Bagaimana rasanya tinggal seatap dengan mantan istri, tapi dengan status yang berbeda?
Sisa trauma pengkhianatan sang Istri membawa Bara bertemu Rea, gadis yang menurutnya sangat manis dalam hal apapun. Namun, Bara harus kembali menelan kekesalan saat mamanya bersikeras kembali menjodohkannya?
SEASON 2
Pengkhianatan Galen di malam sebelum pernikahan membuat Alesya Damara Alnav trauma. Video 19 detik membuat geger dan menghantam habis cintanya, hingga seorang duda menawarkan diri menjadi pengantin pengganti Galen untuk Alesya.
Akankah pernikahan mereka bahagia? Bagaimana cara Abberico Reivander mengobati luka hati seorang Alesya? sedang sifat sama-sama dingin membuat keduanya tersekat jarak meski raga berdampingan.
Happy Reading💕
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mimah e Gibran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Perjalanan membawamu
Bertemu denganku
Ku bertemu kamu
Sepertimu yang kucari
Konon aku juga
Seperti yang kau cari
Kukira kita asam dan garam
Dan kita bertemu di belanga
Kisah yang ternyata tak seindah itu
Kukira kita akan bersama
Begitu banyak yang sama
Latarmu dan latarku
Kukira takkan ada kendala
Kukira ini kan mudah
Kau aku jadi kita...
(Hati-hati di jalan, Tulus)
***
Rea masih tertunduk, ia bingung harus kembali kesana atau pergi diam-diam. Hingga di detik berikutnya gerimis mulai turun, membawa percikan air membasahi tubuh. Sama seperti tangis yang membasahi pipinya saat ini.
"Kau akan sakit jika terus berada disini, hujan semakin deras." Dimas menyodorkan sapu tangannya, ia tahu wanita di hadapannya saat ini adalah Rea meski dalam posisi menunduk.
"Terima kasih, tapi aku tak memerlukannya!" jawab Rea menolak, dengan bibir memaksa tersenyum.
"Aku sama sekali tak bermaksud apapun, berhentilah bercanda dengan diri sendiri dan ikut aku."
"Tidak akan, aku bisa sendiri." Rea bangkit, bersama dengan itu Bara datang dan bernapas lega telah menemukan Rea.
"Aku mencarimu, Re. Ayo, kita pulang." ajak Bara meraih tangan Rea, ia bahkan sempat melepas jass dan mengenakannya di tubuh Rea.
Deg.
Dimas mematung, dulu ia yang sering melakukan hal itu untuk Rea semasa sekolah, dan sekarang? laki-laki lain melakukan hal yang sama untuk Rea di hadapannya. dan itu sangat menyakitkan untuk Dimas kenang.
"Aku duluan, Dimas." Rea tak mengatakan apapun pada Bara, akan tetapi ia memutuskan ikut laki-laki itu.
"Aku mencarimu sedari tadi, kau membuatku khawatir Re. Aku takut kau pergi lagi." aku Bara dengan raut wajah serius.
"Aku hanya mencari angin."
"Kau akan masuk angin jika mencarinya, angin malam tak baik untuk tubuhmu." protes Bara.
"Aku hanya ingin sendiri," ucap Rea yang akhirnya membuat Bara menghentikan langkah kaki dan menatapnya lekat-lekat.
"Kenapa? apa aku melakukan kesalahan, tolong jawab Rea."
"Kenapa kamu tak berterus terang, Mas! soal siapa kamu sebenarnya?" tanya Rea.
"Kau tak pernah menanyakan apapun padaku. Rea, jika itu masalahnya tolong jangan bersikap seperti ini. Tentang siapa diriku, kelak kamu sendiri akan tahu, aku hanya ingin seorang wanita yang akan mendampingiku bukan karena tahu siapa aku, tapi karena ia benar-benar ingin mendampingiku sampai akhir." tegas Bara.
Rea terdiam, kenapa ia hanya memikirkan emosi sesaat dan bersikap kekanakan hanya karena ia tahu bahwa Bara bukan laki-laki biasa? sungguh childish sekali pemikirannya.
"Kamu benar, Mas. Hanya saja, aku syok dan merasa tak pantas berada di sisimu."
Bara menarik Rea ke dalam pelukan, tanpa basa basi.
"Kamu pantas, Rea. Kamu lebih pantas dari siapapun, kamu yang paling pantas sayang." aku Bara.
"Mas, kita akan basah kuyup jika terus berada disini."
"Gak papa, asal sama kamu. Rea, mungkin ini terlalu cepat buat kamu. Tapi, apa kamu percaya kalau aku sebenarnya sudah jatuh cinta sama kamu?" Bara menatap Rea lekat-lekat, kedua tangannya di atas kepala Rea agar gadis itu tak kehujanan.
"Mas, ayo berteduh dulu." Rea menggenggam tangan Bara kemudian menariknya menepi.
"Re, jawab dulu! Bagaimana dengan kamu?"
"Bagaimana apanya mas? apa aku harus cegah kamu buat nggak jatuh cinta sama aku?"
"Re, aku cinta sama kamu."
Deg!
Rea merasakan debaran jantungnya semakin cepat. Bara terlihat sangat tulus dan serius, tapi ia harus menjawab apa? haruskah Bara menuntut jawaban sekarang, Rea ingin sekali berguling-guling di kasur saja rasanya.
Senang, sedih, takut, nyaman, ia bahkan tak bisa berkata-kata saat jemari Bara menangkup pipi dan menatap matanya dengan damba dan harapan.
"Aku nggak tau harus jawab apa, Mas."
"Kamu cukup bilang iya."
Rea mengangguk.
"Makasih sayang, makin sayang sama Rea." Bara mendaratkan ciuman singkat di kening Rea lalu tersenyum lega.
Hari ini menjadi saksi pengakuan Bara atas perasaan yang mengusiknya selama ini, perasaan entah apa itu asalkan ada Rea ia sangat bahagia.
Tidak tahu, di jarak tak jauh dari mereka Dimas sedang menyaksikan adegan itu dengan pilu dan napas sesak.
"Boss? Boss apa yang mencium kening dan memeluk mesra di tempat sepi. Apa Mas Revan berusaha menutupi hubungan Rea di depanku?" batin Dimas.
Dimas mengepalkan tangannya, Rea bahkan tak mau memakai sapu tangan miliknya akan tetapi membiarkan seorang boss memeluk dan menciumnya, miris sekali.
"Apa sebegitu bencinya kamu sama aku, Rea? Kamu menutupinya dengan berusaha baik-baik saja, apa yang ingin kamu tunjukan? kamu bahagia tanpa aku? ini sangat menyakitkan Rea." Dimas membalikkan badannya lesu dengan tubuh yang basah. Sementara Rea dan Bara kini sudah kembali dan bertemu dengan Tama.
"Dimana Papa dan Mama, Tam?" tanya Bara begitu menyadari acara tlah selesai.
"Mereka balik duluan, Ra. Pak Aron nitip salam buat kamu supaya langsung pulang."
"Hm." jawab Bara.
"Kita langsung pulang ke Jakarta?" tanya Rea.
"Bukan, Rea. Langsung pulang itu, gak keluyuran kemana-mana, Papa aku selalu bilang begitu hampir setiap hari seolah aku ini masih anak kecil." jelas Bara.
"Hahaah, padahal kan Mas udah tua." Rea terbahak hingga membuat Bara cemberut, lagi-lagi Rea mengatainya tua, apa setua itu dirinya?
"Tam, apa aku keliatan tua?" tanya Bara.
"Nggak sih, Rea bercanda doang kamu diambil hati. Cepet tua beneran jadinya!" omel Tama.
"Iya, Mas. Aku hanya bercanda kamunya anggap serius." goda Rea.
"Aku selalu serius dalam hal apapun, Rea. Termasuk mencintaimu!" tegas Bara.
"Uhuk, jomblo bisa apa mak." rintih Tama dengan wajah mencelos.
"Hahahah.."
Bara pun akhirnya mengajak Rea pulang ke hotel. Karena sudah malam dan mereka basah kuyup alhasil Tama dibuat kerepotan.
"Lain kali, jangan ujan-ujanan lah kalau mau pacaran, kalian jadi pilek bersamaan gini siapa yang repot?"
"Justru karena aku sayang Rea, jadi pilek pun barengan, iyakan Re?" tanya Bara melirik Rea yang meringkuk di sampingnya dengan selimut yang membalut tubuh.
"Iya, Mas." jawab Rea yang lebih mirip gumaman.
"Ck!" Tama hanya berdecak, duduk di sofa menatap sebal ke arah mereka.
"Lima belas menit lagi, dokter akan sampai. Apa aku boleh kembali ke kamarku?" tanya Tama.
"Nanti, setelah dokter datang. Siapa yang akan merawat kami nanti?" ujar Bara membuat Tama darah tinggi, kalau bukan karena Bara penerus Alnav Group tempatnya menggali pundi-pundi rupiah mungkin ia tak akan sungkan memukulnya karena sebal.
"Jangan berlebihan astaga, kalian ini cuma pilek loh. Aku aja yang hipertensi kalian nggak perduli." kesal Tama.
"Kamu sakit, kalau sakit nanti sekalian diperiksa." santai Bara.
Seketika Tama terdiam dengan tubuh semakin lemas.
Pke alesan krn di sayang ibunya bara, trs pa korelasinya? Dasar laki2 lemah yah gini..
Yah lampiasin lah ke binik kamu atau selingkuh an nya kok mlh ke orang lain..