Mila terjebak oleh keadaan. Ia terpaksa harus sabar mendengar cacian dari Angga. Angga sangat membenci Mila. Karena menurut Angga, Mila adalah wanita miskin, rendahan yang hanya ingin menikmati kekayaan keluarganya.
Mila juga sangat membenci Angga semenjak kejadian yang menimpa dirinya bersama Angga. Angga adalah satu-satunya orang yang tidak ingin Mila temui lagi di dunia ini tapi, takdir berkata lain. Dimana pun Mila berada pasti ada Angga.
Walaupun keduanya saling bermusuhan, tapi mereka tidak menyadari bahwa setiap hari mereka saling bertemu dan bersama. Kapankah benih-benih cinta akan tumbuh di hati mereka?
Baca kisah Mila dan Angga hanya di Novel toon dengan judul Menikah dengan Mr. Arogan.
Jangan lupa like dan share nya ya.... Terima kasih..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Indah Mawarni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26. Keputusan Mila untuk Menikah
Ini adalah minggu pagi. Minggu pagi yang begitu santai. Semua anggota keluarga termasuk Mila sarapan bersama di meja makan. Suasananya begitu damai, hanya ada dentingan sendok dan piring. Dan tiba-tiba ada nada panggilan di Hp Mama Siska. Ia pun terlihat bahagia begitu tahu siapa yang meneleponnya. Ia cepat-cepat menerima panggilan itu. Sekian detik ia terlihat sedang mendengarkan.
“Oh, iya gak apa-apa kok. Acaranya kira-kira dua bulan lagi. Bisakan Pak Eko?”, ucap Mama Siska yang begitu antusias.
Tapi, bukan Mama Siska saja yang antusias. Papa Roy dan Reina juga ikut senyam-senyum. Dan Mila seperti biasa ia hanya diam memakan makanannya. Namun, berbeda dengan Angga. Ia tampak kebingungan. Pasalnya tidak ada rencana untuk mengadakan acara apapun dua bulan lagi. Ia pun berpikir jika dirinya belum di beritahu tentang hal tersebut.
Setelah Mama Siska mendengarkan orang yang meneleponnya itu, ia pun menjawab, “Untuk acara pernikahan anak saya, Angga...”
Spontan Angga menyemburkan air dari mulutnya yang baru ia minum. Ia terkejut bukan main. Lalu, ia melihat Mila yang hanya diam saja dan terus memakan makanannya. Melihat Mila seperti itu, Angga pun jadi berpikir bahwa Mila telah di paksa oleh Mamanya. Ia tidak tahan melihat wajah sedih itu. Angga menanti mamanya untuk menutup telepon itu. Tapi, Mamanya terus mengobrol tiada henti.
“Ma!” panggil Angga kesal.
Tapi Mama Siska tidak mendengarkannya. Ia masih asyik mengobrol.
“Ma!”, panggil Angga lagi kali ini suaranya agak tinggi.
Mama Siska pun berdecak, “Sudah dulu ya Pak. Nanti kita obrolin lagi masalah dekornya”.
Kemudian ia mematikan panggilannya dan menatap kesal pada Angga. “Kamu ini kenapa sih? Nggak sopan tau!”, ucap Mama Siska yang kemudian menyantap makanannya lagi.
“Mama pasti maksa Mila-kan?” kata Angga dengan nada tinggi. “Kalau Mila tidak siap jangan dipaksa untuk menikah denganku, ma”, lanjut Angga dengan nada yang pelan.
Semua mata pun tertuju pada Angga. Saat itu Mama Siska ingin angkat suara. Namun, yang terdengar adalah suara Mila.
“Kak, ada yang ingin aku bicarakan”, ucap Mila yang kemudian berdiri dari duduknya. “Ikutlah denganku sebentar”, sambungnya sambil berjalan keluar rumah.
Mila duduk di sebuah bangku taman sambil menikmati sinar mentari yang hangat. Ia tampak seperti mempersiapkan dirinya untuk berbicara dengan Angga. Dan tidak lama, Angga pun datang dan duduk di sebelahnya. Belum ada pembicaraan sama sekali.
Kemudian, Mila menarik napasnya dalam-dalam. Ia tahu jika Angga sudah menunggunya. “Kakak jangan menyalahkan siapa pun. Karena, aku sendiri yang bilang jika aku bersedia menikah dengan kakak”, ucap Mila tanpa melihat wajah Angga.
Angga terdiam. Ia masih mencerna ucapan Mila barusan. Ia masih tidak percaya dengan keputusan Mila. Apakah Mila sedang bergurau? Ataukah ia ingin balas dendam untuk mempermainkannya?
Tidak! Aku tidak boleh berpikir negatif lagi pada Mila. Ucap Angga dalam hatinya.
“Semalam kamu bilang, kamu ragu denganku. Tapi, sekarang kenapa kamu malah mau menikah denganku?”, tanya Angga sambil melihat wajah Mila dari samping.
“Aku.... Capek kak”, jawab Mila yang matanya sudah berkaca-kaca.
Ia pun menarik napasnya sambil menghapus air yang ingin tumpah itu. Rasanya ia tidak bisa melanjutkan ucapannya. Tapi, ia sudah berjanji untuk menjelaskan semuanya pada Angga.
Entah mengapa, hati Angga juga merasa sedih melihat Mila yang tengah menahan tangisnya itu. Angga ingin berbicara tapi ia takut salah. Jadi, ia memutuskan untuk menunggu penjelasan Mila selanjutnya.
“Aku udah berusaha untuk ikhlas. Tapi, kakak dan keluarga kakak malah mau bertanggungjawab. Aku tahu, aku itu sebenarnya nggak pantas bersanding dengan pria dari keluarga terhormat seperti kak Angga”, ucap Mila lagi.
Ia menarik napasnya. Dan bersiap untuk melanjutkan keluhnya, “Terima kasih atas semuanya kak. Dalam sekejap aku merasa seperti putri di istana. Aku sebenarnya malu, harus tinggal di sini tanpa melakukan apa pun”.
Angga beranjak dari duduknya, dan kemudian ia berlutut di hadapan Mila. Ia merasa tidak tahan dengan keluhan Mila. Ia juga bersalah dalam hal ini.
“Mil, maaf. Ini semua terjadi karena kakak. Kamu adalah korban dari kebodohan kakak. Maaf telah banyak membuatmu menderita sampai saat ini”, kata Angga menatap wajah sedih Mila.
“Rasanya hati dan pikiranku sudah penuh. Aku terus berpikir dan berpikir. Aku terus merasa ketakutan. Lalu aku bingung saat aku teringat Mama yang jatuh sakit karena aku saat itu”, jawab Mila semakin sedih dan meneteskan air matanya.
Angga pun teringat kejadian waktu itu. Namun, yang dia tahu Mamanya hanya berpura-pura sakit saja. Ia semakin merasa bersalah pada Mila. Angga khawatir jika Mila tahu yang sebenarnya ia akan membenci mereka semua.
“Maaf kami telah membohongimu”, ucap Angga begitu saja.
Walau Mila akan marah tapi, ia bertekad untuk tetap mengatakan yang sebenarnya. Ia tidak mau lagi ada kesalahpahaman.
Angga melihat wajah Mila yang terus memandangnya. Ia seperti bingung dengan apa yang barusan Angga katakan. Mungkin ia sedang menunggu Angga untuk melanjutkan ucapannya.
“Sebenarnya, waktu itu Mama hanya pura-pura sakit. Itu yang sering Mama lakukan jika keinginannya tidak terpenuhi”, lanjut Angga sambil menundukkan kepalanya.
Angga sangat takut jika Mila akan marah karena Mila tidak mengatakan apa pun. Angga menutup matanya rapat-rapat kesal dengan dirinya sendiri. Semua keadaan ini karena ulahnya.
“Aku tidak bisa membayangkan jika Mama sungguh-sungguh mengalaminya. Aku mungkin akan menyesal seumur hidup. Aku sangat sayang dengan mamaku. Aku tahu seperti apa jika ia sedang kesakitan menahan sakitnya. Dan aku juga sayang pada Mama Siska. Aku tidak akan mampu menyakitinya”, jelas Mila panjang lebar.
Angga semakin bersedih mendengar penjelasan Mila. Sedikitpun Mila tidak marah sama sekali. Ia masih tertentu malu atas perbuatannya di telah lalu kepada Mila.
“Aku lelah menyimpan semuanya kak. Aku ingin menikah dengan kakak karena aku ingin membuang segala kekhawatiranku yang sudah menyesakkan dada ini. Semakin aku timbun, semakin aku tidak bisa berpikir jernih. Jadi, aku akan menerima semua apa yang telah kupilih ini”, jelas Mila lagi.
Angga menaikkan kepalanya dan menatap wajah Mila yang dibanjiri air mata itu, “Apakah kamu percaya padaku?”.
“Aku pasrah kak. Lakukan apa yang ingin kakak lakukan. Jika aku tidak kuat lagi. Aku akan lari sejauh-jauhnya untuk meninggalkan kakak”, jawab Mila tegas.
Angga mengerti jika Mila belum mempercayainya. Mila hanya mencoba untuk menantang dirinya dan ingin melihat bukti jika Angga berkata jujur tidak ada niat untuk menyakitinya lagi. Angga bertekad untuk selalu membahagiakan Mila apapun caranya yang Mila inginkan. Walau nama Mila belum terukir dihatinya, namun Angga yakin jika suatu saat cinta akan bersemi di hati mereka.
Mila adalah wanita yang jujur dengan hatinya dan begitu pula dengan Angga. Angga akan selalu jujur dengan perasaannya pada Mila. Dengan begitu tidak ada lagi kebohongan di antara mereka.
***