Jelita Sasongko putri satu satunya keluarga Dery Sasongko dipaksa menikah dengan Evan Nugraha pengawal pribadi ayahnya. Jelita harus menikahi Evan selama dua tahun atau seluruh harta ayahnya beralih ke panti asuhan. Demi ketidak relaan meninggalkan kehidupan mewah yang selama ini dia jalani dia setuju menikahi pengawal pribadi ayahnya. Ayahnya berharap selama kurun waktu dua tahun, putrinya akan mencintai Evan.
Akankah keinginan Dery Sasongko terwujud, bagaimana dengan cinta mati Jelita pada sosok Boy?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Titin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
part 26
(Sayang malam ini aku tidak pulang, Aku dan Kiara ada pekerjaa penting di kota B. Selama aku pergi jangan berpikir macam-macam, tidak akan terjadi apapun antara aku dan kiara. Maaf tidak menelponmu, aku takut tidak dapat restu darimu.) bunyi pesan Evan siang ini menjelang makan siang.
Evan sengaja menegaskan tentang Kiara agar Jelita tidak cemburu. Evan yang tau sikap Jelita terhadap Kiara, dia tak ingin menyulut api cemburu di hati istrinya.
Banyak kata yang ingin dia tulis sebagai jawaban, kenapa tidak bilang dari malam tadi. Ada hal penting apa bersama Kiara di kota B, dan masih banyak lagi. Tapi yang tertulis hanya beberapa kata saja.
(Iya, hati-hati dijalan.) balas Jelita singkat.
Menjelang resepsi pernikahan, Evan memang terlihat sangat sibuk dengan urusan prusahaan. Semenjak berita pernikahan mereka menyebar, urusan kantor memang tak lagi melibatkan Jelita, Evan mengambil Alih pekerjaan Sampai Sasongko benar-banar sembuh.
Mobil yang di tumpangi Evan dan kiara melaju kencang menyusuri jalan menuju kota B. Sebenarnya dia pergi kali ini bukan urusan kantor saja, tapi juga masalah penyerangan tempo hari.
Setelah menempuh perjalan cukup lama akhirnya mereka sampi ketujuan juga. Mobil Evan masuk kehalaman rumah bercat putih berlantai dua. Di sekitar rumah tampak beberapa pria berbadan kekar melakukan penjagaa.
Saat Evan dan Kiara keluar dari mobil mereka memberi salam dengan membungkukkan sedikit tubuh mereka.
"Selamat datang tuàn"
"Iya, kembalilah bekerja." sahut Evan, lalu melangkah masuk ke dalam rumah. Didalam rumah beberapa orangnya sudah menunggu di ruang tengah.
Ada lima orang yang menunggu diruangan itu, salah satunya adalah tamu penting dari kota C.
"Maaf membuat anda lama menunggu, aku harus menyelesaikan urusan di kantor pusat dulu baru bisa melakukan perjalanan ke kota B. semoga tuan bisa memaklumi keterlambatan kami." sapa Evan pada tamu penting mereka sembari menyalami tamunya.
Lelaki yang lebih tua dari Evan itu membalas salam Evan dengan ramah. Lelaki berwajah tampan bertubuh atletis itu adalah putra dari orang terkaya nomor dua di kota c.
"Saya sempat takut kalau tuan Alex tidak akan mau ikut campur dalam masalah ini." ujar Evan membuka percakapan.
"Aku bukan orang yang lupa budi baik seseorang, saudara Evan. Budi baikmu sampai matipun akan ku kenang. Oh ya, aku bawa oleh-oleh dari bunda untuk istrimu." sahut Alex sembari memberikan sesuatu pada Evan.
"Ternyata angin berhembus sangat kencang, berita pernikahanku sampai juga ke kota C." ucap Evan yang di sambut gelak tawa Alex.
"Itu karena saudara Evan dan nona muda Sasonglo yang menikah makanya angin berhembus kencang. Maka dari itu cepatlah mengadakan resepsi jangan tunggu lama-lama lagi."
"Masih dalam persiapan tuan, saat undangan kami layangkan kekota C. Kami berharap tuan Alex sudi luangkan waktu hadir diacara kami."
"Tentu saja, bunda bahkan sudah menyiapkan kado special untuk nona muda."
"Oh ya? Sampaikan erimakasih kami kepada nyonya, semoga beliau selalu sehat dan panjang umur."
"Amin, terimakasih Evan."
"Tuan sebelumnya saya minta maaf, telah lancang mengundang tuan datang kemari secara diam-diam. Kami melakukan itu untuk menjaga kebocoran informasi pihak luar. Saya harap tuan memakluminya." ujar Evan memulai membicarakan bisnisnya.
"Tidak apa, saya juga punya kepentingan yang sama di pertemuan ini," sahut Alex.
"Bawa kemari berkas yang kupinta siapkan tadi," pinta Evan pada orangnya.
Orang Evan menyerahkan map berwarna coklat pada Evan. Kemudian Evan membenyerahkannya pada Alex.
"Tuan Alex, ini adalah bukti kejahatan adik tuan Sasongko." jelas Evan.
Alek menerima map dari tangan Evan, meneliti isinya sesaat. "Kau mau aku mengancam Heru winata dengan bukti-bukti ini?" tanya Alex sembari menatap Evan dengan sorot mata tajam.
"Benar tuan, aku mau tuan gunakan itu untuk menekannya. Katakan padanya bahwa tuan telah memberikan bukti itu pada Sasongko." terang Evan lagi.
"Kenapa tidak melakuaknnya sendiri? Malah meminjam tanganku membalas dendam." selidik Alex.
"Ini bukan balas dendam tuan, aku hanya berniat menghentikan ambisinya menjatuhkan Sasongko. Istriku tidak memiliki saudara selain keluarga Heru, walau tidak mungkin akur tapi segidaknya tidak saling menikam. Tentang meminjam tangan tuan, itu aku lakukan agar Mereka tidak bertambah benci pada Sasongko. Akan beda hasilnya bila Sasongko yang mengancam. Dan juga bukankah tuan sedang mencari titik jelemahan Heru untuk menekannya." tutur Evan dengan penuh ketenangan.
"Haaa tidak salah Sasongko menjadikan mu menantu, kau bukan hanya lihai tapi juga punya nurani." puji Alex. Bukti ditangan Evan sudah cukup kuat untuk menghancurkan keluarga Suwito, salut Evan tidak melakukannya.
"Aku tidak sebaik itu tuan, aku masih punya toleransi karena mempertimbangkan istriku. Andai tidak memiliki sangkut paut dengan istriku. Aku tidak akan mengampuni mereka tuan."
"Kau ini memang suami sayang istri rupanya," ujar Alex sembari terbahak.
"Lalu aku dapat apa melakukan pekerjaan ini?" tanya Alex kembali serius.
"Kalau tuan melakukan sesuai rencanaku. Proyek danau bulan akan jadi milik tuan."
Alek tersenyum puas, dia menang banyak kali ini. Bisa menekan Heru dan memenangkan tender danau bulan.
"Baiklah aku setuju. Aku bisa pastikan, masalah Heru akan sesuai dengan keinginan mu."
"Kalau begitu kita sudah sepakat dengan kerja sama ini. Nanti malam datanglah ke hotel purnama kita tandatangi kontrak danau bulan disana."
"Baiklah, kalau begitu sampai bertemu di hotel purnama. Maaf tidak bisa menemani saudara Evan terlalau lama."
"Tidak apa tuan."
"Baiklah kalau begitu saya permisi dulu." ujarnya sembari beanjak bangkit. lalu pergi diantar oleh Evan dan Kiara.
"Kiara sudah kau siapkan berkas untuk pertemuan selanjutnya?" tanya Evan sembari mengutak atik ponselnya.
"Sudah, setengah jam lagi kita akan mengadakan pertemuan dengan pemegang saham proyek danau bulan." Jelas Kiara sembari memperhatikan Evan yang sibuk mengetik di layar ponselnya. Dia tau siapa yang dikirimi Evan pesan, sudah pasti Jelita.
"Pertemuan setengah jam lagi apa tidak sebaiknya kau istrahat Van?" ujar Kiara. Evan berhenti mengetik, lalu beralih pada Kiara. Dia tertegun hari ini Kiara tampil Beda, dia baru menyadari kalau kiara memakai riasan diwajah cantiknya.
"Tidak perlu, aku akan istrahat setelah rapat saja." jawab Evan, lalu kembali Focus pada layar ponselnya mengetik pesan buat Jelita.
Kiara menarik napas panjang, dunia Evan memang tak bisa dialihkan dari Jelita.
(Masih dikampus sayang?)
(Masih, aku ada tugas makalah yang masih belum selesai.)
(Jangan lupa makan siang.)
(Iya ini lagi makan sambil ngerjain tugas.)
Evan tersenyum saat Jelita mengiriminya foto dirinya sedang dikantin kampus dengan seambrek buku dan semangkuk bakso.
(Kenapa tidak makan nasi?)
(Lagi pengen makan bakso.)
(Pengen? Jangan-jangan lagi hamil?) Evan menambahkan emot pada kalimatnya.
(Iihh hamil apaan. Aku munum pil KB tau...) mata Evan terbelalak membaca pesan Jelita. Siapa yang suruh dia minum pil KB. Apa dia tidak ingin punya anak?
(Siapa suruh minum pil KB. Kamu gak mau punya anak darinaku?)
(Iiihh ngaco! ya maulah. Tapi belum waktunya, kamu mau anak kita di urus sama pembantu sementara aku sibuk kuliah.)
(Benar kareana alasan itu?)
(Ya iyalah, apa lagi!)
(Terus dari mana kamu dapat pil KB? Aku gak yakin kamu beli sendiri.)
(Kamu memang suamiku, tau segala hal. Aku dapat saran dari bibik, dia juga yang beliin pilnya.)
(Sudah kuduga. Sudah dulu ya, aku ada rapat.)
(Oke baiklah, jangan macem-macem disana ya sayang, cium hangat dari istrimu.) Jelita menambah emot pada kalimat terakhir. Evan tertawa pelan, baru setengah hari dia pergi hatinya sudah merasa rindu.
"Jangan khawatir, jiwa dan ragaku hanya untumu." bisik Evan sembari mengusap layar ponselnya, terpampang gambar Jelita disana.
Sementara Kiara memperhatikan tingkah Evan dengan dada terbakar cemburu. Ada dia disini kenapa hanya Jelita yang ada dipikirannya!
To be continuous.