"Mas kamu sudah pulang?" tanya itu sudah menjadi hal wajib ketika lelaki itu pulang dari mengajar.
Senyum wanita itu tak tersambut. Lelaki yang disambutnya dengan senyum manis justru pergi melewatinya begitu saja.
"Mas, tadi..."
Ucapan wanita itu terhenti mendapati tatapan mata tajam suaminya.
"Demi Allah aku lelah dengan semua ini. Bisakah barang sejenak kamu dan Ilyas pulang kerumah Abah."
Dinar tertegun mendengar ucapan suaminya.
Bukankah selama ini pernikahan mereka baik-baik saja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Yunus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kalah lagi.
Troy menemani Umi Zalianty menunggu Hassan yang bicara dengan Kiai Ahmad Sulaiman. Troy juga menyemangati Umi Zalianty untuk berpikir positif agar beliau tidak terlalu tegang.
"Jangan tersinggung dengan apapun yang nanti akan suamiku katakan pada Hassan. Percayalah beliau hanya sedang marah saat ini. Umi Zalianty sengaja mengatakannya agar Troy bisa mengantisipasi nakal seperti apa situasi mereka.
" Ya, aku mengerti. Saudaraku terlalu cepat mengambil keputusan. Itu pasti mengejutkan. " ujar Troy. Padahal dia sendiri juga terkejut saat mengetahui kembarannya itu baru menikah seminggu yang lalu dan langsung meminta pisah begitu saja.
Umi Zalianty bisa merasakan ketulusan Troy pada Hassan. Mungkin karena mereka kembar jadi perasaan mereka saling terkait.
Kiai Ahmad Sulaiman, marah. Ketika tahu Hassan memilih melepaskan keluarga barunya.
Ia tak menyangka Hassan sampai pada titik itu mencintai seseorang. Seseorang yang bahkan belum bisa dipastikan akan kembali untuk mereka atau tidak.
Kiai Ahmad Sulaiman kecewa, karena Hassan terlalu gegabah dalam memutuskan jalan hidupnya. Ia khawatir Hassan akan sampai pada kenestapaan ketika nanti takdir tak berpihak untuknya.
"Allah ya Karim." Umi Zalianty yang tidak tahu tentang perasaan Hassan pada Dinar terpengkur ketika suaminya memberi tahu perasaan Hassan yang sebenarnya.
Tentunya setelah suaminya lebih dulu meminta Hassan pulang.
Bagaimana semua luput dari pengawasannya? Selama ini putranya tampak wajar.
Kiai Ahmad Sulaiman juga langsung menghubungi Sahabatnya, Ustadz Salim. Beliau menyampaikan beribu maaf atas tindakan Hassan. Keluarga besar Ustadz Salim memang tidak terima tapi keluarga inti memaklumi dan memaafkan Hassan.
Apa yang terjadi juga sudah kehendak Allah, mereka menerima. Ning Risma juga sudah legowo, secara gamblang Ustadz Salim menuturkan kalau hari dimana Hassan satu Minggu di rumah sakit, pada hari ke tiga ada laki-laki yang mengkhitbah putrinya. Keluarga si pria belum tahu mengenai pernikahan siri Ning Risma dan Hassan. Maklum acara hanya dihadiri oleh keluarga dan beberapa tetangga, rencana resepsi masih di cari hari baik, sembari mengesahkan pernikahan mereka secara hukum.
*******
Hassan belum berani menemui Kiai Ahmad Sulaiman, sejak hari dimana abahnya murka, tapi Hassan tidak mau lagi membohongi diri, jika nanti pun dia di dahului oleh malaikat izrail, tak mengapa, itu tandanya ia bukan orang yang baik untuk Dinar.
Kini sudah hari ke dua puluh Irham meninggal dunia, selama itu pula Bapak dan ibunya di boyong oleh Kiai Ahmad Sulaiman ke rumah beliau di Jombang. Meskipun kini Irham sudah tidak ada, tapi hubungan mereka tidak boleh putus.
Bapak Irham seorang petani. Pastinya tidak mudah untuk menerima kenyataan putranya di panggil begitu cepat. Beliau jatuh tak sadarkan diri di sawah saat tetangganya memberi tahu kematian Irham. Untuk itu Kiai Ahmad Sulaiman memilih memboyong besan nya untuk tinggal di rumahnya yang berada di Jombang, setidaknya sampai empat puluh hari Irham nanti.
Sejak dua puluh hari terakhir, Kiai Ahmad Sulaiman dan Umi Zalianty pulang ke rumah beberapa kali. Sejak Hassan mengakui perasaannya, sejak itu pula Umi Zalianty membatasi kunjungan Hassan. Dan waktu begitu cepat berlalu.
Kini sudah hampir empat bulan, Dinar memejamkan mata. Belum ada perubahan berarti selain jemari perempuan itu yang sempat bergerak beberapa kali.
Hari ini Hassan di izinkan kembali mengunjungi Dinar, Sudah tidak terhitung jumlahnya air mata serta doa yang mengalir dan mengalun dari bibirnya.
Dokter mengatakan kondisi Dinar menurun tiga hari ini, bahkan Hassan mendengar percakapan Abah dan Uminya jika mereka berencana mencabut alat penopang hidup untuk Dinar. Dengan alasan tidak tega melihat penderitaan putrinya.
Meski Hassan mampu membayar alat penopang hidup itu untuk Dinar. Tapi Hassan sadar di bukan siapa-siapa.
Setelah siap dengan pakaian steril yang disiapkan oleh pihak rumah sakit. Hassan masuk melihat kondisi Dinar.
"Tak apa jika kita tak bisa bersama, asal kamu masih bisa ku lihat di dunia ini, aku ikhlas." ucap Hassan ketika hampir dua menit duduk mengamati wanita yang sangat di cintainya.
"Mungkin ini terakhir kali aku bisa memandang mu sepuas ini, esok atau nanti aku tak yakin mendapat izin dari Abah dan Umi." Hassan menjeda ucapannya. "Dinar....Abang mencintaimu." Isak rendah itu tidak dapat Hassan bendung.
Hari ini Hassan akan berangkat ke Jombang. Laki-laki yang dulu bersikeras ingin menjadi pengacara itu kini suka rela mengurus pesantren.
Tidak ada lagi Irham, tidak ada lagi Dinar. Bahkan penerus mereka yang istimewa telah kembali kepangkuan Nya.
Demi Abah dan Umi, demi cintanya pada Dinar Hassan tidak lagi perduli dengan cita-citanya.
Hubungannya dengan keluarga Sanjaya baik, tapi perbedaan keyakinan membuat sedikit berjarak. Troy kerap mengunjunginya ketika ada pekerjaan di Jakarta. Bersyukur Troy berkesempatan untuk mengejar cita-citanya. Terakhir yang Hassan dengar, orang tuanya memberi syarat pada saudaranya.
"Abang pergi Dinar, bawalah cinta Abang bersamamu jika kamu memang lelah." Hassan berdiri membasahi bibirnya yang kering. Kemudian Hassan mengusap wajahnya menghilangkan jejak air mata di sana. Lalu setelahnya benar-benar melangkah pergi.
********
Hassan melangkah gontai memasuki rumah keluarga Dinar.
Ini hari ketiga ia pulang setelah sebelumnya sempat ke kota Surabaya mengisi acara kajian di tiga masjid. Malam ini baru pulang setelah mampir untuk melihat keadaan pondok.
Saat memasuki ruang keluarga dia mengerutkan keningnya ketika melihat ke atas dan menemukan pintu kamarnya terbuka. Seingatnya kamar miliknya selalu tertutup meskipun ia berada di rumah.
Hassan gegas naik ke lantai dua, penghuni rumah juga tidak tampak sama sekali, karena pasti Abah dan Umi Zalianty berada di rumah sakit di Jakarta.
"Yah, kependekan." Suara itu seketika menghentikan langkahnya. Jantung yang berdebar kencang karena rasa curiga kini gejolaknya berubah menjadi rasa penasaran.
"Tapi lebih bagus dari pada yang tadi." suara itu lebih jelas.
Hassan semakin mendekat ke arah pintu, langkahnya dibuat se pelan mungkin agar siapapun yang di dalam sana tak menyadari ke datangannya.
Tapi saat kepalanya baru saja melongok ke dalam kamarnya Hassan dikejutkan dengan sosok wanita tanpa hijab memakai pakaiannya.
Hassan mematung di tempatnya berdiri. Dari belakang tubuh wanita itu familiar. Tapi siapa yang tidak berhijab di rumah ini?
Jikapun keluarga Irham, Hassan sudah mengenal semuanya, dan Irham tidak punya adik perempuan. Kalaupun pembantu baru, bagaimana bisa lancang memasuki kamarnya.
Tebakan-tebakan itu langsung hilang manakala suara uminya terdengar dari arah kamar mandi kamarnya.
"Hassan, kamu pulang, Nak?"
Wanita yang memakai pakaiannya itu ikut menoleh ke arah pintu. Dan betapa terkejutnya Hassan melihat siapa sosok tak berhijab yang memunggunginya.
"U- Umi..." bata Hassan. Wanita yang ternyata Dinar itu hanya melihatnya sekilas tanpa sapaan atau ekspresi apapun.
"Sudah dapat bajunya, Nak?" terlebih dahulu Umi Zalianty menghampiri Dinar sebelum pada Hassan.
"Apa yang terjadi, Umi?" tanya Hassan ketika Umi Zalianty menariknya menjauh.
"Dinar kehilangan seluruh ingatannya, dia tidak mengingat apapun dan siapapun, bahkan dokter tidak memperbolehkan siapapun untuk mengorek memorinya. Hassan, Dinar tidak bisa hidup di lingkungan sekitar, akan ada orang yang menanyakan ini dan itu padanya, di rumah sakit Dinar selaku pingsan saat diminta mengingat sesuatu." jelas Umi Zalianty disertai derai air mata.
"Jadi?" Hassan gamang.
"Kamu kelola pesantren Al-Hasan, Abah dan Umi akan membawa Dinar ketempat yang tidak pernah mengingatkan Dinar pada masa lalunya."
"Bagaimana dengan perasaan Hassan, Umi?" tanya Hassan pilu.
"Kamu tidak bisa menikahi Dinar yang seperti kertas kosong, Hassan."
"Tapi, Umi.."
"Masih banyak wanita diluar saya yang jauh lebih sempurna dari Dinar, meskipun Umi mengenalmu sebagai pria yang baik, tapi Umi tidak bisa melepaskan Dinar disaat dia seperti itu."
"Mah, aku capek!" Hassan yang hendak membuka mulutnya, urung ketika suara Dinar menggema.
Umi Zalianty mengelus rambut Hassan, sebelum meninggalkannya menghampiri Dinar yang langsung dipindahkan ke kursi roda.
"Aku mau tidur disini aja, Ma. Kamarnya nggak banyak warna, aku suka." suara Dinar kembali terdengar.
Hassan tersenyum simpul. Mengapa kata-kata ku kau catat wahai Malaikat?? "Tak apa jika kita tak bisa bersama, asal kamu masih bisa ku lihat di dunia ini, aku ikhlas." Hassan bergumam lirih seraya tersenyum ironis.