Rafka william Adijaya. seorang CEO yang berstatus duda, sedang membawa anaknya jalan-jalan di sebuah taman bermain. Namun, karena ia sedang mengangkat telpon tidak sadar anaknya menghilang.
Karin Dewanti. seorang gadis yang sedang mengantri membeli minuman, ia tak sengaja melihat dua anak sedang menyeberang dan ada mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi . Karin yang khawatir langsung berlari dan akhirnya ..
sreeett ... bruukk..
"ssshhh, aww." desisnya.
"kalian tidak apa-apa? apa ada yang terluka? apa ada yang sakit?" cecarnya .
hwaa.. hwaa.. hikss.. Daddy..
akankah Rafka menemukan anak kembarnya ?
yuk, ikuti terus ceritanya sampai habis :)
HAPPY READING ..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 26 - Terlalu cepat
Karin dan Rafka masih tetap pada posisi yang sama, yaitu Rafka yang tidur di pangkuan Karin dengan tubuh yang menyamping.
"tuan, aku bisa merasakan kesedihan yang ada di dalam hati si kembar, bagaimana pun aku juga sudah tidak memiliki seorang ibu semenjak ia pergi meninggalkan aku untuk selamanya, ada kekosongan dalam hidup ini." Ucap Karin.
"entahlah Karin, aku merasa gagal menjadi seorang ayah bagi mereka." lirih Rafka.
"jangan menyalahkan diri sendiri, kau dan juga si kembar tidak ada yang mau berada di posisi ini. kau pikir aku ingin ibuku meninggal? aku juga tidak mau seperti itu, aku tidak mungkin mengelak dari takdir, bagaimanapun aku memiliki seorang adik yang sama terpukulnya denganku. aku sadar bahwa tidak mungkin aku terus berdiam diri dalam hal ini aku harus bangkit, ke sana kemari aku mencari sampingan pekerjaan yang bisa aku lakukan sembari sekolah untuk biaya hidup, sampai akhirnya aku menjadi buruh cuci. Ketika aku lulus aku langsung mencari pekerjaan karena tidak mungkin aku menjadi buruh cuci yang hasilnya tidak seberapa, aku harus membiayai Kiki sekolah juga Biaya untuk makan sehari-hari."
Karin menjeda ceritanya dan menghela nafas berat, mengingat betapa susahnya ia menjalani hidup tanpa kedua orang tuanya.
"yang pastinya adalah jadikan anakmu sebagai alasan untuk kau kuat, sekarang si kembar sedang rapuh kau harus memberikan kekuatan sebagai pelindung untuk anak-anak mu, bahkan di saat kau terpuruk sekalipun kau harus bangkit. yakinlah bahwa akan ada kebahagiaan yang akan datang menghampiri kalian di masa yang akan datang, jangan menyalahkan dirimu sendiri tuan, dengan kau terus bersedih begini tidak akan menyembuhkan luka si kembar, yang ada kau malah menambah luka di hati si kembar." jelas Karin.
Rafka mencerna apa yang Karin katakan, dia membenarkan ucapan Karin bahwa tidak ada yang bisa mengelak takdir yang telah Allah tetapkan. sesulit apapun takdir dia tetap harus melewatinya, dia juga tak mungkin terus bersedih karena hal itu akan membuat anaknya semakin terluka.
"iya kau memang benar Karin, sekarang aku harus bangkit, mungkin ini semua takdir yang harus aku lewati bersama anakku." Ucap Rafka.
"kau harus kuat, karena disini yang paling terluka adalah Kenzo dan Kenzi." ucap Karin.
"tapi bagaimana jika aku masih membenci ibu si kembar?aku pernah memberi tahumu tentang ibu si kembar bukan? aku tidak bisa memaafkan apa yang telah dia perbuat, luka yang dia berikan sangat lah dalam sehingga membuat bekasnya tak bisa hilang."
" seperti yang tadi aku katakan padamu, jadikanlah anakmu sebagai alasan. maafkanlah meskipun tak mudah, ikhlaskan lah meskipun itu sulit, apa dengan kau terus menyimpan rasa kecewamu itu kau tenang? apa itu membuat si kembar bahagia? tidak bukan? aku yakin kau adalah orang baik tuan, kau pasti bisa mengikhlaskan semua nya dan menata hidupmu kembali dengan lebih baik lagi." ucap Karin
sejujurnya Rafka merasa sangat sakit hati akibat ulah mantan istrinya itu, lukanya sangatlah dalam sehingga dia tak mau memaafkan ataupun mengikhlaskan semua yang sudah terjadi. Rafka bisa saja memaafkan, namun dia tidak akan pernah melupakan rasa sakit itu sampai kapanpun, bahkan jika mantannya meminta untuk kembali ia tak akan memberi celah kesempatan meskipun itu hanya sedikit.
Rafka yang tadinya kukuh dengan pendiriannya, setelah mendengarkan ucapan Karin Rafka akan berusaha memaafkan Cristin dan mengikhlaskan semuanya.
"baiklah Karin, aku akan mencoba memaafkan dan mengikhlaskan semuanya. terimakasih kau sudah mau menemani dan memberiku pencerahan, hingga aku sadar akan kesalahan ku yang tidak bisa ikhlas akan takdir yang ada di garis kehidupanku saat ini." ucap Rafka tulus.
Karin menyunggingkan senyumnya. Rafka yang tadinya tidur menyamping sekarang berbalik terlentang mendongakkan kepalanya ke arah Karin, karena merasa malu di tatap oleh Rafka,Karin langsung menutup mata Rafka.
"tuan kenapa kau malah berbalik dan juga menatapku seperti itu?" ucap Karin dengan tangannya yang menutup kedua mata Rafka.
"memangnya kenapa? apa kau malu di tatap olehku?" tanya Rafka heran.
"ti-dak siapa yang malu." jawab Karin gugup.
Karin gugup sekaligus malu, apalagi jantungnya seperti orang yang sedang lari maraton, sebisa mungkin dia menutupi rasa gugupnya dari Rafka.
"benarkah? tapi aku merasa kau sedang gugup?" ucap Rafka, padahal dia tau bahwa saat ini Karin sedang gerogi jadi dia ingin menggodanya.
"ti-dak"jawab Karin cepat.
"kalau begitu lepaskan tanganmu dari wajahku."
Dengan berat hati Karin melepaskan tangannya dari wajah Rafka, sesaat pandangan keduanya saling bertubrukan membuat jantung mereka berdetak tak beraturan.
deg! deg!
suasana di ruangan itu menjadi hening, hanya suara detak jantung saja yang berbunyi dan hanya kedua manusia itulah yang bisa mendengarnya.
"Karin?" panggil Rafka memecah keheningan.
"i-ya."
"Karin apa kau bersedia menjadi ibu si kembar?" tanya Rafka serius
"maksudnya?" ucap Karin bingung.
"maksudku mau kah kau menjadi bagian dari hidupku, dan menjadi ibu dari anak-anakku ? mungkin ini terlalu cepat. aku baru mengenalmu selama satu Minggu, mungkin aku akan memecahkan rekor jatuh cinta tercepat yang pernah ada di dunia ini jika itu ada. percayalah, aku berkata jujur padamu Karin, saat pertama kita bertemu aku merasa kagum padamu, dan di pertemuan berikutnya aku merasa nyaman dan aku sudah meyakinkannya hatiku bahwa semua yang aku rasakan itu adalah cinta bukan hanya kekaguman atau kenyamanan semata." ucap Rafka menggenggam tangan Karin yang ia letakkan di dadanya dengan mengusapnya mengusapnya lembut.
"tuan aku tidak tahu harus menjawab apa? waktu seminggu itu terlalu cepat menurutku, untuk aku yang belum pernah berpacaran atau mencintai lawan jenis pasti butuh waktu yang cukup untuk mengenal satu sama lain bukan? apalagi kau ingin aku menjadi istrimu sekaligus jadi ibu si kembar, kau tahu bukan pernikahan adalah perkara serius dan sakral, aku hanya ingin menikah sekali seumur hidupku tuan." jelas Karin.
'masa iya aku langsung menerimanya? aku memang menyukainya saat pertama bertemu, tapi aku butuh waktu untuk membenarkan perasaanku apa itu cinta atau rasa suka saja, aku tidak mau menyesal nantinya jika mengambil keputusan terburu-buru.' batin Karin.
Karin menjelaskan apa yang ada di dalam pikirannya pada Rafka, dan Rafka pun membenarkannya. sejenak ia memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa meyakinkan Karin, beberapa saat terdiam akhirnya sebuah ide muncul di kepalanya.
Ting..
"kau memang benar Karin."
"emm. bagaimana kalau begini saja, kita coba menjalin hubungan bisa di bilang pendekatan atupun pacaran, aku beri waktu 2 bulan untuk kita saling mengenal, jika dalam 2 bulan itu kau membalas perasaanku maka kita akan melanjutkan ke jenjang yang lebih serius. tapi, jika kau tidak membalas perasaanku maka aku akan mundur, bagaimana? kau setuju?"
ucap Rafka memberikan tawaran pada Karin.
Karin mulai menimang-nimang ucapan Rafka.
'tidak ada salahnya jika di coba, toh aku juga penasaran dengan hatiku sendiri.'
"baiklah aku setuju tuan." ucap Karin yakin.
"kau yakin?" tanya Rafka memastikan jawaban Karin.
Karin menganggukkan kepalanya.
"kalau begitu, mulai dari sekarang kita berpacaran. untuk memulai awal yang baru, aku ingin kau mengubah panggilanmu padaku, sekarang aku kekasihmu jadi jangan panggil aku dengan sebutan tuan." ucap Rafka senang.
"emm, aku harus panggil apa memangnya?" tanya Karin polos.
"terserah kau saja, mas, honey, sayang, ayang atuh panggil nama juga tidak apa-apa."
wajah Karin bersemu merah mendengar nama panggilan yang Rafka sebutkan.
"bagaimana kalau aku panggil mas Rafka aja?" ucap Karin dengan wajah memerah malu.
"pilihan yang bagus sayang" ucap Rafka dengan senyum menggoda Karin.
jangan tanyakan bagaimana reaksi Karin saat ini, dia memalingkan wajahnya malu dan juga ia menetralisir jantungnya yang sudah berdetak tak karuan, Rafka yang melihat reaksi Karin terkekeh geli.