Lily Valencia seorang wanita yang cantik, yang mengandung dan membesarkan seorang anak seorang diri, tanpa tahu siapa yang menghamilinya.
Kehidupan yang keras ia lalui bersama Adam, putranya. Setelah Lily diusir karena di anggap aib oleh keluarganya.
Setelah Empat tahun berlalu, pria itu datang dan mengaku sebagai ayah biologis Adam.
"Dia anakku, kau tidak berhak memisahkan kami!"
"Dia lahir dari benih yang aku tanamkan di rahimmu. Suka atau tidak, Adam juga anakku!"
Lily tidak tahu seberapa besar bahaya yang akan mengancam hidupnya, jika ia bersama pria ini. Kehidupannya tak lagi bisa damai setelah ia bertemu dengan ayah dari anaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertanyaan Aric
Aric duduk di teras penginapannya. Menikmati keindahan pantai dari kejauhan, ia tidak bisa menemani Adam bermain seperti kemarin, atau lebih tepatnya di larang oleh sang istri.
Aric merasa tidak ada yang serius dengan luka di lengannya. Ia masih bisa beraktivitas seperti biasa, tetapi tidak bagi Lily, wanita itu melarang Aric melakukan apapun kecuali urusan kamar mandi tentunya.
Ia hanya mengizinkan suaminya berdiam di penginapan, dan meminta Ayu untuk menjaga Adam.
"Kenapa lama? Aku udah kangen lho," rengek Aric pada Lily yang baru saja kembali dari dalam kamar.
"Lama apa? Nggak ada 10 menit, nggak usah lebay deh," ketus Lily.
Wanita itu berjalan di melewati Aric, ia hendak duduk di kursi. Namun, secepat kilat Aric menarik tangan Lily, hingga wanita itu jatuh ke pangkuannya.
"Jangan macam-macam, kau sedang sakit." Lily berusaha memberontak, tapi tangan kiri Aric memeluk pinggangnya dengan erat.
"Mana ada ada macam-macam, satu macam aja." Aric menengelamkan wajahnya di ceruk leher Lily.
"Lepas." Lily masih berusaha untuk bangkit dari pangkuan sang suami.
"Sebentar saja, biarkan orang sakit ini bermanja," pinta Aric dengan sangat.
Lily menghela nafas panjang, ia memiliki diam dan membiarkan Aric bersandar di bahunya. Aroma Lily sungguh menenangkan bagi Aric, jika bisa ia ingin selamanya seperti ini. Tanpa harus memikirkan apapun, tanpa harus mempedulikan carut marut dunia. Namun, kenyataan berkata lain, ribuan orang masih bergantung padanya, mereka semua bergantung pada kepemipinannya.
"Apa kau ingat kapan pertama kali kita bertemu?" tanya Aric tiba-tiba.
Sebuah pertanyaan yang membuat satu kerutan muncul di kening istrinya.
"Pertama kali, tentu saja hari di mana kau datang bertamu ke rumahku, dan mengaku sebagai Ayah biologi Adam."
"Bagaimana dengan malam itu? waktu kita bersama di hotel."
"Aku tidak tahu apa itu termasuk pertemuan pertama, mungkin iya mungkin juga tidak. Aku sama sekali tidak mengingat wajahmu, apa kau mengingatku?" Lily sedikit mengeser duduknya agar bisa menoleh ke belakang.
Aric menggelengkan kepalanya. "Malam itu aku terlalu mabuk, aku juga tidak mengingatmu dengan jelas. Maaf." Aric mengangkat kepala mengecup kening istrinya cukup lama.
Aric mengeser kaki sang istri, kini Lily duduk menyamping, membuat Aric dengan leluasa bisa memeluk Lily, wanita itu pun menyandar kepalanya di dada bidang Aric, hingga Lily bisa mendengar detak jantung Aric dengan jelas.
Dia merenggut kehormatan ku, menghancurkan hidupku yang damai, membuatku terhina dan ingin merebut Adam dariku, tapi kenapa? Aku merasa sangat aman dalam pelukannya.
"Maafkan aku, aku tau kau sudah melalui banyak hal selama ini. Malam itu aku benar-benar kacau, hingga membuat kesalahan. Tapi, jika waktu bisa diulang aku akan tetap melakukannya. Tentu saja dengan cara yang berbeda, aku ingin menemukanmu secepatnya dan menjadikan dirimu milikku seutuhnya."
Apa yang di ucapkan Aric tak sepenuhnya di mengerti oleh Lily. Menemukan dia lebih cepat? Apa maksudnya itu? Apa Aric sengaja menidurinya malam itu?
Lily menarik wajahnya menjauh, ia menatap Aric dengan penuh tanya. Pria itu mengerti arti tatapan istrinya, tetapi Aric ingin Lily ingat dengan sendirinya. Sebuah sejarah manis antara mereka.
"Apa kau sengaja meniduriku malam itu? Kau tidak benar-benar mabuk kan?" Lily menatap tajam pada Aric.
Aric terkekeh, ia mencubit gemas hidung mungil Lily.
"Jika aku sengaja melakukannya malam itu. Aku tidak akan melepaskan mu, aku akan mengikatmu agar terus bersamaku."
Lily menggelengkan kepalanya. " Aku semakin tidak mengerti dengan ucapanmu."
"Kalau tidak mengerti nggak usah tanya, kau akan tahu suatu hari nanti. Sekarang ada yang lebih penting dari itu."
"Apa?"
Aric mendekatkan wajahnya hingga bibirnya menempel di telinga Lily.
"Apa kau tidak merasakan teman kecilku?"
Mata Lily membulat sempurna. Ternyata sendari tadi itulah yang membuat Lily tidak begitu nyaman duduk di pangkuan Aric.
"Kau, tanganmu masih sakit," tolak Lily halus.
"Yang sakit tanganku, bukan teman kecilku."
Aric menurunkan Lily dari pangkuanku, Pria itu sedikit berjongkok lalu mengangkat Lily seperti karung beras diatas bahunya. Lily memekik saat tubuhnya serasa melayang sejenak.
"Aric turunkan Aku!" Lily memukul-mukul punggung Aric.
"Panggil aku Suamiku."
"Nggak mau!"
"Kalau begitu aku tidak akan menurun mu." Aric dengan sengaja memutar-mutar tubuh Lily.
Lily memekik ketakutan, ia takut jatuh.
"Iya Iya baik, Su- Suamiku!"
Aric tersenyum puas, ia berjalan masuk lalu menutup pintu kamar dengan satu tendangan.
"Kau janji akan menurunkan aku!" teriak Lily kesal. Kepalanya sudah terasa pusing.
"Tentu saja aku akan menurunkan mu di ranjang kita."
"Aric!!"
lucunya liat anne yang masih kecil tapi dah nurut ke adam apa mereka bakal berjodoh