Clarissa Tamara, seorang wanita cantik dari keluarga terpandang. Ayahnya seorang pengusaha mapan, dan dia merupakan anak pertama dari keluarga itu.
Tapi kasih sayang ayah dan ibunya hanya tertuju kepada adiknya seorang, bahkan saat adiknya merebut tunangannya ayah dan ibunya malah membiarkannya dan mendukung hubungan mereka.
Rasa marah dan kecewa membuat Clarissa tak peduli lagi dengan keluarga, dia berusaha mati-matian mendirikan perusahaan miliknya untuk membalas dendam atas apa yang di lakukan oleh keluarga.
Dan untuk mengobati rasa sendiri nya, tak sengaja dia bertemu dengan seorang pria gelandang berwajah tampan.
Tanpa tahu indentitas aslinya, Clarissa membawa pria itu ke rumahnya dan menjadikannya pria penghangat ranjangnya.
Tapi bagaimana jika Clarissa mengetahui identitas pria itu, apa yang akan terjadi selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AngelKiss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26 : Kematian Nenek Dahlia.
Pak Candra dan Bu Rani tengah panik, karena mereka mendengar kabar jika Nenek Dahlia sudah hampir pulih.
Awalnya Pak Candra hendak di tangkap oleh pihak kepolisian tapi mereka langsung menyuap pihak kepolisian, dan dengan cara seperti itu Pak Candra pun lolos dari penangkapan.
"Mas, bagaimana ini? Jika keadaan ibu sampai membaik. Dia pasti akan mencoret mu dari daftar ahli waris." Ucap Bu Rani kepada suaminya.
"Iya, aku tahu. Kita tak punya pilihan lain, selain bernegosiasi dengan ibu." Ucap Candra.
"Tapi bagaimana jika ibu menolak?" Tanya istrinya.
"Kita jalan kan rencana ke dua." Jawab Pak Candra.
Bu Rani pun hanya menganggukkan kepalanya, kemudian Pak Candra langsung mengajak istrinya untuk pergi menemui ibunya yang masih berada di rumah sakit.
Sementara itu...
Clarissa tengah berbaring di atas ranjang, hari masih pagi. Dan suasana kamar terasa dingin, meski Clarissa sudah menyalakan penghangat ruangan.
Tok.. Tok.. Tok...
Terdengar suara ketukan keras di pintu kamar Clarissa, Clarissa yang sedang tertidur pun langsung bangun dan membuka pintu kamar miliknya.
"Ada apa?" Tanya Clarissa dengan wajah yang masih mengantuk.
Kepala pelayan memperlihatkan ekspresi wajah yang panik, Clarissa yang melihat hal itu pun langsung memicingkan matanya. "Ada apa dengan ekspresi mu itu?" Tanya Clarissa.
"Nyonya.. Nenek anda.." Ucapnya.
"Ada apa dengan Nenek?" Tanya Clarissa dengan nada tinggi.
"Nenek anda meninggal." Ucap Kepala pelayan.
Seketika Clarissa langsung terdiam dengan wajah yang panik dan tak percaya, perlahan air matanya langsung jatuh.
"Ti..dak..mungkin. Nenek tidak mungkin meninggal, bukan kah dokter mengatakan jika keadaan sudah membaik.." Ucap Clarissa dengan mata yang berkaca-kaca.
Kepala pelayan tak bisa menjawab pertanyaan dari Clarissa, Clarissa seketika langsung menangis sejadi-jadinya. Dia tak bisa percaya dengan apa yang dia dengar hari ini.
"Ada apa ini?" Tanya Pak Salim yang melihat Clarissa menangis.
Kembali kepala pelayan pun langsung memberitahukan Kematian Nenek Dahlia kepada Pak Salim. Pak Salim pun tak bisa menahan air mata miliknya, dia merasa menjadi seorang anak yang tidak berguna karena tak bisa berada di samping ibunya saat Ibunda nya meninggal.
Setelah itu, Clarissa dan Pak Salim beserta Bibi Qiqi langsung pergi ke rumah Nenek Dahlia karena jenazah Nenek Dahlia sudah di bawa oleh Pak Candra ke rumah nya.
Sesampainya di rumah Nenek Dahlia, banyak orang yang sudah datang melayat dari itu kerabat jauh teman dan juga beberapa rekan bisnis Nenek Dahlia.
Mata mereka langsung menatap sinis ke arah Pak Salim, karena menurut kabar yang beredar Pak Salim lah yang telah membuat Nenek Dahlia masuk rumah sakit.
Pak Salim hanya bisa membiarkan tatapan orang-orang terhadap nya, kemudian Clarissa dan Pak Candra langsung masuk ke dalam rumah. Di sana sudah berbaring jasad Nenek Dahlia yang sudah terbungkus rapi dengan kain kapan.
Clarissa hanya bisa menangis sambil memeluk jasad Nenek kesayangan nya itu, Pak Candra yang melihat Salim tengah berdiri sambil menatap nanar jasad ibundanya itu.
"Apa sekarang kau puas?" Ucap Pak Candra dengan nada tinggi.
"Apa maksud mu, Kak?" Tanya Pak Candra dengan mata yang masih berkaca-kaca.
"Kau telah membuat ibu masuk rumah sakit, dan kini ibu meninggal dan semua ini adalah salah mu." Teriak Pak Candra.
Pak Salim hanya diam, dia tak ingin berdebat karena sekarang adalah hari berkabung.
Pak Salim pun duduk di samping jenazah Nenek Dahlia, Pak Salim menatap nanar jasad ibundanya itu. Begitu juga dengan Bibi Qiqi.
Pak Candra sangat kesal saat melihat Salim hanya diam tanpa melayani ucapannya.
"Salim..." Teriak Pak Candra, berusaha mencari perhatian semua orang.
Clarissa yang mendengar hal itu pun langsung berbalik dan melihat ke arah ayahnya, tatapan marah dan benci terlihat jelas di wajah Clarissa.
"Ayah sebaiknya kau diam, sebelum aku berbicara yang sebenarnya." Ucap Clarissa.
Pak Candra pun langsung diam karena dia tahu apa yang Clarissa maksud, kemudian Clarissa pun kembali melihat jasad Neneknya itu.
Hati Clarissa seakan hancur saat melihat orang yang dia sayang kini sudah tak bernyawa.
Tak beberapa lama jenazah Nenek Dahlia pun langsung di angkat untuk di kuburkan sesegera mungkin, dengan mata merah dan berkaca-kaca Clarissa berjalan mengikuti rombongan yang membawa jenazah Neneknya itu.
Kini Nenek Dahlia sudah bisa beristirahat dengan tenang, Clarissa melihat sedih batu nisan yang bertuliskan nama Nenek Dahlia.
"Ayo, Clarissa.. Hari sudah menjelang sore." Ucap Pak Salim mengajak keponakannya itu.
Clarissa pun menganggukkan kepalanya, kemudian dia mulai berjalan meninggalkan tempat istirahat terakhir Nenek Dahlia.
Berbeda dengan Clarissa dan Pama Salim, Pak Candra tak terlihat mengeluarkan air mata setetes pun, bahkan tak ada raut wajah sedih. Tapi berbeda jika ada para tamu, tiba-tiba wajahnya bisa berubah menjadi orang yang paling merasa kehilangan.
Kini Clarissa pun duduk di sofa, dia masih mengenakan pakaian hitam dan juga sebuah kerudung yang menutupi rambutnya. Tatapannya masih terlihat kosong, Clarissa masih tak percaya dengan apa yang telah terjadi.
Kematian Nenek Dahlia bagaimana sebuah mimpi untuk nya.
Brak...
Terdengar suara gebrakan di depan Clarissa, Clarissa langsung melihat ayahnya memperlihatkan beberapa dokumen.
"Dokumen apa itu?" Tanya Clarissa.
"Ini dokumen warisan Ibu, dan di sana di tulis jika semua warisan jatuh ke tangan ku." Ucap Pak Candra.
Pak Salim yang mendengar hal itu tak berbicara sepatah katapun, karena dia tak ada niat untuk memiliki warisan dari ibundanya.
"Ayah..." Teriak Clarissa dengan wajah memerah.
"Ada apa?" Tanya Pak Candra.
"Tanah kuburan Nenek masih merah, dan dia belum sehari di kuburkan. Dan kau sudah membahas tentang warisan... Dimana hati nurani mu sebagai seorang anak." Ucap Clarissa kesal.
gak kerasa aku baca,
ini rekomen novelnya, keren bangat!
meski awalnya alurnya agak cepet tapi lumayan konek asal fokus bacanya wkwkwk
selamat buat Brian sama Clarissa
Clarissa and Brian di satukan jadi Cabi, suka suka aku ya ni ngasih julikan/Facepalm/
terimakasih bacaannya kak, mantul!