NovelToon NovelToon
MAN FROM THE ABYSS

MAN FROM THE ABYSS

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Isekai
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Nur

Seorang pembunuh yang dapat menerima konsekuensinya atas seluruh tindakannya adalah suatu keberadaan yang paling berbahaya.

Di antara seluruh sejarah umat manusia di muka bumi terdapat beberapa orang yang mendominasi kejahatan dalam setiap era sejarah, dengan tujuan menyebarkan ideologi gila mereka untuk melahirkan generasi kejam yang tak mengenal rasa takut.

Di tahun 2017 sedikit banyaknya dari mereka yang telah menanamkan jiwa seorang pembunuh berakhir di era teknologi sehingga angka kejahatan semakin menurun. Namun hal itu tidak mengungkit fakta bahwa masih ada satu orang yang bekerja secara indepent di balik bayang-bayang hanya untuk sekedar menjadikannya kesenangan dengan meninggalkan kasus paling banyak dalam sejarah umat manusia.

Kisah ini menceritakan seorang pembunuh profesional yang terjebak dalam permainan Dewa setelah kematiannya telah di tetapkan, jauh dari surga maupun neraka di dalam dunia tersebut hanya ada keajaiban sihir dan segala kemungkinannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Eps 26:Tumbuhnya Rasa Takut

Sebuah lingkaran sihir tercipta di bawah tubuh Dewi Gabriel yang sedang terbaring kaku di hadapan Izaya.

Sesaat setelahnya muncul sejumlah rantai besi yang secara agresif mengikat lalu melilit seluruh area tubuh Dewi Gabriel, mulai dari kedua tangan hingga ujung kaki.

"Rantai?"

Tindakan tanpa sebuah alasan tersebut menjadikan tanda tanya yang membingungkan Dewi Gabriel, serta menghadirkan perasaan ragu ketika ia menyadari energi sihirnya tidak dapat di alirkan.

Beberapa percobaan telah di buat Dewi Gabriel, selain mencoba melepaskan ikatan dengan cara memberontak ia juga melakukan metode lain seperti melancarkan sihir yang pada akhirnya ternetralisasikan.

"Apa yang coba ingin kau lakukan terhadapku? Jika kau memang berniat membunuhku maka lakukanlah."

Sebelumnya Dewi Gabriel mengira bahwa Izaya akan langsung bertindak membunuh dengan posisi Dewi Gabriel saat ini, namun tampaknya setelah kemunculan rantai yang meliliti tubuhnya hal itu membuahkan pendapat lain.

"Santai saja aku hanya ingin membuatmu tidak berdaya dengan posisimu sekarang. Selain itu aku tidak akan melakukan hal-hal yang merendahkanmu lebih dari ini. Yah walau kau memang terlihat menggoda untuk saat ini. Namun sayangnya keinginan tersebut terhalang oleh janji."

Memandangi Dewi Gabriel bersama rantai yang mengikatnya menjadikan pemandangan yang mencuci mata bagi Izaya.

"Janji?"

Cenderung aneh bila Dewi Gabriel mendengar Izaya telah menjalin sebuah janji yang berhubungan dengan dirinya, padahal selama pertarungan mereka tidak pernah membuat janji yang berkaitan dengan keadaan sekarang.

"Ya, anakmu mengusulkan agar aku tidak menyentuhmu lebih dari nyawanya sendiri, aku tidak sesampah yang kau kira dan lain cerita jika itu di luar kendaliku."

"Begitu ya. Sungguh tidak masuk akal bila kau hanya mengikatku tanpa alasan di dalamnya."

Merasa di bingungkan, Dewi Gabriel memberikan tatapan kebencian terhadap Izaya yang masih menyimpan maksud dari setiap tindakannya.

"Kau benar."

Menyaksikan Dewi Gabriel yang tidak dapat melakukan apa-apa menghadirkan banyak waktu bagi mereka berdua. Sehingga perlu adanya perubahan baru untuk memperbaiki suasana yang telah berlalu, hal itu di terapkan Izaya dimana ia menjongkokan diri agar lebih dekat dengan Dewi Gabriel.

"Jangan sesekali mencoba memberontak, dalam kamusku tidak ada seorang pun yang selamat jika tengah dalam genggamanku. Rantai itu kuciptakan hanya untuk dirimu lebih tepatnya kau lah yang pertama kali merasakannya. Apapun yang kau lakukan hanya akan berakhir membuang waktu, karena rantai tersebut membawamu ke ruang yang berbeda."

Tidak ada yang perlu di khawatirkan Izaya tentang Dewi Gabriel ketika seluruh kondisi telah berpihak kepadanya.

"Siapa kau sebenarnya."

Perasaan ragu mulai tampak di wajah Dewi Gabriel.

"Aku tidak akan mengulangi kata-kataku. Aku hanya ingin membuatmu mengerti, bahwa ini bukanlah akhir yang sesungguhnya bagimu."

Izaya menyembunyikan maksudnya dengan memperlihatkan senyuman jahat kepada Dewi Gabriel.

"A-Apa maksudmu."

Perkataan Dewi Gabriel yang terpatah-patah adalah bentuk keraguan saat merasakan adanya firasat buruk yang tersirat di ucapan Izaya.

"Apakah kau mengira sesungguhnya aku dapat melenyapkanmu berserta keabadian yang kau miliki?"

Pertanyaan tersebut di peruntunkan untuk Dewi Gabriel yang semakin kesal dengan keadaannya sendiri, karena ia merasa setiap perkataan Izaya seolah mencoba menjatuhkan martabatnya secara perlahan.

"Ya, firasatku mengatakan kau mampu melakukannya."

Dewi Gabriel mengatakannya dengan keberanian dan rasa percaya diri walau keringat di wajah tidak dapat membohonginya.

"Atas dasar apa? Dan apakah kau bangga dengan hal itu? Maksudku, kau seolah menginginkan hal itu terjadi dengan cepat."

"Huh?"

Semakin banyak Dewi Gabriel menanggapi pertanyaan Izaya, semakin ia di hadirkan rasa takut dari setiap perkataan yang di lontarkannya.

"Sebelumnya kau menjelaskan bahwa jika kau mati raga serta jiwamu akan selalu ada sebagai Item Drop bukan. Maka dari itu, dari pada membunuhmu lebih baik kumanfaatkan dirimu sebagai keuntungan yang kudapatkan darimu. Singkatnya kupertahankan posisimu seperti ini sebagai rasa syukur karena kau akan selamanya menjadi miliku di bawah kekuasaanku."

Izaya berada di puncak skenarionya dimana sang pemenang memberikan senyuman bahagia kepada sang penantang.

Hanya bermodalkan kalimat terakhir Izaya mendapatkan pemandangan yang menarik, yaitu melihat reaksi Dewi Gabriel yang sangat terkejut dengan mulut terbuka.

"Tidak mungkin ... Kumohon ... Bunuh sajalah aku!. Dari pada aku harus menjadi alat di tangan orang yang paling kubenci lebih baik aku mati!."

Pada akhirnya rasa takut menekan Dewi Gabriel, ia menyerah untuk mempertahankan prinsipnya yang tidak mengenal rasa takut dan menginginkan kematian di tangan Izaya.

"Tolong jangan bersedih. Aku berjanji tidak akan menidurimu, lagi pun ini hanya masih permulaan untuk membuatmu merasa lebih nyaman di genggamanku."

Menyaksikan Dewi Gabriel yang sedang runtuh secara psikologis menyalurkan perasaan bergairah dalam hasrat Izaya.

"Ti-Tidak. Aku ... Ingin mati saja. Kumohon lalukanlah ... "

Begitu kesal bercampur keputusasaan semua itu membebani Dewi Gabriel yang sangat tidak menginginkan Izaya menyentuh harga dirinya lebih dari sekarang, karena keberadaannya telah merengut semua yang di bangun oleh Dewi Gabriel hingga tidak menyisakan sedikit pun tujuan dan harapan untuknya, alhasil dari kebencian tersebut sulit untuk ia terima.

"Yah aku sudah memperkirakan hal ini akan terjadi terhadap orang yang menjunjung tinggi harga diri mereka, dan sangat di sayangkan bila kematian itu terjadi, juga ada beberapa hal yang ingin kutanyakan, ini berkaitan dengan pertanyaan awal saat kita memulai pertarungan. Tolong jawab mengerti?"

Beberapa tindakan Izaya lakukan dan salah satunya adalah dengan mengulurkan tangan kirinya ke arah wajah Dewi Gabriel lalu menyentuhnya, bertujuan untuk memberikan sedikit sentuhan belas kasihan di saat kesedihan mulai terlihat di matanya.

"Bajingan ... Sampai kapan pun aku tidak akan terima di peralat oleh dirimu, bahkan ini pertama kalinya aku di perlakukan seperti ini dengan pernyataan yang memalukan. Andai kau hidup di zamanku kupastikan kau-"

Mendadak Dewi Gabriel menghentikan perkataannya sendiri saat merasakan Izaya memulai tindakan yang sedikit agresif, dimana ia menciptakan momen romantis dengan mendekatkan diri ke arah lebih dekat menyentuh wajah Dewi Gabriel hingga bibir mereka hampir saling bersentuhan.

"Ah, kurang lebih aku paham apa yang kau inginkan. Orang sepertimu adalah orang yang paling menjunjung harga diri lebih dari siapapun. Apa lagi jika kau di perlakukan seperti ini terhadap orang yang paling kau benci."

Nafas mereka saling bertemu dengan perasaan yang berbeda, perilaku Izaya sungguh memaksa Dewi Gabriel untuk berada di posisi tersudutkan.

"Cukup hentikan. Aku lelah menghadapimu, yang tidak ada bedanya dengan iblis!."

Dewi Gabriel merasa gelisah dengan keadaan yang di ciptakan Izaya, seolah ia memiliki kekuasaan untuk melakukan apa saja tanpa adanya pertentangan balik.

"Terus terang saja, sebenarnya kau tidak terlalu memikirkan harga dirimu di momen-momen seperti ini. Walau kau tewas bukankah aku masih memiliki kesempatan untuk memanfaatkan dirimu? Lantas apa bedanya jika kau tetap kubiarkan hidup seperti ini. Hasilnya sama saja, bedanya bila kau mati kau tidak akan pernah merasakan sensasi seperti ini atau bahkan berbicara denganku. Bisa ku anggap kau adalah barang yang sangat berharga, semestinya aku harus menjagamu membuatmu utuh di genggamanku, mendengar bahwa kau memiliki Item Drop terkuat kupikir suatu saat kau tetaplah di butuhkan."

Lalu setelahnya Izaya kembali mengangkat diri dari kedekatannya dengan Dewi Gabriel, dan melihat respon Dewi Gabriel yang tampak shok paska mendengar pernyataan tersebut.

"Tidak, aku tidak akan membiarkan diriku bersamamu!."

Segenap tenaga Dewi Gabriel melakukan pemberontakan sekali lagi namun kali ini ia memaksakan dirinya untuk menggunakan seluruh energi sihir dalam jumlah besar.

Akan tetapi hasilnya tetap sama, ia memahami segala jenis bentuk aktivitas semua tidak berguna di hadapan rantai yang meliliti tubuhnya.

"(Apa ini? ... Bahkan setelah aku mengalirkan energi sihir dalam jumlah besar, hasilnya sama saja? Ini tidak masuk akal. Pria ini ... Seberapa besar kapasitas sihir penggunaan kekuatan energi sihirnya!.)"

"Ekspresi itulah yang aku inginkan darimu. Seorang Dewa sedang terpuruk di hadapanku terlebih dengan penampilan yang memalukan bukankah itu terdengar istimewah dan menggoda. Yah bagaimana pun rantai yang mengikatmu itu pada dasarnya telah membawamu ke ruang kekacauan. Sihirmu tidak ternetralkan melainkan terpengaruh oleh rantai tersebut yang menyerap lalu memindahkan apapun dalam ruang kekacauan secara instan selama target masih terikat oleh rantai. Berkat dirimu juga aku memahami kemunculan sihir ini yang mungkin datang dari hasil pengalamanku."

Walau Izaya telah menjauh dari tubuh Dewi Gabriel hal itu tidak membuatnya cukup puas untuk terus melakukan sesuatu yang dapat mempengaruhi mental lawannya.

"Sepertinya bertanya kepadamu sekarang tidak ada gunanya, aku tidak ingin merendahkanmu seperti memaksamu melakukan sesuatu untuk ku. Maka dari itu aku memilih berubah pikiran soal pertanyaanku yang ingin kutanyakan sebelumnya, karena kupikir aku telah menemui jawabannya. Sebagai gantinya ... Aku akan membuatmu merasa lebih nyaman dengan posisimu sekarang."

Perkataan itu di luruskan dengan tindakan Izaya yang mengarahkan tangan kanannya ke sisi kanan sejajar dengan bahu, lalu secara magis terwujud adanya asap ungu menggumpal cukup tinggi menyentuh tanah.

[SWORD OF CHAORRUPTED]

Ucapan rapalan sihir tercipta memunculkan reaksi terhadap asap tersebut yang spontan menghilang tergantikan oleh sebuah pedang di dalamnya.

Sebuah pedang yang memiliki ukuran cukup lebar dengan ujung beruncing tampak terselimuti oleh aura energi sihir yang tidak teratur.

"Kuharap kau menyukainya."

Segeranya Izaya memegang pedang tersebut lalu memutarbalikannya ke arah perut Dewi Gabriel.

*Zhap!*

"Arkhhhhh..!!"

Rantai bergetar merasakan tubuh Dewi Gabriel yang sedang menahan rasa sakit ketika pedang tersebut menusuk dan menembus organ dalamnya dengan kandungan sihir.

Rasa sakit begitu besar sedang di lalui Dewi Gabriel, dan ini pertama kalinya ia merasakan rasa sakit luar biasa dalam satu serangan hingga darah dagingnya merespon seolah menginginkan untuk keluar.

Di tengah keadaan yang memilukan, Dewi Gabriel tidak menyangka Izaya benar-benar akan mengayunkan senjatanya untuk dirinya setelah perkataan yang tidak akan membiarkan lawannya mati.

"A-Apa yang kau lakukan terhadap tubuhku?"

Namun anehnya rasa sakit yang Dewi Gabriel alami berakhir begitu cepat bahkan sebelum banjir darah terjadi, tetapi sebagai gantinya sesuatu meninggalkan bekas di seluruh raganya.

Dimana keseluruhan jejaringan otot milik Dewi Gabriel mengalami perubahan warna biru yang menonjol, namun itu juga tidak dapat di identifikasikan sebagai warna karena terdapat garis struktur lain yang membentuk sebuah garis abnormal di daerah bagian perutnya, dalam hal ini Dewi Gabriel berpendapat bahwa pola garis tersebut adalah sebuah segel yang di tanamkan khusus agar dapat mencegah pertentangan sekaligus kematian.

Terbukti dari energi sihirnya yang telah menyatu dengan pedang tersebut seolah menciptakan sirklus sendiri dalam diri Dewi Gabriel.

Analoginya seperti arus baru yang berpengaruh atas cara kerja energi sihir sehingga dari jalan tersebut memberikan dampak yang tidak dapat di kontrol oleh Dewi Gabriel, terlebih dengan keadaan yang ia terima saat ini sangat mustahil untuk melakukan sebuah tindakan.

"Kuyakin kau memahaminya sendiri, dengan begini sepenuhnya kau berada di bawah kekuasaanku. Cobalah untuk memberontak atau apapun itu yang tidak ada gunanya. Yang bisa kau lakukan dengan posisimu sekarang adalah memainkan mulutmu (berbicara) dan menunggu perintahku di saat kau kubutuhkan, sama seperti yang kau pikirkan pedang ini telah menyegel keberadaanmu dengan menahan keabadianmu untuk menciptakan yang lebih superior agar korbannya tidak dapat di bunuh dengan mudah. Selain itu pola segel yang terbentuk di seluruh tubuhmu telah menekan hal-hal negatif yang pernah kau alami sebelumnya, bukankah kau menderita dengan kondisimu?."

Dewi Gabriel hanya terdiam mendengar setiap ucapan Izaya dengan kondisi yang tidak pernah ia alami sebelumnya, dan hal tersebut menjadikan rasa hampa dalam lubuk hati dimana ia tidak tau lagi harus berpikir bagaimana ketika memikirkan kondisi yang membuat harga dirinya tidak lagi berharga.

"Berterima kasihlah kepadaku, dan cintailah pedang itu karena secara pribadi segala penyakit dan rasa sakit telah di tanggung olehnya bahkan hidup dan matimu semua berpegang kepadanya. Dan juga mungkin hal ini akan terjadi, ya dewa yang memiliki otoritas yang sama sepertimu mungkin suatu saat akan mencari keberadaanmu, namun aku tidak yakin mereka mampu menyentuhmu. Tapi bukan berarti aku naif dengan keputusanku, maka dari itu aku akan mengutus seseorang agar senang tiasa menjagamu selalu. Arkilah!."

Izaya berteriak menyebut nama Arkilah dengan perasaan berdebar memperhatikan keadaan yang di lalui Dewi Gabriel.

Lalu sebuah portal terwujud membelakangi Izaya menampakan adanya dua sosok yakni Arkilah bersama dengan seorang anak laki-laki mengatasnamakan Izaya sebagai ayahnya.

Arkilah memegangi tangan anak tersebut dan segeranya mereka berdua bergerak menghadap langsung kepada Izaya.

"Kau juga membawa anakmu ya. Yah terserahlah, aku memanggilmu karena sebuah tugas yang akan kuberikan, sebaiknya kau memahami konsekuensinya."

Tanpa sepatah kata Arkilah hanya menunjukan kesetiannya terhadap Izaya dengan berlutut di hadapannya termasuk anaknya yang memahami betul bagaimana harus menyikapinya.

"Baiklah, ku anggap kau mengerti. Aku menugaskanmu untuk menjaga Dewimu dan itu akan menjadi tanggung jawabmu seumur hidup. Ya hiduplah di sisinya jangan biarkan orang lain menyentuhnya sampai aku berkata bahwa tugasmu telah selesai, santai saja ... Aku akan selalu mengawasimu dan menyayangimu serta anakmu wahai valkyrie kecilku."

Izaya merendahkan tubuhnya hanya demi meraih wajah Arkilah dan memberikan elusan kasih sayang. Di samping itu respon yang Arkilah tunjukan adalah kegirangan terselubung di balik senyuman.

"Oh ya. Kau tadi menyebut namaku sebagai ayahmu bukan?"

Secara tiba Izaya bertanya kepada sosok anak laki-laki tersebut yang Izaya ingat sebagai anak Arkilah bernama Romeo.

"Be-Benar. Maaf bila itu menganggu anda, sebenarnya ibu yang meminta agar saya mengakui anda sebagai ayah."

Romeo sedikit memalingkan pandangannya terhadap Izaya karena perasaan ragu, hal tersebut terlihat di wajah yang penuh air keringat.

"Hee ... Begitu ya. Aku tidak membencinya selagi membuat moodnya senang, yah meski sejatinya aku tidak tertarik dengan seorang anak-anak. Kau sebenarnya membenci melihat Dewi kalian kuperlakukan seperti ini bukan?"

Izaya memberikan senyuman jahat terhadap Romeo yang sepintas mengubah raut wajahnya menjadi ketakutan.

"Jika boleh jujur ... Saya memang tidak menyukainya. Kebaikannya sangat sulit di balas oleh kami, beliau menciptakan kedamaian yang selalu di dambakan oleh orang-orang. Selain itu ... Sa-Saya juga mencintainya karena beliau telah berusaha melindungi saya pada waktu bencana yang lalu. Bahkan beliau tidak membenci saya setelah semua itu."

Romeo tetap memalingkan wajahnya namun kali ini ia sungguh merasa gugup sehingga tubuhnya turut bergetar merasakannya.

"Jika di pikir kembali aku belum memberikanmu imbalan atas keputusanmu yang membuat semua ini terjadi sesuai rencanaku. Baiklah, sebagai gantinya akan ku izinkan kau menyentuh Dewimu sepuas yang kau mau entah apa yang kau lakukan ketika dewasa nanti."

"He?"

Seketika wajah Romeo memerah sekaligus terkejut mendengar pernyataan dari kalimat terakhir Izaya.

"Dan itu akan menjadi tanggung jawab ibumu. Akan kuberikan kekuasaan agar kau juga dapat memegang kendali atas dirinya Arkilah jadi jagalah baik-baik. Seperti yang terlihat ... Dewi kalian tampaknya menyerah dengan keadaannya kuyakin tidak ada gunanya juga berbicara dengannya. Dan sekali lagi kusampaikan ... Jangan mengecewakanku sebagai pion pertamaku atau terimalah dampaknya."

Arkilah menganggukan kepalanya ketika perintah tersebut di turunkan kepadanya dan menggangap Izaya sepenuhnya mengharapkan dirinya.

"Sampai di sini kah. Rupanya ini tidak buruk juga, dan terima kasih atas pertunjukanmu ... Dewi Gabriel. Akan kuingat dirimu sebagai wanita yang penuh kharisma."

Dan itu menjadi terakhir kalinya Izaya memandangi Dewi Gabriel yang hanya menunjukan tatapan kosong dengan mulut melangah lebar, seolah ia tewas secara harfia dalam kondisi terbujur kaku mengenaskan.

1
LFT_IQ
semangat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!