NovelToon NovelToon
Lelaki Dari Satu Malam

Lelaki Dari Satu Malam

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Keluarga
Popularitas:792
Nilai: 5
Nama Author: Keke Utami

Rinjani hanya ingin hidup tenang.
Tapi semua hancur saat ia terbangun di kamar hotel bersama pria asing. Dan beberapa jam kemudian mendapati kedua orang tuanya meninggal mendadak.

Dipaksa menikah demi melunasi utang, ia pingsan di hari pernikahan dan dinyatakan hamil. Suaminya murka, tantenya berkhianat, dan satu-satunya yang diam-diam terhubung dengannya ... adalah pria dari malam kelam itu.

Langit, pria yang tidak pernah bisa mengingat wajah perempuan di malam itu, justru makin terseret masuk ke dalam hidup Rinjani. Mereka bertemu lagi dalam keadaan tidak terduga, namun cinta perlahan tumbuh di antara luka dan rahasia.

Ketika kebenaran akhirnya terungkap, bahwa bayi dalam kandungan Rinjani adalah darah daging Langit, semuanya berubah. Tapi apakah cinta cukup untuk menyatukan dua hati yang telah hancur?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Keke Utami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

25. Perhatian?

Waktu terus bergerak, petang berganti malam, Rinjani yang tidur di sofa perlahan membuka mata, netranya menyusuri sekitar, ia spontan terduduk.

“Ya ampun … aku ketiduran!” ia menoleh ke sofa seberang, ada Langit yang tertidur dengan buku yang ia peluk. Ia menatap pria itu, tampak tenang.

Rinjani menggeleng, “Astaga! Ini udah jam berapa?” ia menatap dinding apartemen, jam digital yang menggantung menunjukkan pukul 7 malam lewat 15 menit.

“Aku harus pulang,” ia bangkit, berlalu ke toilet, membasuh wajah, kemudian keluar dan menemukan Langit yang sudah bangun. 

“Kamu udah bangun,” ujar Langit.

“Maaf, Mas … saya ketiduran,” ujar Rinjani merasa bersalah.

“Its okay … saya juga ketiduran,” Langit bangkit, menuju pantry dan membuka kulkas.

“Saya lapar,” ujarnya saat Rinjani juga menyusul, “Saya nggak sempat pesan makanan.”

“Ya udah … biar saya masak sebelum pulang.”

Rinjani mengambil beberapa bahan yang bisa ia olah menjadi makanan, membawanya ke dekat kompor listrik yang sudah ia nyalakan. Tangannya lihai berkutat dengan apa yang ada di depannya. 

Langit bersandar di pintu pantry, memperhatikan Rinjani dengan tangan yang ia lipat di dada, Langit tersenyum tipis. Kemudian Langit mendekat.

“Biar saya bantu,” ucap Langit, meraih pisau lalu mengupas bawang yang sudah Rinjani siapkan.

Sementara Rinjani juga sibuk pada tugasnya, mengambil sendok dan mengambil kuah sayur di wajan.

“Cobain, Mas … udah pas apa belum?” 

Semenjak hamil ia mengurangi garam dalam masakan. Ia hanya takut Langit tidak terbiasa. Karena itu Rinjani ingin memastikan terlebih dalu.

“Haaa …” Langit membuka mulut, enggan mengambil alih sendok dari tangan Rinjani. Dengan canggung Rinjani menyuapi kuah sayur.

“Mm … lumayan.”

“Udah, ya, Mas.”

Langit mengangguk, mengambil mangkuk di kabinet dan menyerahkannya pada Rinjani.

Rinjani menata makanan yang sudah matang, sayur bayam dan ayam terasi. 

“Saya pulang dulu, Mas,” ucap Rinjani sambil melepas apron.

“Makan malam dulu,” tahan Langit, ia duduk di meja makan, meminta Rinjani ikut serta, “Kamu belum makan dari tadi.”

Langit menatap Rinjani yang hanya diam, “Ayo!” ajaknya.

Perlahan Rinjani mendekat, duduk di meja di seberang Langit, kemudian makan dengan tenang.

Hujan yang masih mengguyur Jakarta masih belum reda bahkan setelah makan malam keduanya selesai. Rinjani segera mencuci piring, agar ia bisa pulang setelah itu. Namun nyatanya ia masih tertahan di apartemen Langit. 

“Mobil saya dibawa Taufan. Masa saya antar pakai motor. Kamu kan lagi hamil.”

Padahal Rinjani tidak meminta diantar, “Nggak apa-apa, Mas. Saya pulang sama ojek aja,” ucap Rinjani.

“No! Saya nggak izinin. Ini udah malam. Dan bahaya. Tunggu sebentar lagi, hujannya pasti reda.”

Rinjani menggigit bibir, mengangguk pasrah, kemudian mengikuti Langit duduk didekat dinding kaca.

“Rin …” panggil Langit. 

Rinjani menoleh, “Ya, Mas?”

“Kalau seandainya orang tua kamu menjodohkan kamu sama seseorang kamu mau nggak?” tanya Langit. 

Rinjani terdiam sesaat, “Orang yang aku kenal atau nggak?” tanya Rinjani.

“Bisa iya bisa nggak,” jawab Langit, ia menoleh, menatap Rinjani yang tertunduk.

“Menurut kamu gimana?” tanya Langit.

Rinjani menggeleng, “Aku nggak tahu soal itu. Kedua orang tuaku sudah meninggal. Dan kalau saja perjodohan membuat mereka bahagia pasti aku memilih dijodohkan. Apa pun … asal mereka bahagia.”

“Lalu kebahagiaan kamu?” tanya Langit. 

“Kebahagiaan orang tuaku adalah kebahagiaanku, Mas. Nggak ada yang lain.” 

Rinjani tersenyum … andai orang tuanya masih hidup, ia ingin terus membahagiakan mereka.

Sementara Langit hanya terdiam. Pikirannya sibuk dengan banyak hal. Perjodohan dengan Nafa. Kemudian hasil dari tes DNA yang akan ia lakukan besok. 

*

Tepat pada pukul 10 malam, Langit dan Rinjani keluar dari apartemen. Keduanya menaiki sebuah motor matic gede yang Langit kendarai.

“Pegangan, Rin!” teriak Langit. Motor terlalu pelan jika harus pegangan. Namun Langit bersikas meminta Rinjani memeluknya agar tidak jauh.

Tangan putih Rinjani melingkar di perut Langit, pipinya bersandar di punggung kekar pria itu. Rinjani menghirup aroma Langit dalam-dalam. Tenang dan nyaman. Entah benar-benar aroma parfum yang membuat ia betah, atau memang karena Langit yang sejak tadi ia peluk dan enggan ia lepaskan. Rinjani tidak mengerti, ia tidak pernah di posisi ini.

Sementara Langit melihat tangan Rinjani yang melingkar di perutnya, ia tersenyum tipis. Kemudian kembali fokus pada jalanan.

Tidak butuh waktu lama motor berhenti di depan pagar. Rinjani turun namun Langit tidak.

“Langsung istirahat,” Langit menyerahkan bag plastik berisi susu dan buah yang ia beli tadi, serta alat pijat dan kompres perut saat keram.

Rinjani menjadi tidak enak, “Mas … nggak perlu repot-repot,” ucapnya.

Langit meraih tangan Rinjani, menyimpan bag plastik di tangannya, “Minum susunya,” ucap Langit. Tidak lama setelah itu, Langit berlalu. Rinjani segera masuk ke dalam rumah. Sesampai di ruang tengah, ia melihat Nafa yang masih sibuk dengan macbook-nya. Ada satu perasaan yang sulit Rinjani jelaskan saat ia melihat nona muda di rumah itu. Perasaan semacam rasa bersalah. 

“Kak,” sapa Nafa. Rinjani mendekat, menunduk sopan.

“Mas Langit udah makan malam ‘kan? Dia nggak butuh sesuatu?” tanya Nafa.

“Semua udah Non,” jawab Rinjani.

Nafa  tersenyum, “Makasih, Kak. Aku sibuk banget ngurus skripsi. Makanya nggak sempat ke apartemen. Kakak boleh istirahat.”

Sebelum beranjak Rinjani menunduk sopan, ia kembali ke kamar, dan mengganti pakaian. Setelah itu ia membuat susu hamil yang tadi dibelikan Langit.

“Kamu beli susu, Rin?” suara Ami yang keluar dari toilet membuat Rinjani menoleh.

“Bukan aku, Bi. Tadi Mas Langit yang beliin,” Rinjani segera meminum susu tersebut.

“Mas Langit perhatian, ya.”

Uhukk!

Rinjani terdesak, ia berhenti minum dan menatap Ami yang khawatir dengan keadaanya.

“Pelam-pelan atuh, Rin,” Ami mengusap punggung Rinjani, “Teteh ke kamar dulu,” ujar Ami berlalu. 

Rinjani menatap punggung Ami yang hilang di balik pintu. Tatapannya kemudian beralih ke susu hangat yang sudah tersisa setengah.

Iya … Ami benar, Langit berbeda memperlakukannya. Untuk sesaat Rinjani berandai-andai, andai takdirnya berbeda dari apa yang ia alami sekarang. Dan ia memiliki suami seperti Langit.

1
Nadin Alina
Hebat sih, Rinjani. Yang semula tuan putri mau berjuang untuk hidup🙃
Nadin Alina
next bab Thor....
Nadin Alina
Ceritanya keren, semangat Thor 🔥
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!