Diceraikan di depan selingkuhan suami dengan alasan dia tak cantik lagi,itu rasanya hancur. Tapi, tidak membuat Niken menyerah begitu saja.
Dia bertahan di dalam rumah tangga itu, bukan karena dia masih mencintai suaminya. Melainkan karena tidak sudi hartanya di nikmati madunya.
Bagaimana kisahnya? yuk cus baca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Budy alifah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Pov Niken
"Ibu tidak apa-apa?" tanya Maya.
Aku tak kunjung menjawab pertanyaan karyawan Mas Naufal. Mataku sedang asyik menganalisa orang yang mirip denganku ini.
"Bu, apa ada masalah?" tanyanya lagi yang menyadarkanku.
"Oh, tidak apa-apa," jawabku simpel. Aku bingung mau mulai bicara dari mana dengannya.
"Bu, boleh aku tanya sesuatu?" ujarnya.
"Katakan," ucapku sedikit penasaran.
"Bolehkah aku tahu apa saja kebiasana, kesukaan dan yang tidak disukai oleh Pras?" tanyanya pelan.
"Aku akan memberi tahumu nanti. Berikan kontakmu," aku menyodorkan ponselku agar ia membagi nomor whatsappnya.
Ia mengangguk, lalu mengetik nomornya dengan cepat.
"Ibu akan segera menerim hasilnya," ucapnya sembari mengembalikan ponselku.
"Memangnya semudah itu?" ujarku tak percaya. Lelaki yang pernah kucintai itu mudah sekali untuk digoda.
"Tidak semudah yang ibu pikirkan sih, hanya saja tidak sesulit yang ibu bayangkan juga," jawabnya dengan senyum simpul.
Maya tersenyum melihat wajahku yang kebingungan mengartikan ucapannya.
“Ibu lihat saja, nanti pasti akan mengerti,” ucapnya sembari berjalan mendekati Pras yang sedang berbincang dengan Hani.
“Wow, sangat berani,” ujarku dengan perlahan mendekati mereka untuk mendengarkan obrolan mereka.
“Selamat pagi, Pak, Buk,” sapa Maya dengan senyum manisnya.
“Selamat pagi, Maya,” sapa Pras serta senyuman kecut dari Hani.
“Putri bapak beneran cantik dan imut, pasti cocok dengan baju yang bapak belikan kemarin,” katanya dengan mengelus pipi Aina.
“Tunggu, baju mana ini?” Hani melepaskan gandengan tangannya. Aku melihat wajah yang sok cantik itu berubah muram.
“Baju …,” Pras mengkat tanganya meminta Maya untuk berhenti menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Maya.
“Mas, kamu pergi dengan dia? Kamu membelikan semua baju kemarin itu pilihan wanitan ini?” Hani menunjuk-nunjuk Maya. Ia tampak tak senang ada perempuan lain di samping suaminya.
“Kamu bisa tidak jangan marah-marah di sini. Malu-maluin, Maya itu asisten aku,” ketus Pras dengan melihat ke kanan kiri takut menjadi perhatian kerabat kantornya.
“Maaf Buk, saya tak bermaksud lain. Saya hanya membantu memilihkan hadiah untuk anda. Maaf jika tidak berkenan, saya permisi dulu,” katanya sambil meninggalkan Pras dan Hani.
“Kau lihat apa yang kau lakukan? Kalau sampai masalah ini sampai atasan kantor, kau mau tanggung jawab?” Pras memberikan putrinya ke sang istri lantas mengejar Maya yang sudah menjauh.
Melihat pemandangan ini aku sangat takjub, Maya sangat pintar mengambil moment. Bahkan untuk mendapat simpati dari Mas Pras sangat mudah.
Dan kini saatnya peranku masuk, “Hani, Hani, kau pikir Mas Pras itu suami idaman yang setia?” ejekku yang semakin menambah kemarahan Hani.
“Yang aku tahu, gadis itu sekretarisnya Mas Pras, cantik setiap hari pula ketemunya. Bahkan banyakan waktu bersama dia daripada dirimu. Kamu pikir Mas Pras bakalan masih setia?” bisikku memanas-manasi Hani.
“Diam kamu Mbak! Lebih baik kamu pergi saja. Daripada nanti malu di sini,” ucapnya lantas pergi.
“Masih berani mengancamku, kita lihat saja nanti.”
Acara sudah di mulai, aku berdiri di bawah melihat suamiku berpidato di depan para karyawannya. Aku berpikir jika aku tahu dia masih melajang demi aku, aku pasti menahannya untuk tidak jatuh cinta kepada Mas Pras.
“Kepada seluruh karyawan dan staf saya ucapkan terima kasih sudah bekerja keras sehingga perusahaan berkembang pesat. Mari kita gunakan satu hari ini untuk bersenang-senang. Silahkan lanjutkan acaranya," ucap Naufal sebagai penutupan pidatonya.
Di dalam kerumunan orang-orang samar-samar aku mendengar kehebohan Hani saat tahu Naufal adalah pemilik perusahaan. Sayang sekali aku tak melihat wajahnya, jadi aku tak lihat ekspresi shocknya.
“Sayang, kamu mau pulang atau ke mana?” tanya Naufal yang sudah berada di sampingku.
“Aku mau lihat keseruan acara ini, itu anakmu juga senang sekali bermain.” Aku menunjuk Sanjaya yang berbaur dengan anak-anak karyawan lain.
“Baiklah, kalau begitu aku ke sana dulu ya.”
Aku menjawab dengan anggukan kepala. Acara ini mendadak membuatku teringat dengan kerepotan saat masih bersama dengan Mas Pras. Menyiapkan makanan, membawa semua keperluan Sanjaya.
Sangat sibuk waktu itu, tapi sangat menyenangkan. Hiburan yang tak mengeluarkan uang, bisa makan enak.
Aku pernah ikut kehebohan di sini memeriahkan tempat ini bergaung dengan para istri karyawan perusahaan ini. Kini, aku berada di tempat yang sama dengan keadaan yang berbeda.
Mereka tampak segan bermain denganku dengan statusku sekarang, istri pemilik perusahaan.
“Niken,” panggil Mas Pras.
“Ya,” jawabku sembari berdiri dan membiarkan Sanjaya kembali bermain.
“Dulu kita seru-seruan di sini ya,” katanya mengajak nostalgia bareng sepertinya. “Kita sering memenangkan banyak lomba, bukan,” imbuhnya lagi.
“Benarkah? Aku sudah lupa,” ucapku berbohong dengan tujuan melukai hatinya. Dia pasti akan sakit hati setelah aku melupakan semua kenangan yang ada.
“Semudah itu kamu melupakan?” ucapnya. Tebakanku benar, dia langsung kecewa dengan jawabanku.
“Ini hanya kenangan kecil, bahkan aku sudah lupa kita pernah menikah. Jadi, tak perlu kamu mengingat-ingatnya,” ucapku lebih kejam.
“Lupa?” kekecewaannya sudah tak terbendung. Ia sampai terperangah saat mendengarkan ucapanku.
Aku menganggukan kepala, “Kamu mau tahu kenangan apa yang selalu aku ingat?”
“Apa?” ucapnya penasaran.
Aku yakin dia pikir ini adalah moment paling bersejarah disaat kami berdua.
"Kenangan di mana kamu membawa Hani ke rumah, kamu menceraikanku, tidak memberiku nafkah, dan puncaknya kau mengusir aku dan anakmu itu malam hari. Disaat hujat lebar,” kataku dengan sedikit emosi.
“Niken, aku sudah meminta maaf denganmu. Kenapa kamu masih saja mengungkit masalah ini?” ucapnya dengan wajah kecut.
“Kamu pikir dengan kata maaf bisa membayar rasa sakit hatiku dengan Sanjaya. Tidak, sudahlah aku tidak mau bicara lagi denganmu.”Aku meninggalkan Pras setelah puas membuat moodnya hancur.
Seumur hidup, aku tak akan membiarkan mereka hidup tenang. Mereka harus merasakan kesakitanku.
“Bu, keren,” ujar Maya dengan mengangkat kedua jempolnya. “Sangat membantu pekerjaan saya,” imbuhnya lagi.
“Terima kasih Maya, balas dendamku akan berjalan mulus dengan bantuan kamu,” kataku. Tak dipungkiri, semua berjalan seperti yang kuinginkan.
Maya tersenyum merekah, “Ini baru awalan, Bu, saya akan buat lebih ciamik lagi untuk ditonton.”
padahal ck paribasa indung mah lautan hampura
mama.niken pun bersalah di sini, kenapa xtampar mama niken jugak