Karena Taruhan, Hidupku Jadi Rusak!

Cup..

Abnan seperti membeku saat tiba-tiba saja Akira menciumnya dengan penuh kelembutan tepat di pipi pria itu.

Akira belum sadar dengan apa yang dia lakukan. Wanita itu berpikir dia hanya sedang berkhayal. Bahkan bibirnya saja masih menempel di pipi Abnan.

Pria itu menoleh ke arah Akira hingga membuat Akira tersadar dengan perlakuannya.

Tunggu...! Apa aku benar-benar melakukannya? Oh, Jangan sampai aku benar-benar sudah menciumnya! Kau mempermalukan dirimu sendiri Akira! Wanita itu merutuki dirinya sendiri saat menyadari dia benar-benar mencium Abnan.

Segera ia menutup bibir dengan kedua tangan juga berdiri tegak seperti kaki wanita itu baik-baik saja tak terlihat sakit sedikitpun.

Wajahnya jangan di tanya lagi, dia sudah seperti kepiting rebus yang malu bukan kepalang.

Abnan menyadari kalau tadi Akira sedang berbohong.

"Kaki mu terlihat baik-baik saja. Dan kau tidak sakit sedikitpun." Abnan terlihat dingin dan datar ingin melangkah keluar dari kamar setelah mengetahui kalau Akira hanya berbohong.

Segera wanita itu menahan dengan Abnan. "Aku memang hanya berbohong... Aku....." Menggantung ucapan menunduk tak ingin bertatap mata dengan suaminya yang menatapnya.

Menarik nafas dalam, "Aku hanya ingin minta maaf soal semalam, aku tidak sengaja ataupun berniat ingin melukaimu sampai berdarah seperti itu. Maafkan aku." Ucap Akira akhirnya dia mampu mengutarakan kata maaf yang begitu berat keluar dari bibirnya.

Pria itu masih diam menatap tanpa menjawab kata maaf dari Akira.

Kembali wanita itu menarik nafas saat melihat suaminya hanya diam datar.

"Aku tidak suka dengan pekerjaan yang kau berikan padaku. Aku tidak suka bekerja di bawah Yumi. Jadi aku memutuskan untuk resign saja dari pekerjaanku.."

"Mungkin niat mu menikahiku hanya untuk balas dendam. Tapi dampak dari itu semua, putri kita juga terkena imbasnya. Aku memilih mengundurkan diri saja dari pekerjaanku di kantor mu, karena aku merasa tidak cocok dengan pekerjaanku yang sekarang." Akira mengutarakan isi hatinya yang dia pendam selama bekerja di bawah Yumi.

"Baiklah, kau ingin pekerjaan yang seperti apa?" Tanya pria itu bernada rendah.

"Tidak ada. Aku hanya ingin beristirahat saja sebentar dari pekerjaan, soalnya aku lelah." Jawab Akira tersenyum lebar memperlihatkan gigi ratanya.

Senyuman wanita itu membuat Abnan senang melihat istrinya. Tapi pria itu tidak memperlihatkan rasanya pada Akira.

Abnan merogoh saku mengeluarkan dompet kemudian mengambil salah satu kartu miliknya untuk dia berikan pada Akira.

"Pakai ini untuk kebutuhan mu." Ujar pria itu menggantung tangan sembari menjepit kartu itu di ujung jari.

Menggeleng, "Kak Abnan sudah memberikan pada ku satu ATM. Ini aja sudah cukup," Akira menolak tanpa sadar bibirnya menyebut pria itu dengan sebutan 'Kak Abnan'

Dua kalimat yang tidak pernah dia keluarkan lagi dari bibirnya semenjak pertama kali pertemuan mereka selama 10 tahun.

Entah angin apa pagi ini wanita itu tiba-tiba berubah memanggil suaminya dengan panggilannya 10 tahun yang lalu semasa mereka masih duduk di bangku pendidikan.

"Kartu ini lebih banyak uangnya dari pada uang yang ada dalam ATM mu itu." Kata Abnan berusaha menyembunyikan senyum mendengar panggilan Akira untuknya.

Panggilan yang sudah lama ingin dia dengar dari wanita si penghuni hati.

"Benar kah? Emang seberapa banyak uang yang ada dalam kartu ini?" Tanya Akira mengambil kartu dari tangan Abnan.

Abnan tersenyum tipis tanpa disadari oleh Akira, "Apa kau begitu mencintai uang?" Tanya Abnan.

"Tentu, tanpa uangkan kita tidak bisa makan." Jawabnya santai menaik turunkan alis.

"Ayo kita sarapan." Ajak pria itu menarik tangan Akira.

Akira dengan patuh mengikuti langkah suaminya.

Lagi dan lagi seperti biasa Akira kembali bertemu dengan Anim yang juga ingin turun ke bawah untuk sarapan seperti biasa.

Kedua bola mata wanita itu melebar kala melihat kakaknya yang terluka di pipi.

"Hey! Apa yang sudah kau lakukan pada wajah kakak ku! Apa kau berniat ingin membunuh Kak Abnan!" Anim langsung saja mengeluarkan kata-kata seperti yang sudah Akira duga.

Benar dugaanku, dia pasti akan berkata demikian.

"Anim, apa kau bisa tidak teriak-teriak?" Abnan menegur sikap adiknya.

"Bagaimana aku tidak berteriak-teriak coba! Pasti wanita murahan ini kan yang sudah melukai kakak seperti itu! Dia ini memang wanita yang tidak tahu di untung! Sudah enak-enak bisa menikah dan numpang di keluarga kaya raya! Tapi dia malah tidak tahu rasa bersyukur malah melukai Kak Abnan seperti itu!" Anim bukannya mendengar tapi dia malah semakin berteriak.

"Anim! Kalau kau tidak mau sarapan, kau kembali saja ke kamarmu!" Selama ini Papa Arga selalu diam melihat tingkah putrinya yang suka mengeluarkan kata-kata tanpa memikirkan perasaan orang lain.

Mungkin karena sudah jenuh dengan sikap putrinya, akhirnya dia sendiri juga mulai menegur sikap Anim yang menurutnya terlalu berlebihan.

Wanita itu berkaca-kaca menatap sang Papa, "Papa juga sudah mulai tidak menyayangiku! Dan lebih memilih menantu baru papa yang tidak tahu berterima kasih itu!" Ujarnya menunjuk ke arah Akira mulai menangis.

Jisya yang melihat keadaan semakin keruh. Ia segera menghentikannya.

"Anim, ayo ikut Mama ke kamar." Jisya menarik lengan putrinya tanpa menunggu persetujuan dari wanita angkuh itu.

Yang lain kembali melanjutkan niat mereka untuk sarapan bersama.

Tiba di meja makan Akira melihat putrinya yang duduk sendiri menunggu kedatangan yang lain.

"Zeera? Kamu dari tadi sendiri di sini, nak?" Tanya Akira tak di gubris oleh putrinya.

Wanita itu tersenyum kecut ketika melihat putrinya yang tidak meresponnya sama sekali.

"Zeera, kalau Bunda bertanya, kita harus menjawabnya, tidak bisa diam saja ya. Karena sikap seperti itu, tidak sopan sama Bunda." Kata Arga mengajari cucunya sembari mengusap lembut pucuk kepala Zeera.

Zeera mengangguk melihat ke arah Bundanya yang masih memakai daster.

"Maaf, Bunda." Katanya menunduk seperti mengelak dari Akira.

Akira menarik nafas berat menyadari perubahan sikap putrinya pasti gara-gara dia yang tak punya waktu lagi bersama dengan gadis kecil itu.

"Sini Om suapin sarapannya." Kata Abnan menengahi.

Gadis kecil itu langsung tersenyum mengangguk senang.

Sepertinya Zeera benar-benar marah padaku. Batin Akira.

***

Zeera melangkah lemah keluar dari kelas. Terlihat gadis berusia 10 tahun itu langsung tak bersemangat tanpa adanya Bunda tercinta di sini.

Bunda benar-benar nggak sayang lagi sama aku....

"Zeera!" panggil suara yang sangat gadis kecil itu harapkan.

Bunda?

Segera mengangkat pandangan melihat Bundanya yang tersenyum ke arahnya.

"Tadaaaaaa.... Bunda datang!" teriak Akira dengan bibir melengkung sempurna.

"Bunda!" segera berlari ke arah Akira dan memeluk Bundanya.