NovelToon NovelToon
Mahar Nyawa Untuk Putri Elf

Mahar Nyawa Untuk Putri Elf

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Perperangan / Elf / Action / Budidaya dan Peningkatan / Cinta Murni
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Tiga Alif

Dibuang ke neraka Red Line dengan martabat yang hancur, Kaelan—seorang budak manusia—berjuang melawan radiasi maut demi sebuah janji. Di atas awan, Putri Lyra menangis darah saat tulang-tulangnya retak akibat resonansi penderitaan sang kekasih. Dengan sumsum tulang yang bermutasi menjadi baja dan sapu tangan Azure yang mengeras jadi senjata, Kaelan menantang takdir. Akankah ia kembali sebagai pahlawan, atau sebagai monster yang akan meruntuhkan langit demi menagih mahar nyawanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiga Alif, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25: Kepulangan

Cahaya menyilaukan dari kristal-kristal pelampung Solaria menghantam retina Kaelan saat mereka melangkah keluar dari jalur air oase. Udara yang tadinya murni dan dingin di kedalaman Abyss kini berganti dengan udara Benua Langit yang terasa berat oleh tekanan mana yang angkuh. Kaelan menyesuaikan posisi Lyra di punggungnya, memastikan jubahnya yang compang-camping menutupi mata wanita itu agar tidak terganggu oleh cahaya yang mungkin menyakitkan sarafnya yang sedang terluka.

"Kita sudah sampai, Lyra," bisik Kaelan, suaranya tetap tenang meski ia merasakan jantung Lyra berdegup kencang di punggungnya.

"Kenapa udaranya terasa begitu... berisik, Kaelan?" Lyra bertanya dengan nada cemas. Jari-jarinya meremas erat pundak zirah Kaelan yang kini sudah tidak lagi mengeluarkan percikan api, melainkan pendar putih pucat yang stabil.

"Itu suara rakyatmu," Kaelan menatap ke depan, ke arah Gerbang Azure yang biasanya dijaga ketat oleh ksatria kehormatan, namun kini justru dikerumuni oleh ribuan warga Elf yang membawa obor dan wajah-wajah penuh kemarahan.

"Pengkhianat! Kau membawa aib bagi darah murni!" sebuah teriakan melengking dari kerumunan memecah keheningan fajar.

Kaelan merasakan tubuh Lyra menegang. Hubungan jiwa mereka mengirimkan rasa sakit mental yang tajam ke dalam dada Kaelan; rasa pengasingan yang dirasakan Lyra seolah-olah adalah racun yang merambat di pembuluh darahnya sendiri. Kaelan mengeraskan rahangnya hingga terdengar bunyi berderak di sendi wajahnya, namun ia tetap melangkah maju dengan martabat seorang komandan.

"Jangan dengarkan mereka," Kaelan membisikkan kata-kata itu tepat di telinga Lyra. "Tetap tutup matamu. Biarkan aku yang menjadi duniamu hari ini."

"Tapi mereka memanggil namaku sebagai pembawa bencana, Kaelan," isak Lyra lirih, air mata mulai merembas dari balik perban kain yang membalut matanya. "Mereka tidak tahu apa yang kita lawan di bawah sana."

"Dunia ini jarang peduli pada kebenaran yang tidak nyaman, Lyra," sahut Kaelan dingin.

Begitu rombongan Legiun Karang mendekat ke jembatan kristal utama, hujan benda tumpul mulai berjatuhan. Sayuran busuk, tanah, dan batu-batu kecil menghujani mereka. Kaelan tidak menghindar. Ia melepaskan energi Ignition Tahap 1 miliknya secara pasif, menciptakan lapisan tipis udara padat di sekeliling tubuhnya dan Lyra. Setiap batu yang menghantam punggungnya hanya menghasilkan bunyi duk tumpul, namun Kaelan tidak membalas. Ia menelan setiap hinaan itu sebagai bagian dari mahar yang harus ia bayar.

"Lihat manusia kotor itu! Dia menyentuh putri kita dengan tangan budaknya!" seorang pria Elf berteriak sambil melemparkan sebuah batu tajam yang diarahkan tepat ke kepala Lyra.

Dengan gerakan secepat kilat, tangan kiri Kaelan melesat ke atas, menangkap batu itu hanya beberapa senti sebelum menyentuh kain penutup mata Lyra. Ujung tajam batu itu merobek telapak tangan Kaelan, membuat darah merah segar menetes dan membasahi bahu zirahnya. Kaelan tidak meringis. Ia justru meremas batu itu hingga hancur menjadi debu di dalam genggamannya.

"Komandan, biarkan kami menyerbu mereka!" Bara menggeram di sampingnya, kapak besarnya sudah bergetar karena amarah. "Mereka menghina pengorbanan kita di Abyss!"

"Tetap di barisan, Bara!" perintah Kaelan tanpa menoleh. "Kita tidak pulang untuk membantai warga. Kita pulang untuk menunjukkan bahwa kita masih berdiri."

"Tapi mereka melemparimu seperti binatang, Kaelan!" Mina berteriak dari belakang, matanya merah melihat tangan Kaelan yang berdarah.

"Biarkan saja," jawab Kaelan datar. "Martabat tidak ditentukan oleh apa yang mereka lempar, tapi oleh apa yang kita pertahankan. Dan aku sedang mempertahankan satu-satunya hal berharga yang tersisa di Benua Langit ini."

Di kejauhan, di atas balkon utama gerbang, Kaelan melihat bayangan yang sangat ia kenali. Pangeran Alaric berdiri di sana dengan jubah putih bersih yang berkilauan, kontras dengan penampilan Kaelan yang penuh lumpur dan darah naga. Alaric tersenyum tipis, sebuah senyum kemenangan seorang manipulator yang telah berhasil mengubah narasi kemenangan Kaelan di Abyss menjadi sebuah pengkhianatan di mata publik.

"Selamat datang kembali, Putri Terkutuk dan Budak Pemberontak!" suara Alaric menggema dengan bantuan sihir pengeras suara, membuat massa semakin beringas. "Bawa mereka ke hadapan Council! Biarkan hukum pemurnian yang bicara!"

Kaelan menatap langsung ke arah mata Alaric. Tatapan itu begitu tajam dan penuh tekanan energi Ignition hingga Alaric secara tidak sadar mundur selangkah. Meski Kaelan berada di bawah, di tengah kerumunan yang menghujatnya, auranya terasa jauh lebih tinggi daripada siapapun yang berada di menara tersebut.

"Kau tidak akan bisa bersembunyi di balik kata-katamu selamanya, Alaric," gumam Kaelan, meski ia tahu suaranya tidak akan sampai ke atas sana.

Pasukan penjaga Solaria mulai mengepung Legiun Karang, menodongkan tombak mana ke arah mereka. Kaelan merasakan Lyra semakin gemetar di punggungnya. Rasa takut Lyra akan "pemurnian"—sebuah ritual kejam bagi Elf yang dianggap cacat—berdenyut hebat dalam resonansi mereka.

"Kaelan... tolong jangan biarkan mereka membawaku," bisik Lyra, suaranya nyaris hilang ditelan hiruk pikuk massa. "Aku lebih baik mati di tanganmu daripada harus disentuh oleh ritual itu."

Kaelan mengeratkan pelukannya pada kaki Lyra yang ia panggul. "Aku bersumpah, siapapun yang berani menyentuhmu tanpa izin dariku, akan melihat Solaria terbakar dalam api perak. Percayalah padaku."

Seorang kapten penjaga maju, mencoba menarik Lyra secara paksa dari punggung Kaelan. "Serahkan putri ini, Manusia! Dia harus menjalani isolasi suci!"

Kaelan tidak bergerak satu inci pun. Saat tangan penjaga itu hampir menyentuh jubah Lyra, tekanan udara di sekitar Kaelan meledak secara terkendali. Penjaga itu terlempar ke belakang seolah dihantam oleh tembok tak terlihat.

"Dia tetap bersamaku sampai High Lord Valerius sendiri yang memintanya," ucap Kaelan dengan nada yang membuat seluruh kerumunan mendadak sunyi. "Dan kau... jangan pernah berani menyentuh apa yang menjadi milikku."

Suasana di depan Gerbang Azure mendadak mencekam. Keheningan yang tercipta bukan karena rasa hormat, melainkan karena tekanan energi yang dilepaskan Kaelan secara naluriah. Kapten penjaga yang terlempar tadi bangkit dengan wajah merah padam, tangannya gemetar saat menghunus pedang mana yang berpendar biru tajam.

"Beraninya kau melawan otoritas Solaria!" teriak kapten itu, suaranya melengking karena malu di depan publik. "Tangkap manusia ini! Jika dia melawan, bunuh di tempat!"

"Hentikan!"

Suara itu lembut namun memiliki otoritas yang mampu menembus keributan. Dari balik barisan penjaga, muncul seorang wanita Elf tua dengan jubah putih polos tanpa ornamen kebangsawanan. Di tangannya, ia memegang sebuah baskom berisi air jernih dan kain putih. Rakyat yang tadinya beringas perlahan memberikan jalan.

"Nyonya Elara?" gumam salah satu warga dengan nada tidak percaya.

Wanita tua itu tidak mempedulikan sekelilingnya. Ia berjalan mendekati Kaelan yang masih dalam posisi siaga. Kaelan tidak menurunkan auranya, namun ia merasakan tidak ada niat membunuh dari wanita ini. Saat wanita itu sampai di hadapan Kaelan, ia tidak melemparkan cacian, melainkan berlutut dan mulai menyeka darah dari punggung kaki Kaelan yang terkena lemparan batu.

"Apa yang kau lakukan, Nyonya?" Kaelan bertanya, matanya sedikit menyipit.

"Aku hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang yang tahu berterima kasih," bisik wanita itu tanpa mendongak. "Anakku adalah salah satu ksatria yang kau selamatkan saat insiden di pilar awan beberapa waktu lalu. Dia menceritakan bagaimana seorang manusia mempertaruhkan nyawa demi para Elf yang menghinanya."

Dilema martabat menghantam Kaelan. Di tengah ribuan pasang mata yang menginginkan kematiannya, tindakan satu orang ini terasa lebih berat daripada ribuan batu yang menghantam punggungnya. Ia melihat beberapa pelayan dan warga kelas bawah Elf lainnya mulai menundukkan kepala, meski mereka tidak berani maju seperti wanita tua itu. Ini adalah dukungan yang sempat terlihat dalam kilasan rencana takdir.

"Bawa putri kami masuk dengan tenang, Komandan," ucap wanita itu sambil berdiri dan memberikan tatapan iba kepada Lyra. "Dunia ini mungkin buta, tapi kebenaran memiliki jalannya sendiri."

"Terima kasih," jawab Kaelan singkat.

Kaelan kembali melangkah, melewati barisan penjaga yang kini ragu untuk menyerangnya. Ia menaiki tangga menuju aula High Council. Setiap langkah kakinya meninggalkan jejak debu hitam Abyss yang kontras dengan lantai marmer kristal yang suci. Lyra di punggungnya mulai berhenti terisak, meski genggamannya pada jubah Kaelan masih sangat kuat.

"Kaelan... siapa wanita tadi?" tanya Lyra lirih.

"Seseorang yang melihat melampaui warna darah, Lyra. Seseorang yang membuatku tidak menyesal telah membawamu kembali ke tempat ini," jawab Kaelan.

Mereka akhirnya sampai di depan pintu besar aula utama. Pintu itu terbuka perlahan, menampakkan sosok High Lord Valerius yang duduk di singgasananya dengan wajah yang seolah terbuat dari batu. Di sampingnya, Pangeran Alaric berdiri dengan senyum tipis yang meremehkan.

"Turunkan dia, Kaelan," perintah Valerius, suaranya bergetar antara amarah dan kesedihan melihat kondisi putrinya yang buta dan berbalut kain compang-camping.

Kaelan perlahan menurunkan Lyra, namun ia tidak melepaskan tangannya. Ia membiarkan Lyra bersandar pada lengan kokohnya. Bau dupa Azure yang biasanya menenangkan kini terasa menyesakkan bagi Kaelan, mengingatkannya pada pengkhianatan di masa sebelum reinkarnasi.

"High Lord," Kaelan memberikan hormat militer yang kaku, tanpa menundukkan kepala sepenuhnya. "Aku membawa kembali Putri Lyra Elviana dari jantung Abyss. Misiku selesai."

"Selesai?" Alaric tertawa sinis, melangkah maju. "Kau membawanya kembali dalam keadaan cacat, buta, dan kehilangan seluruh mananya! Kau menyebut ini sebuah keberhasilan? Kau telah menodai kesucian darahnya dengan energi manusia kotormu itu!"

Kaelan menoleh ke arah Alaric, pendar putih Ignition di kulitnya berdenyut. "Jika bukan karena 'energi kotor' ini, kau hanya akan menerima mayat yang sudah membusuk di dasar jurang, Pangeran. Dimana kau saat tunanganmu bertaruh nyawa melawan naga penjaga?"

"Lancang!" Valerius menghantamkan tongkatnya ke lantai, menciptakan gelombang mana yang membuat seluruh ruangan bergetar. "Kaelan, kau akan ditahan di penjara bawah tanah sampai penyelidikan atas insiden ini selesai. Dan Lyra... dia akan dibawa ke kuil pemurnian segera."

"Tidak!" Lyra memekik, meraba-raba mencari wajah Kaelan. "Ayah, jangan! Kaelan tidak bersalah! Alaric yang meninggalkan kami!"

"Dia telah mencuci otakmu dengan sihir hitamnya, Anakku," ucap Valerius dingin. "Penjaga! Pisahkan mereka!"

Beberapa ksatria elit maju. Kaelan mengepalkan tinjunya, namun ia merasakan tarikan lemah di ujung bajunya. Lyra menggelengkan kepala, air mata kembali membasahi perbannya. Ia tahu jika Kaelan melawan sekarang, seluruh Legiun Karang akan dibantai di dalam kota.

"Ikuti mereka, Kaelan," bisik Lyra. "Tunggu aku. Aku akan membuktikan semuanya."

Kaelan menatap Lyra dengan kepedihan yang mendalam. Ia membiarkan para penjaga merantai tangannya dengan belenggu penekan mana—meski ia tahu energi Ignition miliknya bisa dengan mudah mematahkannya jika ia mau. Ia memilih untuk menahan martabatnya, mengikuti alur permainan ini untuk sementara demi keselamatan pasukannya yang masih berada di luar.

Saat ia diseret keluar, Kaelan berpapasan dengan Alaric. Pangeran itu berbisik sangat pelan, hanya untuk didengar oleh Kaelan. "Kau pikir kau menang karena bertahan hidup? Di Solaria, aku adalah hukum. Kau akan mati di lubang gelap, dan Lyra akan menjadi milikku setelah memorinya tentangmu dihapus."

Kaelan berhenti sejenak, menatap Alaric tepat di mata. "Kau melakukan kesalahan besar, Alaric. Kau membiarkanku hidup. Dan di masa sebelum reinkarnasi maupun saat ini, itu adalah kesalahan yang akan menghancurkanmu."

Kaelan kemudian melangkah pergi dengan kepala tegak, membiarkan bunyi rantai yang beradu dengan lantai marmer menjadi musik pengiring kepulangannya yang pahit. Di punggungnya, ia masih merasakan sisa kehangatan Lyra, sebuah jangkar emosi yang akan membantunya bertahan melewati dinginnya penjara bawah tanah.

1
prameswari azka salsabil
awal keseruan
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
sungguh pengertian
prameswari azka salsabil
kasihan sekali kaelan
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
luar biasa
Kartika Candrabuwana: jos pokoknya👍
total 1 replies
prameswari azka salsabil
ujian ilusi
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
sesuai namanya
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
syukurlah kaelan meningkat
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
ada petubahan tradisi?
Kartika Candrabuwana: pergerseran nilai
total 1 replies
prameswari azka salsabil
kaelan bertahanlah
Kartika Candrabuwana: ok. makasih
total 1 replies
prameswari azka salsabil
bertarung dengan bayangan🤣
Indriyati
iya. untuk kehiduoan yang lebih baik
Kartika Candrabuwana: betul sekali
total 1 replies
Indriyati
ayo kaelan tetap semanhat😍
Kartika Candrabuwana: iya. nakasih
total 1 replies
Indriyati
bagus kaelan semakinnkuat👍😍
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
Indriyati
iya..lyra berpikir positif dan yakin👍💪
Kartika Candrabuwana: betul
total 1 replies
Indriyati
seperti di neraka😄🤭🤭
Kartika Candrabuwana: iya. makssih
total 1 replies
prameswari azka salsabil
wuihhh. asyik benere👍💪
prameswari azka salsabil
iya kasihan juga ya🤣🤣
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
ini pertambangan ya😄
Kartika Candrabuwana: kurang lebih iya
total 1 replies
prameswari azka salsabil
hidup kaelan👍💪
Kartika Candrabuwana: baik. ayo kaelan
total 1 replies
prameswari azka salsabil
bersabar ya
Kartika Candrabuwana: iya. makasih
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!