Sandrina nekad tidur dengan pria yang dijodohkan dengan kakaknya, Bastian Helford. Lantaran kakaknya telah tidur dengan tunangannya.
Semua miliknya direnggut, dan Sandrina berjuang untuk mendapatkan kembali yang menjadi miliknya
"Dia satu-satunya milikku yang kurebut kembali"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farhati fara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Peringatan
Wajah dingin Bastian terlihat semakin membeku, dia sama sekali tidak lembut pada wanita didepannya sekarang. Memberi peringatan pada Odette juga merupakan satu tujuan untuknya memuluskan apa yang menjadi keinginannya.
"Jangan ganggu Sandrina, dan jangan pernah berpikir untuk mengganggu pernikahan kami. Kau sengaja mengganggu dan mempermalukan Sandrina. Kau pikir aku tak tahu kalau kau yang mengundang ibuku kemari?" Bastian berkata dengan penuh tekanan, sama sekali tidak mengubah nada bicaranya.
Mata Odette membulat mendengarnya dan tubuhnya mendadak gemetar. Bastian tahu apa yang dia lakukan. Apa itu berarti Bastian menyelidikinya selama ini? Apa pria itu juga tahu kalau dia bukan Odette yang asli tapi identitas yang dicuri dari Sandrina? Tidak, batin Odette berteriak mengatakan tidak mungkin Bastian tahu semuanya, kan?
"Jangan serakah dengan sesuatu yang bukan bagianmu. Jika kau ingin menjaga apa yang kau miliki sekarang, bersikaplah dengan lebih baik," kata Bastian yang terdengar cukup ambigu bagi Odette. Apa yang Bastian katakan seakan pria itu tahu dengan apa yang sebenarnya terjadi
Bastian bergerak mencondongkan tubuhnya pada Odette yang lebih pendek darinya. Pria itu bertujuan mendekati telinga Odette lalu berbisik pelan
"Sebelum semuanya diambil darimu." bisik pria itu yang membuat Odette semakin membeku dengan berbagai pemikiran buruk memenuhi kepalanya.
"Jadi, kau akan bersikap baik, kan?" tanya Bastian sekali lagi sebelum akhirnya berbalik pergi meninggalkan Odette sendirian disana setelah mengangguk dengan pertanyaan Bastian.
Selepas kepergian Bastian, Odette menghembuskan nafasnya kasar, sungguh dia begitu tegang tadi tapi tubuhnya juga gemetar dengan penuturan Bastian. Pria itu terlalu berbahaya, dan pria itu tahu akan sesuatu.
"Haa..." nafas kasar itu kembali berhembus dari Odette yang pikirannya mulai berjalan dengan segala kemungkinan. Berpikir apa Bastian benar-benar telah jatuh cinta pada Sandrina? Rasanya sungguh tidak mungkin mengingat betapa dinginnya seorang Bastian dengan para wanita.
Odette juga merasa risau dengan rumor yang mungkin akan beredar cepat hari ini, apalagi nanti akan ada kabar dia yang ditolak mentah mentah oleh pria yang kabarnya selama ini dijodohkan dengannya. Bukankah itu akan sangat memalukan?
Ditengah semua pemikiran itu, kepala Odette mulai merasa berdenyut dalam kesakitan, dia tidak bisa menerima semua itu.
"Sandrina sialan! Ini semua karena Sandrina. Aku akan membunuh wanita gila itu! Bagaimanapun caranya aku harus menghabisinya...!" pekik Odette setelah masuk kedalam toilet yang hanya ada dirinya seorang. Dia menatap penuh kemarahan pada bayangnya di cermin wastafel, seakan pantulannya itu adalah Sandrina. Sungguh, saat ini Odette benar-benar ingin Sandrina lenyap dari muka bumi ini.
"Ah,.." tiba-tiba pikiran Odette tertuju pada seseorang yang awalnya ikut terlibat dalam masalah ini
"Bukankah aku masih punya Tommy yang bisa ku gunakan?" gumam Odette dengan sebuah pemikiran yang mulai memenuhi kepalanya
Sandrina, dia tidak boleh berada disana, di posisi sebagai istri dari Bastian. Odette akan melakukan segala cara agar Sandrina tidak akan berada di posisi itu
"Tempatnya harus selalu berada dibawah kakiku," batin Odette yang kini tersenyum menatap pada pantulannya di cermin. Sampai kapanpun Odette selalu menginginkan Sandrina agar selalu lebih rendah darinya. Odette tidak akan membiarkan Sandrina lebih tinggi darinya, bagaimanapun caranya
🍀🍀🍀
Setelah memberi peringatan kepada Odette, Bastian langsung mengajak Sandrina kembali ke apartemennya. Dan disinilah mereka sekarang, tepat didepan pintu apartemen dimana Bastian sedang menekan sandi akses masuk kedalam apartemen tersebut dengan satu tangannya sedang tangan kirinya digunakan pria itu mengangkat kantong belanjaan yang dibelikannya untuk Sandrina
Sandrina yang berada disamping pria itu diam- diam melirik pada Bastian, dan batinnya tak bisa untuk tidak memuji bagaimana rupa pria itu tercipta
"Bastian, dia sangat tampan." batin Sandrina yang tidak akan memungkiri fakta itu. Sejak awal Sandrina memang merasa pria itu tampan, tapi sekarang rasanya Sandrina melihat pria itu seribu kali lebih tampan. Bahkan Tommy, mantan tunangannya pun akan kalah sangat jauh jika dibandingkan dengan fisik dan wajah Bastian.
Bastian tentu sadar kalau Sandrina menatapnya diam-diam. Pria itu cukup peka dengan keadaan itu karena dirinya yang memang sudah terbiasa waspada pada setiap orang ketika dirinya bergelut dengan dunia bisnis. Banyak orang yang memperhatikannya dan mereka sedang mencoba untuk mencari satu kesalahan yang mungkin akan langsung menghancurkan Bastian.
"Kenapa kamu terus menatapku?" tanya Bastian pada Sandrina seraya membuka pintu
"Si-siapa yang menatapmu!" jawab Sandrina yang segera memalingkan wajahnya yang memerah malu karena ketahuan mencuri- curi pandang pada Bastian.
"Oh," hanya itu tanggapan Bastian tanpa memperpanjangnya. Pria itu cukup tahu saja kalau Sandrina memperhatikannya tanpa perlu pembuktian kalau wanitanya itu masih mengelaknya.
Keduanya masuk kedalam apartemen dengan Bastian yang didepan dan Sandrina yang mengekor di belakang pria itu. Mata keduanya tertuju keatas meja makan dimana disana ada sebuah bungkusan makanan yang sebelumnya Bastian bawa pulang namun belum sempat untuk dimakan.
Sandrina kembali menatap pada Bastian saat melihat bungkusan makanan yang sebelumnya tidak ada,
"Apa dia membawa pulang makanan lalu aku tidak ada dirumah, dan kemudian langsung menuju Mall setelah menerima pesanku?" batin Sandrina menatap tidak percaya pada Bastian. Gambaran tentang Bastian seketika berubah dalam benaknya. Bastian yang terkenal dingin dan tidak kenal ampun ternyata tidaklah seburuk itu. Ada banyak nilai plus yang tidak terlihat dari pria itu
"Apa kamu sudah makan?" tanya Bastian walau dia sudah dapat menebak jawabannya
"Belum" jawab Sandrina singkat namun berhasil menampilkan senyum kecil di wajah Bastian.
"Kalau begitu mari kita makan dulu." ajak Bastian yang segera diangguki oleh Sandrina. Keduanya langsung menuju meja makan yang tadi pagi digunakan Bastian untuk menyantap gadis itu.
Bastian bergerak telaten mengeluarkan makanan yang dibelinya dari bungkusan dan disajikan diatas meja
"Makanan ini, apa karena aku kamu membungkusnya?" tanya Sandrina yang membuat mata Bastian memicing. Ingin menjawab jujur tapi rasanya Bastian terlalu gengsi untuk mengatakannya
"Tidak, aku kebetulan lewat dan menyukai makanan ini. Jadi, aku membungkusnya agar bisa makan di rumah bersamamu yang mungkin kelaparan di rumah, tapi ternyata kamu pergi menemani ibu berbelanja," jawab Bastian seadanya. Sandrina tersenyum, walau jawaban Bastian tidak mengakuinya tapi ada kalimat pria itu yang memikirkan dirinya. Sandrina cukup senang dengan kalimat sederhana tersebut.
"Ngomong- ngomong, apa kau boleh bersikap seperti itu pada Nyonya Imelda? Beliau kan ibumu." kata Sandrina membuka bahasan saat keduanya kini mulai menikmati makanan yang tersaji
"Bagaimanapun ini adalah hal yang perlu diperjelas, sekalipun Beliau ibuku, tapi tidak ada hak bagi Beliau untuk bersikap begini," sahut Bastian dengan penjelasan
"Tapi, bukankah itu sedikit berlebihan?" komentar Sandrina mengingat bagaimana Bastian saat didepan ibunya. Pria itu bahkan dengan berani memotong ucapan sang ibu saat itu.
"Itu saja belum cukup, setidaknya bagi Odette. Bukankah semua ini ulah Odette?" jawab Bastian yang membulatkan mata Sandrina. Pria didepannya ini begitu pandai membaca situasi dan begitu peka dengan apa yang terjadi. Sandrina sekali dibuat takjub dan bertanya-tanya apa yang mungkin menjadi kekurangan seorang Bastian.
.
.
.