Riana terpaksa menerima lamaran keluarga seorang pria beristri karena keadaan yang menghimpitnya. Sayangnya, pria yang menikahinya pun tidak menghendaki pernikahan ini. Sehingga menjadikan pria tersebut dingin nan angkuh terhadap dirinya.
Mampukah Riana tetap mencintai dan menghormati imamnya? Sedangkan sikap labil sering sama-sama mereka tunjukkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rini sya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyesalan Tak Guna
Di sisi lain, Langit terkejut melihat sekeliling. Karena saat ini dia terbangun di tempat yang tidak seharusnya. menatap sekeliling. Seperti lahan kosong. Sebuah hamparan tanah luas. Tetapi ada juga gunung. Eh bukan gunung sungguhan, itu seperti tumpukan sampah yang tinggi. Sehingga membentuk gunung.
Langit menggeleng-gelengkan kepalanya. Mengusap mata yang memandang kabur. Pria ini masih belum sepenuhnya sadar. Ia pun menampar pipinya sendiri, berpikir ini mungkin mimpi. Namun, aroma tak sedap yang tercium serasa nyata.
Seketika ia tersadar, bahwa ini bukanlah mimpi. Ini nyata. Dia, sedang berada di tempat pembuangan sampah. Dia di buang di tempat sampah.
"Astaga!" kejutnya.
Langit duduk, terdiam sejenak. Matanya menatap kaki telanjangnya. Lalu ia kembali memerhatikan sekeliling. Sepi, tak ada seorangpun yang lewat. Bingung, karena ia belum sepenuhnya sadar akan apa yang terjadi.
Pria egois ini mencoba bangkit. Namun, kepalanya serasa mau pecah. Sakit sekali rasanya. Tak mau terus berada di tempat ini, Langit pun kembali berusaha bangkit. Beberapa kali ia mengumpat kesal. Karena ia gagal berdiri.
"Brengsek! Siapa yang berani melakukan ini padaku!" teriaknya marah.
"Dia kira aku sampah apa, di buang ke tempat sampah. Awas aja kamu!" teriak Langit kesal. Dengan penuh emosi ia pun berhasil bangkit. Dicarinya ponsel dan juga dompet miliknya, tidak ada, raib entah ke mana. Ternyata dia dirampok dan dibuang di tempat sampah.
"Astaga!" Langit kembali kesal. Sedetik kemudian dia ingat, bahwa semalam ia menghabiskan waktu di club. Lalu, teman-temannya meninggalkannya sebab ia masih belum mau pulang.
Club hendak ditutup. Namun, dia dalam keadaan mabuk berat. Sang petugas keamanan di tempat itu mencarikannya taksi. Setelah itu, Langit tak ingat lagi.
"Sopir brengsek! sopir biadap! Mampus aja kamu! awas saja kalo ketemu!" ancamnya lagi. Namun, apesnya, Langit sama sekali tak ingat wajah sang sopir, warna taksi, apa lagi plat nomer mobil tersebut. "Aisshhhh, sial!" wajah Langit memerah menahan marah.
Beruntung saat ini tempat pembuangan sampah ini masih sepi. Tak ada seorangpun yang melintas. Wah, kalo ada satu orang saja, Langit pasti malu setengah mati.
Tak ingin dianggap gembel oleh orang-orang yang nantinya melintas. Langit pun segera berlalu pergi. Meninggalkan tempat busuk ini dan mencari tumpangan untuk pulang.
Nasib baik berpihak padanya detik ini juga. Ia pun mendapatkan taksi yang mau mengantarkannya pulang. Meskipun, sebenarnya, sopir taksi tersebut mual dengan aroma yang tercipta dari tubuh Langit. Bau khas alkohol bercampur bau khas sampah. Astaga! Aromanya sangat-sangat menyengat.
Dalam perjalanan pulang, ingatan Langit berputar pada perlakuannya terhadap wanita yang ia tiduri paksa. Tangisan dan jeritan wanita itu terngiang jelas di telinganya. Terlebih, tatapan mata Riana ketika ia memaksa menyatukan tubuh mereka. Bagaimanapun Langit adalah manusia biasa. Tak dipungkiri bahwa ekpresi itu nyatanya mampu mengetuk hatinya. Penyesalan pun hadir. Langit berniat untuk meminta maaf pada Riana.
"Ya, aku harus minta maaf padanya," gumam Langit.
Tak sampai tiga puluh menit, taksi tersebut akhirnya sampai di depan rumahnya. Karena tak memiliki uang sepeserpun, ia pun meminta sopir taksi untuk menunggunya.
Sayangnya, beberapa kali dia memencet bel, tak ada jawaban. Rumah sepi. Lalu ia pun memeriksa pintu pagar, tergembok.
"Sial! Pada ke mana sih!" gerutu Langit kesal.
Tak kehilangan akal, pria egois ini pun segera melompati pagar. Beruntung dia tahu di mana biasanya Minah menaruh kunci dublikat untuknya.
Langit pun segera mengambil kunci itu dan membuka pintu rumahnya.
Masih belum menaruh curiga! Tak mau memusingkan apakah ada orang atau tidak, Langit pun langsung masuk ke dalam kamar. Mengambilkan uang untuk sopir taksi tersebut. Kemudian ia kembali ke kamar dan berniat membersihkan diri.
Langkahnya terhenti ketika sampai kembali di kamar miliknya. Pria ini tertegun tanpa kata. Kamar itu berantakan. Barang-barangnya berserakan. Beberapa barang tidak pada tempatnya. Sedetik napas Langit berhenti, ketika matanya manangkap sesuatu yang menyakitkan baginya. Yaitu baju dalam milik. Barang tersebut langsung mengingatkannya pada kelakuan bejatnya pada gadis itu.
Langit meraih bra yang tertinggal itu. Tanpa sadar, ia mencium barang tersebut. Lalu ia pun berucap maaf. Menyesali perbuatannya. "Maafkan aku, Ria," gumam Langit. Entahlah, sesal itu nyatanya ada. Nyatanya menyelimuti pikirannya. Karena pada kenyataannya Riana masih suci. Tuduhan yang ia layangkan ternyata tidak berdasar. Langit tertunduk lemas.
Pria ini tak mau berlama-lama duduk termenung, membuang waktu percuma. Ia pun langsung masuk ke kamar mandi dan membersihkan diri. Setelah itu, ia pun berniat mencari Riana untuk meminta maaf.
Di dalam kamar mandi, pikiran Langit kembali dihantui rasa bersalah. Bagaimana tidak? Semalam, dia terlihat bukan seperti manusia. Memukul tanpa belas kasih pada wanita malang itu. Mengigit tanpa berpikir bahwa wanita itu pasti kesakitan karena ulahnya.
Sungguh, andai saat ini Riana membalas setiap perbuatanya, Langit ikhlas, Langit bersedia. Asalkan Riana memberinya maaf. Mengampuni setiap kesalahan yang ia perbuat.
Karena melamun, Langit tak sengaja mengubah stelan krannya. Guyuran air dingin itu tiba-tiba berubah menjadi panas. Spontan ia pun terkejut dan segera mematikan kran itu.
Hatinya kembali mengumpat kesal. Sepertinya hari ini adalah hari tersisa baginya.
***
Di sisi lain, Riana masih setia menjaga Yuta dan Ara. Menunggu kedua mertuanya pulang terlebih dahulu untuk mengambil barang-barang milik mereka. Sebab mereka berdua berniat mengantarkannya ke tempat yang baru.
Sedangkan Minah sendiri di minta pulang oleh kedua orang tua Langit. Sama, Minah juga di minta mengambil barang-barangnya. Sebab, selama Yuta dirawat, mereka meminta Minah untuk menjaganya. Setidaknya sampai Langit datang.
Jujur, saat ini hati Riana dalam dilema. Terlebih ketika ia melihat wajah putri sambungnya.
Terbesit rasa tak tega meninggalkan gadis itu. Tetapi, ia juga tak mau egois terhadap dirinya sendiri. Ia tak mau terus menyakiti raganya.
Hubungan yang terjalin antara dirinya dan suami, bukanlah hubungan sang sehat. Penuh penyakit di dalamnya. Tak ada rasa legowo sedikitpun di sana. Lalu bagaimana mendapatkan ridho jika begitu.
Mencoba bersabar, sudah. Mencoba diam dan bertahan, sudah. Berusaha menerima setiap tuduhan dan cacian, juga sudah.
Lalu apa lagi?
Riana tersenyum kecut dalam diam. Ciumnya gadis mungil yang kini terlelap di dalam pangkuannya.
Sungguh, tak dipungkiri bahwa, saat matanya bertemu dengan wajah itu, hati Riana serasa tertusuk ribuan sembilu. Sakit sekali. Sedih! Namun, sekali lagi ia ingat bahwa setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan. Baik sekarang atau nanti. Semua pasti berpisah. Mau tak mau kita harus mengikhlaskan. Terlebih, Riana juga sadar, bahwa Ara bukalah miliknya. Ada yang lebih berhak dari pada dirinya.
Bersambung...
Makasih atas like komen n share yes.. 🥰🥰🥰
msh merasa paling tersakiti