Hurt! Mommy

"Siapa dia?" batin laki-laki itu. Ia terus memperhatikan wanita yang tengah berada di atas atap tanpa ada rasa curiga di sekelilingnya.

Laki-laki itu mendekat, tanpa dia sadari. Kakinya menginjak ranting dan menimbulkan sebuah suara. Hingga wanita di atas atap itu menuju ke arah suara.

Duchess Alexsa turun dengan melompat, seakan tubuhnya sudah terbiasa dan mendarat secara sempurna. Kedua matanya menajam pada sebuah pohon di depannya. Ia mendekat dan tersenyum miring. Sebuah tanaman melilit pohon itu, semakin erat. Sehingga membuat orang mengerang.

Empat orang keluar dari tempat persembunyiannya dan siap menyerangnya dengan pedang yang berada di tangannya.

"Hentikan Nona, saya tidak bermaksud berbuat sesuatu."

Duchess Alexsa mundur, ke halaman yang cukup luas. Ia melepaskan lilitannya dan laki-laki itu terjatuh. Dia pun muncul di balik pohon itu.

Tangannya terkepal kuat melihat laki-lkai yang sangat ia benci, demi kasih sayangnya. Dia merendah, bahkan memohon. Berharap sekali ingin mendapatkan kasih sayangnya. Namun itu dulu dan sekarang tidak lagi.

"Maaf!" Sebuah kata muncul dari mulutnya dan membuat Duchess Alexsa semakin geram. Kedua tanaman muncul dari dalam tanah, batangnya semakin membesar, giginya runcing dan berwarna ungu.

"Saya tidak bermaksud mencelakai Nona." Laki-laki yang tak lain Marquess Ramon itu melangkah, ingin mendekat ke arah Duchess Alexsa dan Duchess Alexsa tidak mundur. Namun, ia mengeluarkan aura kebenciannya.

Marquess Ramon menghentikan langkahnya. Ia bingung dengan wanita di hadapannya. Sorot matanya seakan membencinya dan ia tidak tahu apa yang membuatnya benci dan menurutnya karena dirinya telah mengusiknya, pikirnya.

Marquess Ramon kembali melangkah dan seketika sebuah tanaman muncul. Hingga membuatnya berhenti. "Nona, saya tidak ingin mencelakai Nona. Saya berniat baik."

Baik apanya, selama ini Duchess Alexsa telah menjadi hidup tanpa keadilan batin sang Duchess.

"Aku tidak butuh kebaikan anda."

Marquess Ramon tak menanggapinya. "Apa anda keturunan dari Duke Aiken Wichilia?"

"Entah keturunannya atau tidak, bukan urusan anda." Sarkas Duchess Alexsa.

Sang Kesatria yang berada di belakang Marquess Ramon angkat bicara. "Nona, Tuan Marquess ingin berbicara baik-baik. Tolong Nona jangan salah paham."

"Dan aku tidak butuh bicara baik-baik."

Duchess Alexsa berbelok, Marquess Ramon memberikan kode pada bawahannya agar menghalangi jalan Duchess Alexsa. Tidak peduli dengan kekerasan atau tidak. Karena saat ini, ia butuh keturunan Duke Aiken.

"Jangan menghalangi ku, Tuan Marquess. Kalau anda tidak ingin menyesal."

"Maaf, kami harus menggunakan cara kasar. Agar Nona mau ikut dengan kami."

Duchess Alexsa berbalik. "Apa peliharaan anda sudah pergi. Sehingga anda mencari peliharaan lain?" tanya Duchess Alexsa. Tentu saja dia mengingat Alexsa yang dulu, yang menjadi peliharaan mereka.

"Nona, semenjak tadi perkataan anda melantur. Saya tidak mengerti dan kita baru bertemu. Apa Nona mengenal saya?"

Duchess Alexsa tertawa, tentu saja dia kenal bahkan sangat kenal. Baru beberapa menit yang lalu dia mendatangi rumahnya.

"Sangat kenal,"

Deg

Mendadak jantung Marquess Ramon seperti akan melompat.

"Tapi bohong, siapa yang tidak tahu Tuan Marquess yang memiliki kekuatan api merah. Namun sayang, Tuan Marquess yang tidak menghargai istri keduanya."

Sindiran keras itu membuat otak Marquess Ramon mendidih. Semua orang tidak berhak dan ikut campur dalam masalah keluarganya. "Jaga bicara anda, Nona. Mentang-mentang anda keturunan Duke Aiken dan saya tidak sungkan pada anda."

"Saya tidak takut dan jangan terlalu sungkan. Karena saya akan menyambutnya." Duchess Alexsa mengepalkan tangannya, giginya bergemalatuk. Dia mengarahkan tanaman di hadapan Marquess Ramon agar menyerangnya dan Marquess Ramon dengan sigap menarik pedangnya dari sarungnya, mengayunkannya hingga membuat tanaman itu terbelah.

Duchess Alexsa semakin geram, dia melihat sekelilingnya. Tanaman itu satu per satu muncul dari tanah. Menyerang para kesatria Marquess Ramon. Sedangkan tanaman lainnya menyerang Marquess Ramon.

Pedang tajam itu, dengan permata merah. Pedang itu mengeluarkan api dan mengayunkannya pada setiap tanaman yang menyerang. Duchess Alexsa mengeluarkan tanaman rambatnya yang berduri. Sebuah teriakan salah satu dari anak buah Marquess Ramon menyita mereka dan kesatria itu ambruk di tanah.