Ima seorang gadis desa yang datang dari kampung ingin mengubah kehidupan keluarganya. Ia bekerja di sebuah mini market sebagi seorang kasir. Disanalah berkenalan dengan seorang pria yang membuatnya jatuh cinta.
Gayung bersambut cinta Ima berbalas. Laki - laki itu ternyata juga menyukai Ima. Hubungan mereka makin hari makin dekat,hingga laki - laki itu melamar Ami menjadi pendamping hidupnya.
Awal menikah hidup Ima berubah,rasanya begitu bahagia karna mendapatkan suami yang begitu perhatian. Tapi bencana itu datang saat ia sudah mempunyai seorang anak,sikap suaminya mulai dingin. Ada apa gerangan yang terjadi? apalagi Ima pernah memergoki suaminya menelpon seorang perempuan dengan kata - kata yang tidak sepantasnya . Apakah suaminya sudah bermain api di belakangnya? Bagaimana kelanjutan rumah tangga Ima dengan suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ima Susanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Ima merasakan sakit pada perutnya. Ada cairan seperti kencing merembes di sela kedua pahanya. Ima berusah meraih ponselnya yang diletakkan di nakas samping tempat tidur.
Dengan tangan gemetar ia mencoba mencari kontak suaminya. Dering pertama tidak diangkat,tapi Ima tidak menyerah sekali lagi mencoba menelpon suaminya. Pada dering terakhir akhirnya sambungan terhubung.
"Ada apa telpon siang - Siang. Ga tau apa kalau aku lagi sibuk." terdengar suara menggerutu di sebrang sana.
"Mas perutku sakit sepertinya aku mau lahiran." ujar Ima dengan suara terbata - bata menahan sakit.
"Ya kerumah sakitlah."
"Mas bisa pulang ga? Tolongin aku mas." mohon Ima berharap suaminya cepat pulang dan membawanya kerumah sakit.
"Aku itu lagi sibuk,banyak pekerjaan yang ga bisa ditinggalkan. Kamu suruh saja si bibik anter, nanti aku nyusul." Bimo langsung mematikan sambungan telponnya membuat Ima menjatuhkan air mata.
Ima berusah kuta,dengan tertatih - tatih ia keluar dari kamar dengan membawa tas kecil yang sudah ia siapkan untuk lahiran dan tak lupa tas slempang yang biasa ia pakai.
"Non." teriak bibik saat melihat Ima membawa tas dengan kondisi celana yang sudah basah.
"Bik tolong antar saya ke rumah sakit,sepertinya saya mau lahiran." pinta Ima dengan suara lemas.
"Baik,non." Bibik memapah Ima samapi depan dan mendudukan di kursi teras. Bibik mengunci semua pintu dan langsung membawa Ima kerumah sakit dengan taxi online yang sudah dipesan Ima melalui aplikasi.
"Non yang kuat ya,sebentar lagi kita sampai. " bibik mencoba menangkan Ima,ia merasa kasihan di saat seperti ini harusnya suaminya yang menemani.
"Sakit,ibu." ujar Ima lemah,keringat membasahi seluruh tubuhnya. Bibik menyeka keringat di wajah Ima dengan tisu yang di berikan pak sopir.
"Tahan ya non,sebentar lagi kita sampai. Non harus kuat." Bibik mencoba menyemangati majikannya.
Lima belas menit kemudian taxi memasuki rumah sakit. Tanpa di minta sang sopir langsung mengantar mereka ke UGD dan membantu memanggil suster untuk membantu Ima yang mau melahirkan.
"Makasih, pak." ucap bibik.
"Sama - sama,bu. Kalau begitu saya permisi, moga ibunya dan bayinya selamat. " Bapak itu lantas pamit dan meninggalkan bibik.
Bibik terlihat mondar mandir didepan ruang bersalin. Ia sangat cemas takut terjadi sesuatu yang buruk pada majikannya. Ima itu sudah seperti anak bagi dirinya. Ima begitu baik dan tidak pernah memandang dirinya rendah.
Ponsel Ima berbunyi membuat si bibik kaget. Tertera di layar nama mama. Dengan ragu - ragu bibik memencet tombol hijau.
"Assalamualaikum, nak. Kamu di mana? Kata Bimo kamu mau lahiran." cerocos mama mertua Ima.
"Maaf bu ini saya si bibik, non Ima lagi didalam." jawab Bibik.
"Bimo ada disana ibu?" tanya mama mertua Ima.
"Ga ada bu." jawab bibik jujur.
"Kalian di rumah sakit mana?" tanya mama mertua Ima kembali.
"Di rumah sakit tempat biasa non Ima kontrol ,bu."
" Ya udah saya langsung kesan." sambungan telpon pun langsung terputus. Bibik kembali memasukkan ponsel Ima kedalam tasnya Ima yang sedang ia pegang.
Tidak lama dari kejauhan nampak papa dan mama Bimo berjalan tergopoh - gopoh kearah si bibik.
"Gimana ibu,Ima sudah lahiran belum?" tanya mama Bimo sesaat sampai di depan bibik.
"Belum,bu." jawab bibik.
"Bimo kemana sih? istri lahiran bukanya memang." gerutu mama kesal.
Sudah beberapa kali di telpon oleh mama dan papanya tapi tak kunjung diangkat ponselnya. Kemarahan mereka seketika hilang saat terdengar suara tangisan bayi dari dalam ruang bersalin. Keduanya tersenyum begitu juga dengan bibik. Mereka semua mengucapkan syukur.
"Pa kita sekarang sudah jadi kakek nenek." ujar mama Bimo bahagia. Ia memeluk suaminya dan terlihat sudut matanya menganak karna saking bahagianya mempunyai cucu.