"Berapa uang yang harus saya keluarkan untuk membeli satu malam mu?"
Erick Davidson, pria tajir dengan sejuta pesona, hendak menjebak seorang gadis yang bekerja sebagai personal assistan nya, untuk jatuh ke dalam pelukannya.
Elena cempaka, gadis biasa yang memiliki kehidupan flat tiba-tiba seperti di ajak ke roler coster yang membuat hidupnya jungkir balik setelah tuan Erick Davidson yang berkuasa ingin membayar satu malam bersama dirinya dengan alasan pria itu ingin memiliki anak tanpa pernikahan.
Bagaimana kisah cinta mereka? ikuti bersama!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Park alra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GCTE | Bab 26
"Jadi selama ini yang menjadi donatur dan membiayai pendidikan saya hingga bisa lulus sarjana, adalah pak Erick?" terbata, Elena mengucapkannya. Ia tercekat, tak pernah berfikir akan mengetahui fakta ini sebelumnya.
"Ya, kamu benar nak. Sebenarnya saya tidak boleh untuk memberitahukan nya pada siapapun, apalagi kepadamu. Tapi ada sudut di hati saya yang memerintahkan saya untuk memberitahukan nya kepada mu.
Jujur saja, pak Erickson sering bercerita tentang mu selama ini Elena, kepada saya, selalu dan selalu. Dan saya selalu melihat binar penuh cinta nya kepada mu saat dia bercerita tentang mu Elena. Dan jujur saja, saya merasa sedikit kecewa ketika kamu memutuskan untuk menikahi pria lain."
Kalimat demi kalimat yang terlontar dari mulut pak Edy sukses membuat Elena terdiam, ia tak habis fikir dengan semua ini. Ada perasaan bersalah yang kini menggerogoti hatinya.
"Maaf jika saya mengatakan ini di waktu yang tidak tepat Elena, bukan maksud saya untuk menggoyahkan hatimu. Hanya saja ... saya rasa, saya perlu menceritakan semuanya padamu sekarang," ucap pak Edy menatap dengan tersenyum getir.
"Bagaimana pun nak, kamu dan laki-laki itu akan segera menikah, lakukan lah yang memang menjadi kewajiban mu ... yaitu memenuhi permintaan terakhir bu Ratna," ujar pak Edy terakhir kali nya sambil mengusap pelan punggung gadis itu.
"Kalau begitu saya pamit ... "
Pak Edy pamit undur diri, menyisakan Elena dengan segala kepingan kesedihan nya.
...***...
Siang hari ini begitu terik. Akhir pekan di adalah waktu yang sangat pas untuk Clarissa bisa mengajak Erick keluar dari ruang perpustakaan tempat selalu pria itu mengurung diri.
Setelah mendapat kabar dari keluarga Davidson jika Erick mau menerima perjodohan mereka, alangkah bahagianya Clarissa, seperti mendapatkan lampu hijau yang selama ini ia tunggu dari pria itu. Tak di hiraukan nya lagi fakta jika Erick mencintai wanita lain, Clarissa sudah tak memusingkan hal itu. Yang terpenting Erick mau bersamanya, itu sudah cukup.
"Lihat, bagus yang ini apa yang ini?" tanya Clarissa, sekarang mereka ada di sebuah mall besar yang ekslusif. Tempat Clarissa melihat gaun-gaun mahal ini hanya bisa di datangkan oleh para anggota keluarga kolongmerat kaya raya, yang mana aksesnya begitu sulit, namun tentu Clarissa akan dengan mudah memasuki nya, apalagi salah satu brand terkenal pakaian di sini modelnya adalah dirinya. Dan juga setelah orang-orang tau siapa yang akan menjadi pasangan nya, seorang Erick Davidson, membuat ia semakin di junjung tinggi di lapisan kelas atas.
Di cermin besar, Erick memandang wajah Clarissa yang begitu sumringah, ia kemudian mengamati dua gaun glamor di tangan kiri dan kanan wanita itu.
"Yang biru bagus ... " ujar Erick kemudian. Sejujurnya ia tak terlalu excited untuk berada di sini, jika bukan karena desakan adiknya ia lebih memilih untuk seharian menekuri buku daripada harus menemani seorang model terkemuka berbelanja. Yang pastinya akan memerlukan waktu yang tak sedikit.
"Benarkah? tapi kurasa warna merah bagus, lihat ada corak kupu- kupu di bagian dadanya." riang Clarissa menjawab. Memantaskan satu persatu gaun itu di tubuhnya yang ramping tanpa celah.
"Ya sudah pilih saja yang warna merah ... " kata Erick, terlihat acuh tak acuh.
Clarissa menyadari Erick yang sepertinya tak ada niat sama sekali untuk menemaninya, ia lalu berbalik menatap wajah tampan itu yang terlihat layu.
"Kenapa sayang? kau terlihat tak bersemangat sama sekali untuk sekedar menemaniku shoping?"
"Bukan begitu ... " Erick mengelak cepat.
"Lalu kenapa? kau menyesal menerima perjodohan ini?" tanya Clarissa yang sudah tak tahan dengan sikap dingin Erick.
Erick mengesah, ia berdecak pelan. "Bukan begitu Clarissa, jangan menyimpulkan sesuatu hal sendiri."
"Lalu aku harus bagaimana? di bandingkan seperti sepasang kekasih yang akan meresmikan pertunangan mereka, kau tidak seperti itu. Terlihat kusut seperti terpaksa ... " Clarissa mengerucut, cairan bening sudah menggenang di pelupuk matanya.
"Oke aku minta maaf ... " Erick memeluk kedua lengan wanita itu. "Jangan menangis, aku berjanji akan menemanimu seharian penuh."
"Benarkah? kemana pun aku pergi?"
Mengesah singkat, Erick mengangguk. "Ya."
"Tapi dengan wajah gembira. Jangan kusut seperti itu."
Lenggang sejenak, Erick hanya menatapnya, Clarissa mendelik lagi.
"Aku ingin kau tersenyum," kata Clarissa.
Mau tak mau Erick menuruti, perlahan mengangkat kedua sudut bibirnya hingga membentuk lengkungan manis.
Clarissa bersorak, " begini terlihat lebih bagus. Sekarang beruang kutub ini jadi lebih baik jika tersenyum."
Lalu mereka melanjutkan perjalanan ke tiap sudut tempat perbelanjaan lainnya.
...***...
Elena sudah mendapatkan surat pemberhentian dirinya, dengan perasaan sedih ia mengusap tempat di mana Erick membubuhkan tanda tangan nya di kertas pemberhentian itu. Kemarin saat ia mengambil sisa barang di mejanya, Elena sangat ingin bertemu dengan Erick, tapi sekarang tidak lagi mudah untuk nya bertemu dengan tuan muda Davidson itu, harus ada prosedur ketat karena ia bukan lagi bagian dari perusahaan. Padahal Elena ingin sekali membicarakan tentang Erick yang menjadi donatur dan soal pria itu yang membiayai pendidikan nya.
Ada apa dengan ku? kenapa rasanya sangat sakit setelah mengetahui semua fakta ini?
"Elena." seseorang menyapa, menepuk pundaknya dari belakang, sontak Elena menoleh ada Bagas yang kini tersenyum padanya.
"Jadi fitting baju pengantin untuk pernikahan kita nanti?"
Ah ya benar, Elena hampir lupa hari ini ia sudah berjanji dengan Bagas untuk memilih seragam pengantin mereka.
Elena mengangguk, tanpa sengaja mengusap sudut netranya yang berair.
"Baiklah, aku siap- siap dulu."
***
Sebelum mereka ke butik yang akan di kunjung, Elena dan Bagas mampir ke sebuah cafe untuk sekedar mengganjal perut. Keduanya sudah memasuki area cafe yang terlihat sejuk itu.
Sementara Erick dan Clarissa pun kini sedang berada di depan meja barista, menunggu pesanan coffe mereka.
Elena menajamkan mata ketika melihat punggung seseorang yang selalu ia kenali. Bagas terkejut ketika Elena sudah tak ada di sampingnya lalu mengikuti langkah gadis itu.
Setelah mendekati pria yang tak salah lagi ia sangat kenali, Elena menepuk pundaknya sekilas hingga pria itu berbalik.
"Pak Erick ... " panggil Elena pelan.
Pria itu terperangah, menatapnya. "Elena ... "
***
Tanpa sadar keduanya menepi dari ramainya orang yang mengantri, Bagas yang tadinya hendak menggapai Elena urung mendekati gadis itu, entah kenapa ia merasa ia harus menjauh dulu setelah melihat Elena bersama pria yang sangat Bagas tahu adalah mantan atasan gadis itu. Sementara Clarissa pun tak menyadari jika Erick sudah tak berada di sampingnya karena sibuk berbicara dengan manager nya di telepon.
"Jadi benar selama ini pak Erick yang menjadi donatur terbesar di panti asuhan dan yang membiayai pendidikan saya selama ini adalah bapak?"
"Darimana kau mengetahui itu?" tanya Erick, tertegun.
"Tidak penting saya mengetahui dari mana, pak." Elena menjawab dengan tatapan nanar.
"Kenapa pak Erick melakukan ini semua? bapak membiayai seluruh hidup saya dan mempermudah saya mendapat pekerjaan."
"Kenapa pak?"
"Jangan membuat saya semakin merasa bersalah."
Ungkap Elena, namun hanya bisa ia ucapkan dalam hati.
Erick terkesima, perlahan tatapan matanya meredup ia menatap begitu lembut. "Tak ada alasan untuk cinta Elena. Hanya itu yang bisa saya katakan."
"Kau tahu mungkin ini lah satu-satunya hal yang harus kau tahu dari ku. Aku sudah mencintai mu sejak pandangan pertama. Jangan tanyakan kenapa aku mencintaimu. Karena aku tak bisa menjawabnya. Aku hanya ingin kau bahagia itu saja," Ujar Erick. Nada bicara pria itu sudah tak menunjukkan jika dia adalah atasan Elena.
"Jangan membuat saya merasa bersalah karena menolak bapak." akhirnya kata itu Elena ucapkan. Ada sesak yang di rasakannya kini mengihimpit dada. Tak pernah ia mengira akan ada seseorang yang begitu mencintainya hingga seperti ini.
"Jangan menangis ... aku tak ingin melihat mu menangis." spontanitas, jemari kokoh Erick mengusap pipi Elena yang basah.
"Mungkin memang sudah seperti inilah akhirnya, kau berada di jalan mu dan aku berjalan di jalan ku ... " entah kenapa suasana menjadi lebih menyakitkan untuk keduanya sekarang.
Apakah kini Elena sudah menyadari jika cintanya ternyata ada untuk Erick?
"Aku hanya ingin kau tahu satu hal. Jika kau masih tidak mempercayai cinta. Cukup ingat ini, bahwa ada seorang pria yang sangat mencintai mu bahkan rela mengorbankan hidupnya untuk mu."