajaan. Dukungan dari teman-teman dan penasehat mereka membuat segalanya terasa lebih mungkin.

Dalam salah satu malam yang tenang, di bawah langit yang penuh bintang, Endalast dan Jatra duduk bersama di taman istana. Mereka berbicara tentang masa depan dan harapan-harapan mereka.

Jatra merasa lebih tenang sekarang, mengetahui bahwa mereka memiliki dukungan penuh dari orang-orang terdekat mereka.

"Endalast," kata Jatra dengan lembut, "Aku merasa sangat beruntung memiliki kamu di sisiku. Terima kasih telah selalu mendukungku."

Endalast menggenggam tangan Jatra dengan lembut. "Jatra, aku juga merasa beruntung memiliki kamu. Bersama-sama, kita bisa menghadapi apa pun yang ada di depan."

Mereka berdua duduk dalam keheningan yang damai, menikmati kebersamaan dan kehangatan cinta mereka. Masa depan mungkin penuh tantangan, tetapi mereka tahu bahwa dengan cinta dan dukungan satu sama lain, mereka bisa melewati segalanya.

Di akhir malam itu, Endalast memandang Jatra dengan penuh cinta dan keyakinan. "Jatra, aku berjanji, aku akan selalu berada di sisimu, apa pun yang terjadi."

Jatra tersenyum, matanya berkilau dengan air mata kebahagiaan. "Dan aku juga, Endalast. Bersama, kita akan menghadapi dunia."

Malam itu, di bawah sinar bulan yang lembut, Endalast dan Jatra berjanji untuk selalu bersama, menghadapi segala tantangan dengan cinta dan keberanian. Masa depan mereka mungkin tidak selalu mudah, tetapi mereka tahu bahwa dengan cinta yang kuat, mereka bisa menghadapi apa pun.

Setelah kejadian di lahan luas, hubungan antara Endalast dan Jatra, yang kini dikenal sebagai Amala, semakin mendalam. Amala merasa bahwa nama lamanya, Jatra, tidak lagi cocok untuk menggambarkan dirinya yang sesungguhnya, terutama mengingat hubungan yang tumbuh dengan Endalast.

Suatu malam, Amala memutuskan untuk memberitahu Endalast tentang nama aslinya, sebuah nama yang hanya diketahui oleh ayahnya dan dirinya.

"Endalast," Amala memulai dengan suara lembut, "Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan. Nama asliku adalah Amala. Hanya ayahku yang tahu nama ini, dan sekarang kamu juga."

Endalast mengangguk mendengar itu, mencoba mencerna informasi baru ini. Nama Amala terasa lebih lembut dan sesuai dengan dirinya.

Namun, tak lama kemudian, Endalast tiba-tiba mengalihkan pandangannya, merasa bersalah atas apa yang dia lakukan sebelumnya. Dia tidak ingin menatap Amala sekarang, merasa beban penyesalan dan sakit di hatinya.

Melihat Endalast yang tiba-tiba murung, Amala merasa cemas. Dia segera menangkup wajah Endalast dengan lembut, memaksa Endalast untuk menatapnya. "Endalast, lihat aku. Jangan merasa bersalah. Aku yang memulai pertengkaran itu, aku yang menyerangmu. Kamu tidak bersalah."

Endalast menelan ludah, matanya mulai berair. "Tapi aku membuatmu menangis, Amala. Aku tidak pernah ingin melihatmu menangis, apalagi karena aku."

Amala menghapus air mata yang mulai mengalir di pipi Endalast dengan lembut. "Endalast, tidak ada yang sempurna. Kita semua membuat kesalahan. Yang penting adalah kita ada di sini sekarang, bersama. Aku tidak akan membiarkan kita terpisah hanya karena kesalahpahaman."

Mendengar kata-kata Amala, hati Endalast sedikit tenang. Dia memegang tangan Amala yang masih menangkup wajahnya, merasakan kehangatan dan ketulusan dari sentuhan itu. "Terima kasih, Amala. Aku berjanji akan selalu melindungi dan membuatmu bahagia."

Amala tersenyum, menundukkan kepalanya sedikit, merasakan kebahagiaan yang tulus dari kata-kata Endalast. Mereka duduk dalam keheningan sejenak, menikmati momen kebersamaan yang tenang dan penuh kasih.

Hari-hari berikutnya, hubungan Endalast dan Amala semakin erat. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, berbicara tentang impian mereka dan merencanakan masa depan.

Endalast bertekad untuk menjaga hubungan ini dengan sepenuh hati, sementara Amala merasa lebih bebas dan bahagia dengan identitas barunya yang diterima sepenuhnya oleh Endalast.

Pagi itu, suasana di istana Ganfera dipenuhi dengan kegiatan persiapan keberangkatan para tamu bangsawan yang telah berkunjung selama beberapa hari terakhir. Endalast berdiri di halaman istana, mengamati keramaian dengan perasaan campur aduk.

Di satu sisi, dia merasa lega karena berhasil menjalin hubungan yang lebih dalam dengan Amala. Di sisi lain, dia merasa cemas memikirkan langkah selanjutnya yang harus diambil.

Jatra, yang akan segera kembali ke kerajaannya bersama Raja Reon, menghampiri Endalast. Mereka berdiri berdekatan, berbicara dengan suara pelan agar tidak menarik perhatian.

"Kita sudah membicarakan banyak hal tadi malam," kata Jatra dengan lembut. "Aku percaya kita bisa melalui ini bersama. Asalkan kita memiliki dukungan dari orang-orang di sekitar kita, semuanya akan baik-baik saja."

Endalast mengangguk, menatap Amala dengan penuh kasih. "Aku juga percaya begitu. Aku akan mulai berbicara dengan teman-temanku dan mencoba mendapatkan dukungan mereka. Aku sangat mencintaimu, Amala, dan aku akan melakukan apa pun untuk memastikan kita bisa bersama."

Mereka berpelukan erat, merasakan kenyamanan dan kekuatan dari kebersamaan mereka. Tak lama kemudian, Raja Reon menghampiri mereka, siap untuk berangkat. "Jatra, sudah waktunya kita pergi," kata Raja Reon dengan suara tegas namun lembut.

Amala melepaskan pelukan mereka, menatap Endalast untuk terakhir kalinya sebelum pergi. "Sampai jumpa, Endalast. Jaga dirimu baik-baik."

"Sampai jumpa, Jatra," balas Endalast. "Aku akan segera mengunjungi kerajaanmu lagi."

Setelah Amala dan Raja Reon berangkat, Endalast kembali ke istana dengan hati yang berat. Dia tahu bahwa langkah selanjutnya adalah berbicara dengan keempat temannya: Sir Arlon, Sir Cedric, Sir Alven, dan Jenderal Eron.

Di ruangan pertemuan yang nyaman, keempat temannya sudah menunggu. Mereka terlihat serius, mengetahui bahwa ada sesuatu yang penting yang ingin disampaikan oleh Endalast.

Endalast menghela napas dalam-dalam sebelum mulai berbicara. "Teman-teman, aku ingin berbicara tentang sesuatu yang sangat penting. Ini mengenai Jatra."

Keempat temannya saling bertukar pandang, menunggu dengan penuh perhatian. "Apa yang ingin kamu sampaikan, Endalast?" tanya Sir Arlon dengan nada penasaran.

Endalast menatap mereka satu per satu, mencoba mengumpulkan keberanian. "Kalian juga sudah mengetahui bahwa dia seorang wanita yang terpaksa menyamar sebagai pria untuk melindungi dirinya dan posisinya. Dan aku... aku menyadari bahwa aku memang mencintainya."

Reaksi dari keempat temannya beragam. Ada keterkejutan, kelegaan, dan kebingungan yang tampak di wajah mereka. Sir Cedric adalah yang pertama berbicara. "Ya aku harus jujur bahwa hari dimana kami mengetahui Jatra adalah seorang wanita adalah hari yang melegakan. Kami sempat khawatir bahwa kamu mungkin memiliki perasaan terhadap seorang pria."

Sir Alven mengangguk setuju. "Jika Jatra adalah seorang wanita, maka situasi ini jauh lebih mudah untuk dipahami. Meskipun tetap ada tantangan, setidaknya kami tahu bahwa kamu tidak melakukan sesuatu yang akan dianggap tidak pantas."

Jenderal Eron menambahkan, "Yang terpenting adalah kebahagiaanmu, Endalast. Kami akan mendukungmu apa pun yang terjadi. Jika kamu mencintai Jatra, maka kita akan mencari cara untuk membuat hubungan ini berhasil."

Sir Arlon, yang biasanya paling tenang, akhirnya berbicara dengan nada penuh perhatian. "Kita harus berhati-hati dengan bagaimana kita menangani ini. Ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan, termasuk reaksi dari rakyat dan bangsawan lainnya. Tapi seperti yang dikatakan oleh yang lain, kami akan mendukungmu."

Endalast merasa sedikit lega mendengar dukungan dari teman-temannya. "Terima kasih, teman-teman. Aku tahu ini tidak akan mudah, tapi dengan dukungan kalian, aku merasa lebih yakin bahwa kita bisa mengatasi apa pun yang datang."

Selama beberapa minggu berikutnya, Endalast dan Amala terus berkomunikasi melalui surat. Mereka membahas berbagai rencana dan kemungkinan untuk masa depan mereka. Endalast juga mulai berbicara dengan penasehat dan bangsawan lainnya, perlahan-lahan mengungkapkan hubungan mereka dan mendapatkan dukungan.

Suatu hari, Endalast menerima surat dari Amala yang mengundangnya untuk menghadiri sebuah acara di kerajaannya. Acara ini penting karena akan menjadi kesempatan bagi mereka untuk menunjukkan kepada publik bahwa mereka serius tentang hubungan mereka.

Endalast setuju dan segera mempersiapkan keberangkatannya. Dia mengajak keempat temannya untuk ikut serta, karena mereka telah menjadi pendukung terkuatnya selama ini. Mereka semua merasa bersemangat, meskipun ada sedikit kegugupan tentang bagaimana reaksi publik nantinya.

Setibanya di kerajaan Amala, Endalast disambut dengan hangat oleh Raja Reon dan Amala sendiri. Acara berlangsung meriah, dan banyak tamu penting dari berbagai kerajaan yang hadir. 

1
Carletta
keren
RenJana
lagi lagi
Lyon
next episode
Candramawa
up
NymEnjurA
lagi lagi
Ewanasa
up up
Alde.naro
next update
Sta v ros
keren bener
! Nykemoe
cakep up up
Kaelanero
bagus banget
AnGeorge
cakep
Nykelius
bagus top
Milesandre``
lagi thor
Thea Swesia
up kakak
Zho Wenxio
kece up
Shane Argantara
bagus
☕️ . . Maureen
bagus banget ceritanya
Kiara Serena
bagus pol
Veverly
cakep
Nezzy Meisya
waw keren
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!