Bagaimana rasanya tinggal seatap dengan mantan istri, tapi dengan status yang berbeda?
Sisa trauma pengkhianatan sang Istri membawa Bara bertemu Rea, gadis yang menurutnya sangat manis dalam hal apapun. Namun, Bara harus kembali menelan kekesalan saat mamanya bersikeras kembali menjodohkannya?
SEASON 2
Pengkhianatan Galen di malam sebelum pernikahan membuat Alesya Damara Alnav trauma. Video 19 detik membuat geger dan menghantam habis cintanya, hingga seorang duda menawarkan diri menjadi pengantin pengganti Galen untuk Alesya.
Akankah pernikahan mereka bahagia? Bagaimana cara Abberico Reivander mengobati luka hati seorang Alesya? sedang sifat sama-sama dingin membuat keduanya tersekat jarak meski raga berdampingan.
Happy Reading💕
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mimah e Gibran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Setelah memastikan Rea masuk, Bara keluar mobil dan berpindah posisi di samping kemudi, ia meminta Tama untuk pindah ke depan dan memegang kemudi mobil. Hal sesimple itu bahkan mengundang perhatian para mahasiswa kampus yang terkejut dengan wajah tampan Bara dan Tama.
"Gila sih ini, om-om juga dia keren. Lebih keren dari pacarnya Rea." Letha tampak histeris, berbeda dengan Rara yang biasa saja karena menurutnya bagaimanapun tampannya Bara, ia tetaplah om-om.
Mobil Bara akhirnya meninggalkan kampus Rea dengan kecepatan sedang. Tama masih diam, ia enggan mengajak ngobrol Bara lebih dulu.
"Tam?"
"Hm." jawab Tama dingin, ia semakin mempercepat laju mobil.
"Cuma ngetes," ujar Bara yang disambut kekesalan Tama yang menjadi.
"Awas aja kau, Ra. Jangan terus menindasku, karma tak semanis kurma."
Bara terbahak, "kata siapa?"
"Kataku lah," ujar Tama tetap fokus ke depan. Bara tiba-tiba diam, bahkan saat mobilnya sampai di depan lobi kantor ia masih tetap diam.
"Turun, atau kau yang parkir?" tanya Tama.
Seketika Bara turun, dan langsung meninggalkan Tama dengan wajah sebal.
"Ra..."
Bara menoleh, ia melihat Papa Aron berjalan cepat ke arahnya.
"Ya, Pa?"
Aron menepuk pelan pundak Bara, lantas mengajaknya masuk lift sama-sama.
"Pulanglah ke rumah." pinta Aron.
"Apa papa bisa mengatasi mama, jika aku pulang ke rumah? Pa, aku nggak mau dijodoh-jodohin lagi."
"Kamu meremehkan papamu, Bara? Pulanglah, dan bawa dia menemui kami. Kamu tidak akan tahu hasilnya kalau tidak mencobanya," ujar Aron. Perbincangan Ayah dan Anak itu masih berlanjut di dalam lift.
"Bukan meremehkan, Pa. Tapi, biasanya kelemahan laki-laki itu ada pada wanita. Bisa aja kan, Papa gak jadi bantu Bara karena takut mama mengancam dan meminta Papa tidur di luar..." Bara menjeda ucapannya.
"Aku akan bawa Rea nanti, tapi dia bukan gadis yang mudah diajak menikah, usianya bahkan masih jauh dariku, Pa." sambungnya lagi.
"Kau lebih menyukai gadis remaja, Ra? ketimbang mantan istrimu?"
Bara mengikuti Aron ke dalam ruangannya, ia menghempas tubuh di sofa lalu menyandarkan punggungnya.
"Najira ya, Pa? Aku sama Najira emang sayang banget, tapi aku juga gak bisa mendefinisikan itu cinta apa bukan."
Aron mengangguk, tangannya mengusap rahang sambil meneliti wajah Bara. Putra semata wayangnya itu wajahnya tampak lebih cerah dari sebelum-sebelumnya, dan Aron yakin ini pasti karena pengaruh gadis itu.
"Aku balik ke ruangan, Pa." pamit Bara.
"Hm, ya. Pulanglah nanti sore walau tak menginap." pinta Aron sekali lagi, dan Bara hanya bisa mengangguk mengiyakan.
***
Siangnya, di waktu istirahat Bara sibuk melihat layar ponselnya. Beruntung, ia tahu kalau Rea sudah memiliki ponsel baru, dan diam-diam ia sempat memakai ponsel Rea untuk menyimpan nomornya.
"Dia lagi apa ya?" gumamnya. Tama sudah berulang kali mengetuk pintu akan tetapi nihil tak ada jawaban dari Bara membuatnya langsung masuk begitu saja.
"Makan siangmu, Ra." kembali mengatupkan mulut sambil menggelengkan kepala melihat Bara memainkan ponsel sambil tersenyum sendiri.
"Orang bucin lebih mengerikan dari pada kerasukan setan." Tama berujar seraya meletakkan box makanan di meja Bara.
"Siapa yang bucin, heh! Aku cuma sedang berkabar dengan Rea."
"Kau bahkan selalu mengabaikan panggilan Najira selama bekerja, kenapa sekarang kau begitu antusias hanya karena berkirim pesan dengan Rea?" tanya Tama yang tahu betul tabiat Bara.
"Aku hanya tidak ingin mengulang kesalahan yang sama." jawab Bara.
"Kau benar-benar menyukai gadis itu?"
Bara mengangguk, "mungkin iya."
"Ck! jawabanmu terlihat ambigu. Makanlah, bucin juga butuh tenaga kali sewaktu-waktu patah hati lagi," ucap Tama seraya melangkah hendak keluar.
Bara memutar bola matanya malas, "ucapannya udah mirip pakar cinta, ck!"
**
"Hai, Re?" Sapa Bara di sambungan video call, gadis itu terlihat tengah makan di kantin bersama teman-temannya.
"Hai, Mas. Udah makan?" tanya Rea sambil melepar senyum, Bara menangkapnya dengan tangan seolah senyum Rea benar-benar sampai di hadapannya, di dekatnya.
"Ehm... Ehm..." Amy berdehem melihat tingkah temannya. Rea tak biasanya bersikap semanis itu pada laki-laki.
"Ini, mau makan. Kamu mau? kalau mau aku suapin."
"Ih, malu." jawab Rea dengan pipi bersemu merah.
"Oh ya, Mas. Aku pulang ke kosan ya? kita LDR dulu." goda Rea.
"Iuwwwhhh, udah kayak pasutri penganten baru, astaga." ledek Amel.
"Apapapaapanya dong, sue baru kali ini lihat Rea seseneng itu hanya karena di telepon di Om." Amy cekikikan.
"Apaan sih kalian, gajelas." Cibir Rea akan tetapi dengan bahasa wajah memalu.
"Pulang ke kos, ya?" tanya Bara.
"Iya, Amy sama Amel ngajak pesta baju tidur."
"Hah? Rea, kamu gak aneh-aneh kan?"
"Nggak, Mas. Pokoknya ini tuh gak seperti yang kamu pikirkan, dah ya. Aku mau lanjut istirahat keburu habis jamnya cuma buat video call kamu doang."
"Oh, oke. Aku juga nanti pulang ke rumah Papa, Re."
"Yak, berasa LDR beneran ya?" goda Rea.
"Kenapa, takut kangen ya?" tanya Bara.
"Enggak, kan tiap hari ketemu." Mendadak Rea jadi salah tingkah.
"Kamu nggak tau aja, kalau kangen terciptakan bukan karena jarak kita yang berjauhan."
"Terus karena apa?" tanya Rea.
"Karena perasaan. Aku merindukanmu bukan karena aku dan kamu jauh, Rea. Tapi, karena kamu udah ada di dalam hatiku."
Rea semakin tak bisa menyembunyikan rona merah di pipinya. Jelas sekali, pada dasarnya ia hanyalah wanita yang mudah meleleh jika mendapat rayuan, apalagi yang merayu adalah orang sedewasa Bara. Orang yang mungkin tidak akan menganggap wanita dan cinta adalah hal bercandaan.
"Mas, makin meleyot aku nih. Bisa-bisa gak konsen karena kamu."
"Kok aku?" tanya Bara, akan tetapi dengan senyum tegasnya yang menggoda.
"Udah, ahh. Aku tutup dulu, Mas. Masih ada kelas habis ini."
"Yaudah, semangat Rea."
"He'em, dah Mas." Rea melambaikan tangan sebelum akhirnya memutuskan panggilan video call.
"Duh-duh, nyamuk mati seketika." gerutu Amel.
"Kenapa, Mel?" tanya Amy.
"Karena obatnya kebanyakan, astaga Rea yang pacaran aku yang baper sumpah! Kamu nemu cowok kayak gitu dimana sih, Re. Mau dong fotocopy-annya satu." Amel memasang ekspresi gemas.
"Danis lewat tuh," bisik Amy.
"Mana?" tanya Amel.
"Kalian otaknya perlu diberesin deh," gerutu Rea.
***
Sesuai rencana, setelah jam kuliah usai Rea pulang ke kos-kosannya. Dan untuk merayakan kebersamaan mereka, Amel berinisiatif mengajak Amy dan Rea pesta baju tidur dan akan tidur satu kamar malam ini.
"Astaga Rea, kenapa kau pakai piyama coba? Lihat kita?"
Rea yang masuk kamar Amel pun dibuat terkejut dengan pakaian tidur yang dikenakan sahabatnya.
"Astaga, gak gitu juga konsepnya bambang! Kalian mau aku keluar kamar kos langsung pakai baju kayak gitu?"
"Hahahah." Amy dan Amel kompak terbahak.
Sementara di kediaman Aron, Bara lagi-lagi dibuat kesal oleh mamanya yang ternyata mengundang seorang gadis ikut makan malam bersama.
"Ra, kenalin dia Alea. Mama sengaja mengundangnya datang agar lebih dekat sama kamu!" kata Rosa dengan senyum lebar.
Bara menghela napas, ia menatap papanya yang hanya memberi respon mengedikkan bahu, sungguh menyebalkan!
"Hm, Bara." Jawab Bara tanpa mengulurkan tangan bahkan menatap ke arah Alea yang sedang mengulurkan tangan ke arahnya.
Pke alesan krn di sayang ibunya bara, trs pa korelasinya? Dasar laki2 lemah yah gini..
Yah lampiasin lah ke binik kamu atau selingkuh an nya kok mlh ke orang lain..