Devano Hanoraga, pria dingin yang super rich, perfeksionis, berkuasa, dingin, tegas dan tak takut mati yang menjadi pengusaha hebat dan tak kenal ampun selalu menjadi incaran para wanita yang selalu ingin hidup mewah tanpa ingin bekerja keras.
Ia tak sengaja menolong gadis cantik yang bekerja di Bar milik sahabatnya sebagai pelayan untuk membiayai kuliahnya saat dirinya dijual untuk melunasi hutang judi Kakak tirinya.
Yesica Anastasya, gadis cantik yang terpaksa bekerja di Bar untuk membiayai kuliahnya dan juga untuk membiayai Ibu tirinya yang pemalas dan Kakak tirinya yang senang berjudi.
"Jadilah wanitaku maka aku akan melunasi hutang Kakakmu." Devano.
"Aku bersedia menjadi wanitamu asal kau izinkaan aku melanjutkan studyku." Yesica.
"Deal."
Bagaimana kisah mereka selanjutnya?
Apakah Devano akan jatuh hati hingga sejatuh-jatuhnya pada sugar Baby yang ia tolong dan selamatkan dari Ibu dan Kakak tirinya?
Follow:
Fb: Isti
Ig: istikomah50651
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Isti Shaburu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 19
Sepulang kuliah, benar saja Kris sudah menunggunya di tempat tadi Yesica turun.
“Gaes, aku pulang duluan yah. Sopir Tuan Vano sudah nunggu soalnya aku disuruh belanja, mulai hari ini yang bertugas masak aku,” pamit Yesica berdusta.
‘Maaf gaes, bukan maksudku membohongi kalian,’ batin Yesica merasa tak enak.
“Tak masalah kok, Yes. Sana pulang, kita juga mau pulang kok. Semangat dengan pekerjaan baru yah.” Vivi dan Luna memberikan semangat pada dirinya.
“Makasih yah, aku pulang duluan, bye.” Yesica pergi setelah berpamitan pada kedua sahabatnya.
Pada saat Yesica pergi dan sudah masuk ke dalam mobil, Riyan datang dengan mobil mewahnya.
“Hai Vi, Lun, Yesica masih kelas tidak yah?” sapa Riyan mencari Yesica.
“Yesica sudah pulang, Kak. Baru saja dia pulang,” sahut Luna ramah, sedangkan Vivi memasang wajah tak suka karena pria bernama Riyan itu selalu mengejar sahabatnya sampai Yesica terkadang tersiksa karena ingin menghindarinya selalu saja tak bisa.
“Kak Riyan, boleh aku mengatakan sesuatu?” tanya Vivi pada akhirnya membuka suara sebelum pria itu pergi.
“Ngomong ajah, gak perlu sungkan juga kali, Vi,” titah Riyan dengan senyum ramahnya.
“Kak, kalau bisa jangan ganggu Yesica lagi, karena dia bilang ke aku dia merasa tak nyaman dengan kehadiran Kak Riyan. Dia tak ingin perasaannya kecewa kala nanti sudah besar cinta yang dia rasakan tapi pada akhirnya keluarga Kak Riyan tak menerimanya karena Yesica yang berasal dari keluarga tak jelas dan juga bekerja di Bar. Aku harap Kak Riyan mengerti dengan apa yang kuucapkan,” ucap Vivi menyampaikan isi hati Yesica.
“Aku menyukainya, Vi. Masalah keluarga itu tak ada sangkut pautnya dengan perasaanku. Mereka tak bisa memaksaku untuk meninggalkan Vivi kelak. Ini hidupku, jadi aku bebas memilih siapa orang yang akan kujadikan pendamping hidupku.” Riyan meyakinkan sahabat Yesica kalau ia sangat mencintainya.
“Sebuah kalimat janji dan perkataan manis mudah untuk dikatakan, tapi kenyataannya pada akhirnya jika seorang anak harus memilih antara keluarga atau cintanya maka mereka akan memilih keluarganya dan membuang cintanya karena takut dicoret dari hak waris. Kehidupan kalian para orang kaya terkadang sangat rumit dan sulit untuk dipahami, keluarga mereka menginginkan hal yang terkadang sempurna dan memiliki kedudukan, tapi mereka lupa kalau selain kedudukan mereka juga membutuhkan cinta. Jangan menyiksa Yesica seperti ini, Kak. Jika keluargamu tak setuju nantinya, meski kau menerima dia apa adanya, dia akan tetap tak bahagia karena tak mendapat restu dan izin orang tuanya. Cuma itu yang ingin kusampaikan, aku harap Kak Riyan mengerti,” ucap Vivi panjang lebar.
“Kami pergi dulu, Kak. Ayu Lun.” Vivi pergi mengajak Luna pulang, sementara Riyan mencoba mencerna apa yang dikatakan oleh Vivi.
“Vi, kok kamu bicaranya seperti itu sih? Kan kasihan Kak Riyan,” tanya Luna yang tak mengerti dengan apa yang terjadi.
“Yesica memintaku untuk membantunya menghindari Kak Riyan, Lun. Dia tak ingin merasa kecewa saat cintanya sudah membara. Kamu tahu sendiri kehidupan orang kaya seperti apa kan? Mereka tak akan menerima gadis dari kalangan rendah sepertiku dan Yesica, jadi sebelum terlalu dalam dan akhirnya kecewa, mending kita kubur perasaan itu dan menjauhinya,” sahut Vivi menjelaskan, Luna yang menyimak hanya menganggukkan kepalanya.
...
Mobil berhenti di area parkir.
“Tuan Kris, mengapa kita langsung ke kantor? Saya ingin pulang ke rumah dulu untuk mengambil beberapa buku dan juga berpamitan pada Ibu saya agar dia tak khawatir,” tanya Yesica.
“Buku Anda sudah berada dibagasi belakang, Anda sudah tak perlu meminta izin ataupun bertanggung jawab pada mereka karena mereka bukan keluarga Anda lagi. Mereka sudah tak tinggal di rumah itu lagi, jadi tak perlu Anda memikirkan mereka. Lebih baik Anda memikirkan pernikahan Anda yang akan dilakukan akhir pekan ini,” sahut Kris menjelaskan.
“Ibu dan Feri sudah tak tinggal di rumah itu lagi? Apakah rumah itu sudah dijual, Tuan? Apakah Anda tahu?” tanya Yesica kembali.
“Anda tak perlu banyak bertanya, nanti Anda akan mengetahuinya sendiri. Sekarang cepat turun dan temui Tuan, saya akan segera menyusul,” titahnya.
“Baik, Tuan.” Yesica membuka pintu mobilnya dan hendak turun dari mobil tapi Kris menghentikannya.
“Nona, jangan panggil saya Tuan. Panggil Kris saja karena Anda akan menjadi istri Tuan Vano,” ucap Kris ingin Yesica meralat panggilannya.
“Ba-baik, K-kris,” sahutnya merasa kaku.
Yesica pun turun dari mobil dan berjalan masuk, saat memasuki area perkantoran, semua mata memandang ke arah Yesica. Dengan canggung ia memasang senyum kakunya.
‘Duh, ruangan Tuan Vano yang mana lagi, harusnya aku tadi menunggu Kris saja,’ batin Yesica bingung, ia berjalan menuju area resepsionis untuk menanyakan di mana letak ruangan Vano berada.
“Permisi, Mbak,” sapa Yesica pada dua wanita resepsionis, satu berwajah ketus sebut saja namanya Febi dan satu berwajah ramah kita panggil Dian.
“Iya Mbak, ada yang bisa saya bantu?” tanya Dian ramah.
“Cih, kamu ngapain sih meladeni wanita gak jelas seperti ini? Paling juga dia wanita gatal yang mencari Tuan Vano untuk naik menjadi cinderella,” ketus Febi, Dian hanya menggelengkan kepalanya tanpa menjawab ucapan temannya itu.
“Hm, saya memang mencari ruangan Tuan Vano karena saya diminta oleh Tuan Kris untuk menemuinya. Bisa tolong beritahu di mana ruangan tersebut?” tanya Yesica kembali.
“Kan benar, dia mencari ruangan Tuan Vano. Tapi lucunya menggunakan nama Tuan Kris agar bisa menemui Tuan Vano,” sindir Febi kembali.
“Saya tanyakan pada Tuan Vano terlebih dulu yah, Mbak. Soalnya saya kan juga karyawan, jika melakukan kesalahan pasti akan terkena sangsi, mohon Mbaknya mengerti,” sahut Dian, mereka mengabaikan Febi yang sedari tadi terus mengoceh tak jelas.
Dian mengambil gagang telepon hendak menghubungi atasannya, tapi tiba-tiba Febi merebut gagang telepon tersebut.
“Kamu ngapain sih nurut ajah pake ingin menghubungi Tuan Vano, kamu kan tahu sendiri kalau banyak wanita yang datang mencari Tuan Vano hanya ingin mendapat kedudukan penting. Kalau kita membiarkannya menuju ruang kerja Tuan Vano, lalu Tuan Vano mara kita juga yang akan terkena imbasnya,” dengan geram Febi memarahi Dian.
“Tapi jika itu memang tamu panting Tuan Vano bagaimana? Kita juga akan terkena masalah jika tak memperbolehkannya masuk, lebih baik kita tanyakan terlebih dulu biar jelasnya dari pada mengambil keputusan sendiri dan pada akhirnya itu salah kita, bukankah akan membuat kita dimarahi juga,” kekeh Dian ingin tetap menghubungi Devano.
“Ada apa ini?” suara bariton khas dari sang asisten terpercaya Devano membuat keduanya berhenti berdebat, keduanya menoleh dan diam serentak.
3 sahabat yang sudah menemukan kebahagiaan nya.