Aini adalah seorang istri setia yang harus menerima kenyataan pahit: suaminya, Varo, berselingkuh dengan adik kandungnya sendiri, Cilla. Puncaknya, Aini memergoki Varo dan Cilla sedang menjalin hubungan terlarang di dalam rumahnya.
Rasa sakit Aini semakin dalam ketika ia menyadari bahwa perselingkuhan ini ternyata diketahui dan direstui oleh ibunya, Ibu Dewi.
Dikhianati oleh tiga orang terdekatnya sekaligus, Aini menolak hancur. Ia bertekad bangkit dan menyusun rencana balas dendam untuk menghancurkan mereka yang telah menghancurkan hidupnya.
Saksikan bagaimana Aini membalaskan dendamnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bollyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25: Ledakan Media Sosial dan Rahasia Sertifikat
Aini menarik napas panjang, mencoba menenangkan debar jantungnya yang kian kencang setelah menyelesaikan pembayaran di kasir supermarket. Percakapan ibu-ibu di lorong buah tadi benar-benar merusak ketenangan yang baru saja ia bangun. Dengan langkah terburu-buru, ia memacu motornya membelah kemacetan Jakarta, ingin segera sampai di rumah kontrakannya yang kini terasa seperti satu-satunya tempat persembunyian yang aman.
Baru saja ia meletakkan plastik belanjaan di atas meja dapur, ponselnya yang berada di dalam tas bergetar hebat. Getarannya terasa tanpa henti, menandakan ada sesuatu yang sangat mendesak.
Drrrtt... Drrrtt!
Nama Siska, sahabat setianya yang kemarin ikut melabrak di desa, muncul di layar. Aini segera menggeser tombol hijau dengan jari yang sedikit gemetar.
"Ya, halo Sis? Ada apa? Suaramu kedengaran heboh sekali," sapa Aini sambil berusaha mengatur napasnya yang masih memburu.
"AINIIIIII! Gila, gila, gila! Kamu sudah buka TikTok belum?! Ya ampun, ini benar-benar meledak, Ai! Bom yang kita pasang kemarin di desa itu dampaknya lebih dahsyat dari dugaan gue!" Suara Siska melengking tinggi, penuh semangat bercampur kaget yang luar biasa.
"Astaghfirullah, Siska... Biasakan ucapkan salam dulu, bisa tidak suaramu dikecilkan sedikit? Telingaku bisa budek kalau begini," gerutu Aini, meski dalam hati ia sudah bisa menebak arah pembicaraan ini.
"Duh, maaf, maaf! Habisnya gue nggak tahan mau kasih tahu lo! Lo benar-benar belum buka media sosial ya? Lo sudah nonton belum video yang lagi FYP gila-gilaan di TikTok pagi ini? Itu video lo, Ai! Video kita kemarin!"
Aini menyandarkan punggungnya di kursi makan, merasa lemas seketika.
"Gue baru saja sampai di rumah, Sis. Tadi di supermarket gue sempat dengar ibu-ibu bergosip soal video viral, tapi gue belum sempat cek sendiri. Memangnya seberapa parah sih?"
"Seberapa parah lo tanya?! Itu video sudah ditonton lebih dari lima juta kali dalam waktu kurang dari enam jam! Ribuan orang nge-share, jutaan orang nge-like! Kolom komentarnya sampai penuh sama hujatan netizen ke si Varo dan Cilla! Bahkan ada yang sudah berhasil nemuin akun Instagram si Cilla dan sekarang akunnya langsung diprivat karena diserang massal!" seru Siska berapi-api.
Aini terdiam sejenak.
"Kirimkan link-nya sekarang ke WhatsApp gue, Sis. Gue mau lihat sendiri."
Sesaat kemudian, sebuah notifikasi pesan masuk. Aini segera membukanya. Sebuah video dengan angle yang sangat jelas, merekam detik-detik saat Aini melempar kertas hasil laboratorium ke wajah Varo. Judulnya sangat provokatif: 'Detik-detik Istri Sah Bongkar Borok Suami Mandul di Pelaminan Adik Sendiri'.
Begitu tombol play ditekan, Aini merasa dadanya sesak. Melihat dirinya sendiri yang begitu tegar di video itu membuatnya terharu sekaligus ngeri. Di sana juga terlihat wajah Varo yang pucat pasi dan Cilla yang tampak ingin menghilang dari muka bumi.
"Gimana? Puas banget kan lihat muka mereka yang kayak mayat hidup di situ? Wajah mereka terekam jelas banget, Ai! Nggak ada celah buat mereka ngelak lagi!" seru Siska dari seberang telepon.
Aini mengusap wajahnya dengan kasar.
"Duh, Sis... Muka gue juga kelihatan jelas di sini. Semua orang di Jakarta, bahkan di kantor gue yang lama, pasti bakal tahu masalah pribadi gue ini."
"Lho, justru itu poinnya, Aini! Biar seluruh dunia tahu kalau lo itu wanita hebat yang berani melawan. Biar orang-orang tahu betapa menjijikkannya kelakuan suami dan adik lo itu! Ini bakal mempermudah proses perceraian lo nanti di pengadilan agama. Hakim nggak bakal butuh waktu lama buat ngetok palu kalau buktinya sudah jadi konsumsi publik begini," oceh Siska tanpa henti.
Aini merenungkan ucapan sahabatnya.
"Iya juga ya, Sis. Kenapa gue harus merasa malu? Yang berzina kan mereka, yang berkhianat kan mereka. Gue cuma korban yang menuntut keadilan."
"Nah, itu baru sahabat gue yang pinter! Pokoknya lo harus tetap kuat. Oh iya, satu lagi, si Siska denger-denger banyak media yang mulai nyari kontak lo buat wawancara, tapi gue nggak bakal kasih tanpa izin lo. Ya sudah ya, gue tutup dulu, ada urusan sebentar. Kabari gue kalau ada apa-apa!"
Setelah telepon tertutup, Aini mulai menelusuri kolom komentar. Ribuan netizen +62 mengeluarkan "senjata" andalan mereka: hujatan pedas. Ada yang mengutuk pengkhianatan saudara, ada yang memuji keberanian Aini, bahkan banyak yang mendoakan agar Varo dan Cilla segera mendapatkan balasan yang lebih kejam.
"Gila, komentarnya ngeri sekali. Bagaimana ya tanggapan mereka kalau melihat ini?" gumam Aini.
"Ibu Dewi dan Ibu Sarah pasti bakal mengamuk besar kalau tahu mereka jadi bahan tertawaan se-Indonesia. Tapi aku sudah tidak peduli. Ini saatnya aku mengambil kembali apa yang memang milikku."
Aini tiba-tiba teringat akan sesuatu yang sangat krusial. Ia segera beranjak menuju sebuah lemari kecil di sudut kamar dan mengambil sebuah kotak baja terkunci. Dengan tangan yang sedikit gemetar namun yakin, ia mengeluarkan selembar amplop besar berisi sertifikat tanah dan bangunan.
"Untung saja dulu aku tegas untuk tidak mencantumkan nama Mas Varo di sertifikat ini," bisik Aini dengan senyum sinis.
Rumah yang mereka tempati selama dua tahun terakhir di Jakarta sebenarnya adalah hasil keringat Aini sepenuhnya. Dulu, saat kariernya sedang di puncak, ia diam-diam membeli rumah itu dari tabungan pribadinya. Varo mengira Aini mencantumkan nama mereka berdua sebagai bentuk cinta, namun Aini yang sudah mulai mencium gelagat aneh Varo sejak setahun lalu, memutuskan untuk mendaftarkannya hanya atas namanya sendiri.
"Kalau Ibu Sarah tahu rumah ini murni milikku, dia pasti akan pingsan. Dia selalu merasa ini rumah warisan masa depan anaknya hanya karena Varo yang membayar uang iuran sampah tiap bulan," Aini terkekeh pahit sambil memasukkan dokumen tersebut ke dalam tas kerjanya untuk diserahkan ke pengacara besok pagi.
Sementara itu, di kediaman Ibu Dewi di desa...
Suasana pagi di rumah itu jauh dari kata damai. Bau sisa makanan pesta yang mulai membusuk di luar menambah sesak atmosfer di dalam rumah.
"Ini kenapa tidak ada makanan sama sekali di meja?! Saya ini tamu di sini, kenapa harus kelaparan?!" Suara melengking Ibu Sarah terdengar memenuhi seisi ruangan.
Ibu Dewi hanya melirik sekilas dengan tatapan malas. Matanya merah karena kurang tidur setelah memikirkan rasa malu kemarin. Ia tidak menyahut dan justru melenggang pergi keluar rumah tanpa pamit.
"Heh! Mau kemana kamu, Dewi?! Saya ini bicara lho!" bentak Ibu Sarah.
"Saya mau cari sarapan di luar! Malas masak kalau cuma buat dengerin omelan kamu!" jawab Ibu Dewi ketus tanpa menoleh sedikit pun.
Ibu Dewi berjalan cepat menuju warung nasi Mbak Inem. Di sepanjang jalan, ia merasa atmosfer desa berubah. Beberapa tetangga yang biasanya ramah kini hanya memperhatikannya dengan tatapan aneh sambil berbisik-bisik di belakang punggungnya.
"Mbok Tijah, tolong bungkuskan tiga nasi campur ya," perintah Ibu Dewi begitu sampai di warung, mencoba bersikap tegar.
"Nggeh, Bu Dewi. Tunggu sebentar," jawab Mbok Tijah singkat. Nadanya dingin, tidak ada lagi basa-basi menanyakan kabar seperti biasanya.
Di sudut warung, ada Ibu Ika dan Ibu Nuri yang sedang sibuk memelototi ponsel.
"Eh, Bu RT, sudah lihat belum video yang lagi viral banget di TikTok pagi ini? Sampai masuk akun gosip Lambe-lambean itu lho!" suara Ibu Ika sengaja dikeraskan.
"Video apa toh, Bu? Saya kemarin tidak datang karena lagi nggak enak badan, jadinya nyesel nggak lihat drama langsung," sahut Ibu Nuri dengan nada bicara yang dibuat alih-alih penasaran.
"Itu lho, video istri sah yang hebat banget melabrak suaminya pas lagi nikah siri sama adik kandungnya sendiri! Kejadiannya ya di rumah yang punya hajat kemarin. Ternyata si adik ini sudah hamil duluan, tapi istrinya pinter banget, dia lempar kertas bukti kalau suaminya itu sebenarnya mandul! Jadi sekarang se-Indonesia lagi ngetawain, itu anak siapa yang ada di perut si adik?" tanya Ibu Ika sambil melirik tajam ke arah Ibu Dewi yang berdiri mematung.
Ibu Dewi merasa telinganya panas seolah disiram air mendidih.
"Maksud kalian apa?! Jangan bicara sembarangan soal keluarga saya ya!"
"Oalah, orangnya ada di sini ternyata," sindir Ibu Nuri yang akhirnya paham.
"Bu Dewi, kami bicara fakta kok. Semua orang sudah nonton videonya. Kok tega ya si Cilla merebut suami kakaknya sendiri? Mana sampai hamil duluan lagi, memalukan nama desa saja!"
"Anak saya bukan pelakor! Varo itu menikah lagi karena Aini tidak bisa memberikan keturunan! Kalian jangan asal fitnah!" bela Ibu Dewi dengan suara yang pecah.
"Duh, Bu Dewi... Di video itu jelas-jelas Aini bawa bukti medis kalau Varo yang bermasalah. Ada cap rumah sakitnya juga. Kalau Varo mandul, terus itu hasil kerjanya siapa di perut Cilla? Jangan-jangan cuma cari kambing hitam buat nutupi aib?" tanya Ibu Ika telak yang membuat Ibu Dewi terdiam seribu bahasa dengan wajah pucat pasi.
Tanpa menunggu nasi bungkusnya selesai, Ibu Dewi langsung berbalik dan lari pulang ke rumah dengan perasaan malu yang luar biasa, mengabaikan teriakan Mbok Tijah yang menagih nasi pesanan. Sesampainya di rumah, ia membanting pintu dengan sangat keras.
BRAKKK!
"Eh, copot! Kamu ini kenapa sih, Dewi?! Bikin orang jantungan saja! Mana makanannya?" gerutu Ibu Sarah yang masih kelaparan.
"Diam kamu! Gara-gara anakmu yang brengsek itu, saya dihina orang sekampung!" sentak Ibu Dewi sambil menuju dapur untuk mengambil air minum.
Tak lama kemudian, Varo dan Cilla keluar dari kamar dengan wajah yang tampak kacau. Cilla tampak sangat pucat, matanya sembap, dan tangannya terus gemetar memegangi ponsel.
"Ada apa sih, berisik sekali? Masih pagi sudah ribut," tanya Varo dengan nada malas, meski sebenarnya hatinya sendiri sedang tidak tenang.
"Mas... Mas Varo... Coba kamu lihat ini," Cilla memberikan ponselnya ke arah Varo dengan suara yang nyaris hilang.
"Ini... ini video kita kemarin, Cil?" Varo terbelalak, dunianya serasa runtuh seketika melihat wajahnya terpampang nyata di layar. "Kenapa bisa ada di TikTok? Penontonnya sudah lima juta lebih?! Dan... apa ini? Kenapa banyak yang tag akun kantorku?!"
"Ibu juga tadi di warung dihina orang, Cilla! Semua orang sudah tahu kalau kamu hamil duluan dan merebut suami kakakmu sendiri. Mereka semua menanyakan soal kemandulan Varo! Ibu malu sekali, rasanya ingin mati saja!" teriak Ibu Dewi frustrasi.
"Ini semua pasti kerjaan Mbak Aini! Dia sengaja ingin menghancurkan karier Mas Varo dan masa depanku! Dia benar-benar jahat, Mas!" teriak Cilla histeris. Ia melihat kolom komentar di akun media sosialnya sudah penuh dengan ribuan cacian, bahkan banyak yang sudah menemukan alamat email kampus tempat ia kuliah.
"Mas, aku tidak terima! Aku malu, Mas! Semua teman-temanku mengirim pesan menghujatku, mereka bilang aku perempuan sampah!" Cilla mulai berteriak frustrasi, menjambak rambutnya sendiri seperti orang gila.
Tekanan dari netizen +62 yang begitu ganas, ditambah keraguan Varo soal janinnya tadi malam, membuat kondisi tubuh Cilla yang sedang tidak fit itu melemah secara drastis. Pandangannya mengabur, napasnya tersengal, dan sedetik kemudian, Cilla ambruk tak sadarkan diri di pelukan Varo.
"Cilla! Bangun, Cil! Tolong, Cilla pingsan!" teriak Varo panik, sementara Ibu Dewi dan Ibu Sarah justru malah saling menyalahkan di tengah kepanikan itu. Kehancuran yang sesungguhnya baru saja dimulai.
BERSAMBUNG...